note :
Perlu aku jelaskan sebelumnya. Part kali ini dikit ya. Upload sebentar sebelum tidur. Karena hari ini dunia nyataku sedang riweuh dengan berbagai urusan. Kalau kalian malas membaca karena ogah nggantung, bisa ditunggu sampai besok, ketika aku bisa upload agak banyakan.
Secara garis besarnya sih ceritanya tetep sama dengan edisi dahulu. Hanya aku ubah detail-detailnya. Dan edisi dulu baru ke tahap eksposisi, belum mencapai konflik, dan belum masuk ke twist. Jadi kalau dulu kita sampai bab 19, itu baru sepertiga cerita, bisa deh dibayangin sepanjang apa ntar ceritanya.
Tapi jangan khawatir, secara konsep dan outline, cerita ini udah siap. Tinggal merangkai adegan. Makanya aku semangat banget buat nulisnya.
Ehm, perlu juga aku bilang ya, fokus utamaku dalam menulis itu adalah aku pengen membuat karya sebaik yang bisa aku usahakan. Aku pengen fokus di kualitas. Sementara aku harus tutup mata dari banyak hal macam vote yang sepi, komen yang jarang, atau kritikan-kritikan lain. Aku tidak mau mengukur standarku menggunakan standar orang/penulis lain. Aku cuma ingin berusaha seoptimal mungkin dengan segala keterbatasan yang kumiliki.
Aku sangat mengapresiasi lho pada setiap perhatian yang kalian berikan. Terima kasih masih mau baca tulisan sederhanaku di antara tulisan-tulisan lain yang cetar membahana. Terima kasih juga masih ingat aku, menyapaku melalui japri atau menfollow akun instagram, facebook, maupun twitter. Pokoknya makasih.
Selalu ditunggu kritik, saran, serta koreksinya. Love you!!
Niar mungkin terlalu lama menjadi boss dan menjadi decission maker. Perempuan itu juga selama ini tanpa sadar telah memosisikan dirinya sebagai polisi moral di SBP.
Keenan bilang bahwa dirinya bukanlah Yasser. Tentu saja. Karena bila yang berdiri di hadapannya ini adalah Yasser, Niar mungkin akan segera berdiri dan membantahnya habis-habisan. Tidak memberi kesempatan seniornya untuk mematahkan argumennya, dan memaksa pria itu untuk setuju dengan metode yang diusulkannya. Itu Yasser.
Keenan seperti jenis orang yang tidak akan bisa mentolerir perdebatan yang berasal dari bawahannya. Saat ini posisi Niar hanyalah butiran debu yang berada di depan gunung api yang menjulang tinggi. Dia bukan apa-apa, dan bukan siapa-siapa di Cakra Grup ini. Karena perusahaan ini bisa jadi memiliki barisan tenaga profesional lulusan sekolah bisnis ternama di dunia, para ahli dari lulusan terbaik di bidangnya.
Tetapi Niar juga bukan orang yang mudah dipatahkan begitu saja. Dia memang akan tunduk pada aturan. Tetapi melakukannya dengan kepala tegak dan wajah tenang penuh percaya diri.
"Saya sudah menyebutkan tentang posisi barumu. Dan saya harap kamu sudah siap untuk melakukannya," kata Keenan dengan nada resmi, menurunkan kadar intimidasinya.
Niar menjawabnya dengan anggukan. "Saya belum memiliki pengalaman mengerjakan bangunan sipil untuk pabrik, gerai, mall, atau ruko," Niar berbicara terus terang.
"Saya tahu. Tetapi kebutuhan untuk Structure and Fit Out Officer di sini sangat mendesak."
"Lalu saya harus berkoordinasi dengan siapa? Karena kalau saya sebagai officer, pasti ada manager yang menangani sebelumnya."
Keenan menggeleng. "Selama ini Cakra Grup menggunakan jasa profesional untuk pengadaan dan maintenace sarana fisiknya. Baru kali ini saya bereksperimen untuk membuat satu divisi tersendiri yang akan mengakomodir kebutuhan itu, serta melakukan pengecekan secara berkala, mengatur maintanance gedung dan kebutuhan lainnya, untuk kepentingan internal Cakra Grup."
Niar membelalak. Baru eksperimen dia bilang? Kenapa kok kesannya aku sedang dikerjain bener ya? Pikirnya. Tetapi sebelum dia sempat mengutarakan pertanyaan, ponsel yang ada di meja Keenan berkedip.

KAMU SEDANG MEMBACA
Beyond The Edge
ChickLitNiar - Gusniar Hayati, 30 tahun, Direktur Operasional PT Saka Buana Patria Bagaimana mungkin seorang Keenan Cakra salah dalam membuat keputusan? Kalau bisa berkolaborasi, buat apa-apa harus ekspansi? Bukankah itu tindakan bodoh yang menyia-nyiakan s...