「 ???????, ??? - ???? ??????? 」
Penderitaan yang sebenarnya adalah hidup dalam penyesalan. Jika masih ada waktu, maka manfaatkanlah. Jika diberi kesempatan, maka hargailah.
"Meski sedikit, kita sudah sempat membuat kenangannya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Apa? Jadi kau selama ini kau memerhatikan hantu?"
"Hei Bam, aku ini sedang tidak bercanda. Aku serius."
"Memangnya kau kira aku tidak serius? Aku bilang begitu kan karena ceritamu barusan. Barusan kau bilang kau memerhatikan seorang pemuda di Desa itu, tapi sewaktu kau bertanya tentangnya pada salah satu temanmu disana, dia malah menjawab tidak ada anak lainnya atau pemuda yang kau maksud."
"Yaa.. Tapi kan, ini tidak masuk akal. Maksudku, jelas-jelas aku melihat orang itu selalu melukis di tempat yang sama. Dia manusia yang utuh, dengan wajah yang sempurna."
"Hish, sudah kubilang aku sedang serius!" Aku menggerutu lagi entah untuk yang keberapa kalinya. Beginilah sialnya jika harus melakukan percakapan dengan Bamgyeol, dia terlalu mengesalkan. Bukannya mendapat solusi atau semacamnya, kami hanya akan terus berakhir dengan perdebatan.
Ya, aku sedang melakukan panggilan telepon via video berdua dengan Beomgyu. Harusnya bertiga dengan Yeonjun, tapi Yeonjun bilang dia harus menjemput adiknya yang masih SMP tadi. Jadilah aku yang mau tidak mau bercerita hanya pada Beomgyu terlebih dahulu. Meskipun aku tahu memang akan menjadi seperti sekarang ini kejadiannya.
"Memangnya kenapa kau begitu penasaran? Lagipula, jika memang sepenasaran itu, kenapa tidak langsung hampiri saja? Kau bilang kau selalu memerhatikannya diam-diam, kan?"
Aku mengangguk pelan, menghela napas, "Tidak semudah itu, Bam. Entahlah, rasanya seperti aku tidak ada nyali untuk mendekat. Setiap aku sudah disana rasanya seluruh tubuhku membeku, dan aku tidak akan bergerak dari posisiku bersembunyi di balik bukit sampai aku dipanggil Papa untuk pulang. Gila, kan?"
"Ya, kau memang gila. Kacang kedelai gila."
"BAMGYEOL!!"
"Eh, ampun, tidak sengaja terucap. Sungguh."
"Menyebalkan!" Aku mencibir. Menatapnya kesal. Berbicara padanya memang tidak pernah berguna.
"Kau harus berbicara dengannya sebelum semuanya terlambat, sebelum kau menyesal." Ujar Beomgyu dengan mudah. Aku yang tadi sedang menatap sebal entah kemana kini menatap tertuju padanya, rautnya sekarang serius.
"Kau bilang dia memang manusia utuh, bukan? Maka pastikanlah sendiri. Lakukan perkenalan normal dengan jabat tangan yang resmi, dan miliki waktu mengobrol yang berarti. Dengan begitu kau akan tenang, semua misteri akan hilang dan tidak akan ada penyesalan. Benar? Dan tamat."
"Apanya yang tamat?"
"Kisah kalian di Desa. Memangnya kau tidak mau kembali ke Seoul?" Kini matanya menyorot jenaka. Kembali memancing emosi keluar. Huh, tetap saja.