抖阴社区

Part 5

32 5 0
                                    

"Bună dimineața, soră mică!"

William Bowell menyambut Fau, yang baru saja keluar kamar dengan ucapan "selamat pagi, adik kecil." Suami dari Rucita Adrian menyapanya dari meja pantri. Pria berparas tampan itu sedang membuat sereal dengan rambut basah dan bertelanjang dada. Pemandangan indah yang membuat perempuan waras mana pun meneguk liur. Bagi Fau, matanya terbiasa melihat pemandangan sehari-hari seperti itu.

"Bună dimineața, frate mare. Habis renang, Kak?" Fau menimpali dengan jawaban, "Selamat pagi, Big Brother!" sembari menghampiri meja bar pantri dan menuang jus apel.

"Iya nih, mumpung libur." Will menaik-turunkan alisnya menggoda adik iparnya yang kini memposisikan diri duduk di meja bar. "Jadi?"

"Apa?" Fau jengah ditatap laki-laki bertubuh tinggi atletis itu.

"Oh ayolah, Adik Kecil. Jangan berlagak bodoh." Will merebut jus apel Fau dan meminumnya tanpa mengindahkan wajah jengkel gadis itu.

Berdecak sebal, Fau menyilangkan kedua tangan dan menatap kakak sepupu iparnya keruh. "Eduardo Lavinski. Keturunan Polandia-Mesir, tinggal di Warsawa. Umur dua puluh enam akhir tahun ini. Profesinya Arsitek. Selesai."

"Ho-ho," Will menggerakkan telunjuk di depan wajah Fau, "tidak semudah itu adik kecil! Biarkan Big Brother dan Big Sister ini mencari tahu lebih lanjut latar belakang gebetan barumu itu," kelakarnya.

"Siapa yang kakak bilang gebetan baru?" Fau mendecih sebelum merebut mangkuk sereal kakak sepupu iparnya. "Ketemu juga baru dua kali."

"Ya siapa lagi?" Tangan Will mengacak-acak rambut, matanya pun melirik ke atas, dan tertawa. Lalu, wajahnya berubah serius. "Eh, apa? Dua kali? Semalam Rucita bilang kamu baru ketemu dia kemarin di lapak Mounbatten."

"Aduh, sial keceplosan!" Maki Fau dalam hati. "Bilang apa nih, gue? Apa jujur aja?"

"Wanna explain?" Will menopang dagu dengan tangan kirinya yang diletakkan di atas meja pantri.

Fau menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. "Kakak inget nggak cerita tentang laki-laki yang pernah kutabrak di Kinokuniya sepuluh tahun lalu?"

Laki-laki kaukasia itu terlihat mengingat-ingat sampai pada posisi kedua matanya melotot. "Cinta pertamamu itu? Lelaki tengil dan sempet bilang kalo dia nggak pedofil?" tawanya meledak seketika.

Fau mengerucutkan bibir. Sial memang lelaki tegap ini, kadang rese enggak karuan. "Ya, begitulah. Kurang coincident apa coba? Bisa-bisanya ketemu lagi setelah belasan tahun nggak ketemu."

"Jodoh? Mana ada kebetulan!" Will masih tertawa sebelum tawanya mereda setelah menyadari kata-kata terakhirnya. "Apa memang ini bukan kebetulan?"

Fau tahu betul ekspresi apa yang ditampilkan kakak sepupu iparnya itu.

"Setelah mengantarmu semalam, dia mengirimimu pesan tidak?" intonasinya berubah serius. Badannya dia majukan ke arah wajah gadis itu, seperti ingin menegaskan penglihatannya.

"Enggak tuh," tepat setelah dia menjawab. Terdengar bunyi notifikasi dari ponsel yang dipegangnya.

"Atau belum." Will mengulum senyum. "Coba lihat ponselmu."

Fau melihat notifikasi yang muncul di layar. Ternyata benar dari Edo.

Eduardo Lavinski: Hari ini kamu luang?

Will melongok ke layar gawai, Fau coba menutupinya, kakak sepupunya itu lalu menyeringai. "Benar kan, dugaanku. Jawab aja ' iya,' tapi ajak dia ke rumah dulu. Aku dan Rucita perlu ketemu dia."

Fau tidak menjawab, jarinya langsung mengetik balasan secepat kilat.

Will masih menunggu reaksi adik sepupu istrinya setelah tiga kali mendengar nada notifikasi dari ponsel gadis berusia dua puluh tiga tahun itu. "Gimana?"

"Dia mau ke sini jam sembilan."

Mata Fau dan Will melirik ke arah jam digital yang tertempel di dinding. Masih pukul tujuh pagi.

"Kita masih punya waktu dua jam untuk bersiap," gumam Will namun masih cukup keras untuk didengar Fau.

"Kita? Emang kalian berdua mau nguntitin aku?" Fau menatap wajah tampan kakak sepupu iparnya garang.

"Eits, kamu baru bisa pergi kan setelah mendapatkan restu dariku dan Rucita. Jawabannya tergantung hasil interogasi kita nanti."

"Ugh, menyebalkan!" Gadis itu merengut dan menyilangkan kedua lengan di depan dada.

"Demi kebaikanmu, Sayang." Lanjut Will kalem.

"Tapi—" Fau hendak mengelak, tetapi Rucita yang tetiba melintas memotong ucapannya.

"Kami nggak berniat posesif, Sayang. Tapi, sekarang kamu tanggung jawab kita."

Rucita muncul dari kamar dengan handuk yang melilit di kepalanya. "Jangan mudah tertipu penampilan luar. Nggak semua orang di dunia ini baik. Berburuk sangka itu baik, tapi bukan berarti kamu nggak waspada."

"Berburuk sangka itu baik, tapi bukan berarti nggak waspada." Itu adalah pesan sesepuh Adrian yang selalu berhasil ditanamkan ke anak keturunannya. Alhasil, sebagian besar klan Adrian cenderung memiliki hati yang bersih dan tujuan yang murni.

Fau menunduk dan mengangguk dalam diam. Apa yang dikatakan keduanya benar. Siapa yang tahu kalau Edo tidak sebaik kelihatannya?

Spring in Bucharest (TERBIT, OPEN PO KEDUA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang