Hai, welcambek to my story xixixi
Maaf untuk update yang mayannn lama, haha. Jadi, Alhamdulillah aku udah mulai kerja. Jadi masih penyesuaian gitu dengan lingkungan dan kerjaan. Kemungkinan aku akan jarang update, tapi kalau udah ada ide langsung aku tulis + publish kok.
Itu aja, makasih kalau sudah mau baca cuap-cuap yang selalu aku kasih. Jadi gak ketinggalan info, atau gak nanya² lagi.
Ramein lapak ini, yak!
Koreksi kalau ada typo!
Jangan lupa vote, coment, and share 🖤
°°°
Setelah melalui banyak pertimbangan, akhirnya Sakti mendapatkan keputusan. Menghela napasnya dengan berat, cowok itu keluar dari mobil. Menyusul kedua orang tuanya serta Cika yang sudah lebih dulu turun.
Menutup pintu mobil, Sakti menatap rumah besar itu dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Di dalam sana sudah ramai, terlihat jejeran mobil milik bibi dan pamannya. Pun dengan sepupunya.
Cowok itu melangkahkan kakinya. Menyusul ketertinggalannya dengan langkah besar. Tangannya sedikit terkepal di sisi tubuh. Bukannya apa, ada banyak hal terpendam yang tak bisa Sakti jelaskan.
"Eh, Tuan Artama. Ayo masuk, yang lain sudah ada di ruang tengah," sambut asisten di rumah itu dengan ramah. Wanita paruh baya yang sudah banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja di kediaman Xavier.
"Makasih, ya, Bi," ucap Artama, lalu mengajak keluarga kecilnya masuk.
"Cika sini!" suara cempreng melebihi Cika itu membuat semua orang menoleh.
Tasya menarik Cika untuk duduk di dekatnya. Sedangkan Artama dan Adhisty berjalan menuju pada Xavier. Pria tua yang masih gagah nan tampan itu melirik sekilas pada Sakti.
"Mau ikut?" pertanyaan yang terdengar ambigu, namun tertuju pada seseorang membuat Artama mengangguk.
"Biasanya tidak," gumam Xavier.
Artama memberi kode agar putra sulungnya itu mendekat. Cowok itu menurut, dan bersalaman dengan orang yang jarang sekali dia panggil kakek.
"Gimana sekolah kamu?" tanya Xavier basa-basi.
"Baik, Kek," jawab Sakti seadanya.
"Tingkatkan terus belajarmu," pesannya membuat Sakti mengangguk.
Dia mengedarkan pandangannya, dan langsung berhenti ketika sepupu laki-lakinya bernama Calvin menyuruhnya mendekat. Segera dia pergi ke sana, daripada canggung berada di dekat Xavier.
"Terpaksa ikut?" tanya Calvin to the point. Sakti mengulas senyum tipis.
Di antara sepupu-sepupunya, Calvin adalah orang yang cukup dekat bahkan tahu apa yang sering dia rasakan. Laki-laki yang umurnya lebih tua dua tahun itu memang dewasa.
"Tamat mau lanjut ke mana, Ma?" Ma, adalah panggilan singkat dari nama Tama.
"Belum tau, Bang. Kayaknya ambil universitas di tempat papa dulu," ucapnya.
Calvin menganggukkan kepala. "Bagus, kok. Semangat!" cowok itu menepuk pundak Sakti dengan pelan.
Pernah tidak sih, kalian merasa sendirian di tengah keramaian? Meskipun itu adalah teman bahkan keluarga. Sakti sering merasakannya ketika kumpul keluarga seperti saat ini. Jangankan tertawa, bicara banyak saja rasanya dia tidak bisa. Lebih enak pulang, main sama bukan geng atau ke mana yang membuat pikirannya jernih.
"Datang lo?" pertanyaan sarkas yang baru saja terlontar itu mengubah atensi Sakti. Dia menoleh pada Dito yang duduk di sebelah Calvin. Jadinya, laki-laki itu berada di tengah-tengah.

KAMU SEDANG MEMBACA
SAKTI
Teen Fiction[Follow sebelum membaca] °°° Blurb: Jatuh cinta pada pandangan pertama. Mungkin itu yang Sakti rasakan ketika melihat cewek bernama Aletta, si jutek yang berasal dari jurusan IPA. Sekeras apa pun Aletta menyuruhnya menjauh, Sakti tidak menyerah. Dia...