"Malam ini kita nge-futsal yuk!" ajak Joe, menatap satu-persatu sahabatnya.
"Ide bagus. Lagian, udah lama kita nggak main," sahut Bima, menyeruput es tehnya.
Saat ini mereka berenam sedang duduk manis di pojok kantin. Menikmati makanan juga minuman yang sudah mereka pesan sejak datang.
"Mal, jemput gue yak," kata Elang.
Kening Malik jadi bergelombang. "Motor lo kan ada." ujarnya.
"Males, gue. Biar nyokap juga percaya kalau liat gue pergi sama lo."
"Lah, kenapa?" heran Joe.
"Iya, harusnya nyokap lo itu percaya, kalau lo pergi bareng Sakti, Arga atau Bima lah." ujar Malik, sepenuhnya benar.
"Gue gak disebut?" tanya Joe.
Malik berdecak. "Lo mah datang duluan ke sana, kecuali kalau main basket," sungut Malik.
Mendengarnya pun Joe hanya tertawa. Letak rumahnya cukup dekat dengan tempat mereka main futsal, makanya cowok itu sering datang lebih dulu dari sahabatnya.
"Lawan siapa?" Sakti membuka suara setelah menghabiskan satu mangkuk soto ayam.
"Siapa aja, lah!" balas Elang, mendadak sewot.
Sakti mendengkus, lalu mengalihkan tatapannya pada Arga yang selalu bersikap tenang. "Lo ikut, Ga?" tanyanya.
"Enggak. Gue mau ke rumah sakit," jawab Arga.
"Bantu-bantu di sana, ya?" tanya Malik. Arga mengangguk.
Belum sempat bertanya lagi. Sakti melihat dua orang siswi perempuan yang sedang bercengkrama. Aletta dan Lana. Kedua sudut bibir Sakti tertarik, membuat sahabatnya melihat aneh Sakti lalu mengikuti arah pandang cowok itu. Sekarang, mereka tahu apa yang sedang Sakti perhatikan.
"Bucin Aletta banget kayaknya," celetuk Elang.
"Cinta pada pandangan pertama," imbuh Malik dengan muka ngeselin.
"Ck. Samperin sana!" usir Bima, mendorong bahu Sakti dengan pelan.
Sakti menoleh. "Awas lo, gue salamin ke Lana!" ancam Sakti, kemudian menjauh dari para sahabatnya. Sedangkan Bima mendengkus kesal. Sakti tidak akan main-main dengan ucapannya tadi.
"Hai Lana, hai Aletta!" sapa Sakti pada Lana dan Aletta. Cowok itu duduk dihadapan Lana. Sengaja.
"H-hai," balas Lana, tergagap. Bagaimana tidak, moment langka di mana seorang ketua angkatan berbicara padanya. Meskipun terkenal humble, Lana percaya kalau dirinya sangat jauh dari kriteria cewek yang mau Sakti sapa ataupun diajak berbicara.
Sakti melirik Aletta yang terdiam di tempatnya. Padahal tadi seru sekali bercerita dengan Lana. Apa cewek itu masih marah karena kelakuannya tadi pagi?
"Ah, iya. Gimana keadaan lo?" tanya Sakti, basa-basi. Padahal dia sudah tahu yang sebenarnya dari Bima. Jadi karena waktu itu Sakti tidak mau menolong---karena bukan Aletta---akhirnya Bima yang turun tangan.
"H-hah, gue? Gue baik-baik aja, kok," jawab Lana.
Berada di dekat Sakti membuat jantungnya berdetak tak karuan. Selain karena suka, dia juga bingung melihat sikap Sakti yang menurutnya agak aneh. Tapi dia senang!
"Bagus, deh," ujar Sakti, menyunggingkan senyum.
"Iya," balas Lana. Cewek itu melirik Aletta yang acuh tak acuh akan kehadiran Sakti. Lana berpikir, apa perlu dia bertanya dengan Sakti? Tapi ... nanti Aletta marah lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
SAKTI
Teen Fiction[Follow sebelum membaca] °°° Blurb: Jatuh cinta pada pandangan pertama. Mungkin itu yang Sakti rasakan ketika melihat cewek bernama Aletta, si jutek yang berasal dari jurusan IPA. Sekeras apa pun Aletta menyuruhnya menjauh, Sakti tidak menyerah. Dia...