° SAKTI 08 °
Embusan angin menyambut kedatangan Sakti di rooftop. Cowok itu melangkahkan kakinya dengan pelan. Kedua tangannya yang bebas memegang pembatas rooftop. Sejuk, tenang dan damai. Rasanya sudah lama dia tidak menginjakkan kaki ke tempat ini.
Sakti mengedarkan pandangannya. Melihat pemandangan SMA Merpati dari atas sini, sungguh indah. Sekolah swasta favorit pertama yang ada di Jakarta. Terakreditasi A dengan jumlah 504 siswa-siswi yang berprestasi, selalu membanggakan sekolah.
Senang rasanya bisa bersekolah di SMA Merpati, meskipun ada banyak SMA negeri yang jauh lebih bagus pastinya.
"Di sini lo." Sakti menoleh ke belakang, di mana Arga baru saja selesai menapakkan kakinya di tangga terakhir sebelum ikut berdiri di sebelahnya.
Sakti terkekeh. "Tau amat lo gue di sini." katanya.
Tertawa pelan, Arga menjawab dengan pandangan ke bawah; melihat suasana SMA Merpati saat ini.
"Temenan dari smp, apa yang nggak gue tau tentang lo?"
Sakti tertawa renyah sambil menepuk pundak Arga dengan pelan. "Iya, lo emang tau semuanya soal gue."
Hening sebentar. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Yang terdengar hanya suara daun yang bergesek, juga angin yang berembus tenang. Ah iya, jangan lupakan juga suara tarikan napas berat dari seorang Sakti.
"Lanjut atau nyerah?" tanya Arga tiba-tiba.
Sakti menoleh lalu tersenyum lebar sembari menjawab. "Lanjut!" ucapnya, yakin seratus persen.
"Udah gue duga." kekeh Arga. Memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.
"Cuma dia gituin masa gue harus nyerah?"
"Kali aja," jawab Arga sekenanya.
"Nggak berlaku kayaknya buat gue." ringis Sakti, terkekeh.
Sedari awal tahu Aletta, Sakti langsung suka. Bahkan ucapannya yang ingin Aletta menjadi miliknya pun bukan main-main. Dia serius. Apa pun dan bagaimanapun caranya, Sakti akan maju terus sampai Aletta juga menyukainya.
"Kalo lo terus berjuang, tapi dia tetep gitu sama lo. Gimana?" Arga bertanya.
Cowok dengan jabatan ketua angkatan itu tersenyum tipis dengan pandangan lurus ke depan. "Setiap orang punya batas lelahnya. Kalau sampai nanti dia juga nggak suka sama gue, ya gue tau pintu keluar ada di mana. Berarti, kehadiran gue emang gak ada artinya buat dia." jelas Sakti. Mencoba meramal kelanjutan kisah cintanya namun tidak menghasilkan apa-apa.
Namanya memang Sakti, tapi bukan berarti dia punya kekuatan. Apalagi bisa meramal. Baiklah, dia kalah dari Dilan.
Arga manggut-manggut. "Benar. Setiap orang punya titik jenuh, dan kapanpun mereka bisa berhenti. Gue harap lo nggak lupa hal itu." ujar Arga dan dibalas anggukan kepala oleh Sakti.
Setiap langkah yang akan kita ambil selalu ada konsekuensinya. Sakti akan ingat terus, bila waktunya dia lelah maka dia akan berhenti. Mencari jalan lain itu lebih baik daripada fokus pada sesuatu yang sama sekali tak membantu.
"Oh iya Ga, malam ini kita mau belajar bareng lagi?"
"Boleh, kabarin aja yang lain." balas Arga.
"Udah denger uy." celetukan Malik itu sontak saja membuat Arga dan Sakti menoleh. Keempat temannya ikut ke sini dengan cengiran khas masing-masing.
"Ngomong berdua aja, yang ketiga siapaaa?" seru Elang dengan muka menjengkelkan.
"Lo," jawab Malik.

KAMU SEDANG MEMBACA
SAKTI
Teen Fiction[Follow sebelum membaca] °°° Blurb: Jatuh cinta pada pandangan pertama. Mungkin itu yang Sakti rasakan ketika melihat cewek bernama Aletta, si jutek yang berasal dari jurusan IPA. Sekeras apa pun Aletta menyuruhnya menjauh, Sakti tidak menyerah. Dia...