Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Setiap pertemuan tentunya memiliki akhir perpisahan."
[ ♛ ]
Semua seakan berhenti beberapa detik, cukup terkejut dengan bidikan tiba-tiba dari Salvador yang masih duduk di kursi roda. Tepat seperkian detik sebelum pisau itu menancap ke tubuh Aurel, Kalandra terlebih dahulu pasang badan melindungi Aurel. Semua berjalan begitu cepat, tidak ada waktu untuk Aurel menghindar atau menarik Kalandra yang melindunginya.
“Pion!” pekik Aurel memang julukan pria yang selama ini menjadi tangan kanan dari Madeleine.
Pisau tersebut berhasil menghunus dada sebelah kiri Kalandra, untung saja tidak tepat mengenai jantung pria itu. Tusukannya tidak terlalu dalam karena Kalandra telah memakai baju khusus untuk mengantisipasi situasi seperti ini. Meski lukanya tak terlalu serius, tapi Aurel cukup khawatir dengan kondisi pria itu.
Amarah Aurel memuncak, ia seakan memiliki kekuatan lebih untuk segera menyelesaikan ini semua. Beberapa saat setelah kejadian lemparan pisau itu, tiba-tiba saja tubuh Kalandra memberikan reaksi. Konsentrasi Aurel pecah saat mendengar erangan dari Kalandra, ia segera menghampiri pria itu dan mencoba menopang tubuh atletiknya.
“What’s wrong with you?”
“Sepertinya pisau Salvador bukan pisau biasa, Queen,” lirih Kalandra sembari berusaha menahan rasa sakitnya.
Otak Aurel seakan berjalan lambat, ia telat menyadari. “Saya akan menyuruh Mateo untuk mengobatimu.”
“You better focus on our plan, Queen. Bukankah kau bilang jika malam ini kita harus selamatkan yang bisa diselamatkan,” kilah Kalandra.
“Kamu harus selamat, Kalandra.”
“I'll be fine. Please focus on your mission, Queen. Break a leg!” ujar Kalandra dengan kondisi yang mulai melemah.
“Tidak, Kalandra. I beg you.”
Tubuh Kalandra semakin melemas, Aurel bahkan cukup kesulitan untuk menopangnya. Saat ini kepala pria itu berada di atas paha Aurel dengan sebisanya Aurel berusaha membangunkan Kalandra. Kesadaran pria itu semakin hilang, Aurel meraba nadi Kalandra yang mulai kehilangan denyutnya.
Rasanya seakan hancur, Aurel membaringkan tubuh Kalandra dan berusaha memberikan pertolongan untuk mengembalikan detak jantung pria itu. Mateo menyadari Aurel mulai kalut, ia segera membantu gadis itu dan menyuruhnya untuk kembali melanjutkan misi.
“Biar aku saja yang mengurus Kalandra, Queen. You should focus on our mission tonight,” tegur Mateo.
“Tolong kembalikan denyut nadi Kalandra, Mateo. Dia tidak boleh gugur,” sergah Aurel mulai kelimpungan.