抖阴社区

Part 1: 17 Juli 2006

122 67 234
                                    

Pagi itu, Dea berjalan pelan menuju sekolah, sesekali melirik jam di tangannya. Hari pertama masuk setelah liburan panjang. Tepat, di tanggal 17 Juli 2006 di hari Senin minggu ketiga.

Dea duduk di bangku paling belakang, tempat favoritnya sejak dulu. Triana atau biasanya di sapa Tri - sahabat setia Dea sejak kelas satu SD, sudah menunggu duduk di bangku sampingnya, wajahnya ceria seperti biasa.

"Dea! Akhirnya datang juga!" sapa Tri dengan ceria. Wajahnya yang selalu cerah membuat Dea merasa hangat.

Gadis dengan rambut yang selalu dikepang dua itu tampil begitu rapi.

"Ah, capek deh," jawab Dea sambil menarik napas panjang. Ia menyisir rambutnya yang sedikit berantakan. "Kenapa sih tiap hari aku yang harus jadi yang terakhir datang?"

Tri tertawa, mengacak-acak rambut Dea. "Ya, biar ada alasan buat aku nungguin kamu. Supaya enggak merasa sepi."

Dea tersenyum tipis, meskipun dia tahu Tri hanya bercanda. Dia memang selalu merasa nyaman dekat sahabatnya itu. Tri yang bisa diajak ngobrol tentang apa saja tanpa merasa dihakimi.

"Eh, Dea," Tri tiba-tiba menyelipkan tangannya ke dalam tas ransel Dea, mencari-cari sesuatu. "Bawa bekal?"

Dea menggeleng cepat, "Enggak, udah males bawa-bawa itu. Hari pertama masuk setelah liburan gini, perasaan kayaknya berat banget deh."

"Kalau begitu, kamu yang beliin aku nasi goreng ya. Janji?" Tri mengedipkan mata, pura-pura serius.

Dea hanya tertawa kecil. "Mimpi. Duitku tinggal secuil lagi. Nasi goreng buat kamu? Beneran deh, kamu pikir aku punya uang apa?"

Tri cemberut, pura-pura kesal, "Ih, pelit! Gimana sih sahabat aku, nggak mau bayar utang!"

"Aduh, utang apaan sih?" Dea menggelengkan kepala. "Kamu tuh ya, sering banget kayak gitu."

Tiba-tiba, Aini Saputri atau biasa dipanggil Aini - seorang gadis kecil yang baru pindah di kelas ini waktu duduk di bangku kelas 5, selalu punya cara untuk mengganggunya, muncul dari balik pintu kelas dengan beberapa teman perempuan lainnya dengan gaya angkuhnya. Dea langsung tahu, hari ini bakal ada drama lagi.

"Hai, Dea!" sapa Aini sambil melangkah mendekat dengan senyum tipis andalanya. "Katanya, kamu juara kelas kemarin ya? Hebat banget, pasti bisa masuk SMP favorit, kan?"

Dea merasa sedikit tertekan, tapi berusaha tetap tenang. "Amin, semoga aja," jawabnya singkat, mencoba menghindari topik yang bisa memicu ketegangan.

Aini mencondongkan tubuhnya ke arah Dea, wajahnya yang seringkali terkesan sombong kini tampil dengan senyum sinis. "Hmm... jadi kamu benar-benar yakin bisa bersaing dengan anak-anak dari keluarga kaya? Aku denger, yang masuk sana kan nggak sembarangan, loh."

Tri yang melihat suasana mulai memanas, langsung menyahut, "Aini, kamu enggak boleh kayak gitu. Jangan suka bilang hal buruk begitu. Kalau kamu nggak mau apresiasi, mending diam aja!"

Aini melirik Tri dengan ekspresi kesal, "Ngapain sih kamu bela-bela dia? Udah deh, kita lihat aja nanti. Perkiraanku sih, Dea nggak bisa masuk, ya... bener dong gue bilang begitu?" ujar Aini santai dan terkesan acuh.

Dea menunduk, menghindari tatapan Aini yang menusuk. Sudah biasa. Aini memang selalu begitu, mencari celah untuk merendahkan.

Tri menatap Aini dengan tajam, ingin membela, tapi Dea menahannya.

"Udah, gak usah diladenin," kata Dea pelan sembari memegang lengan Tri. Lalu, memalingkan wajahnya, merasa enggan menatap Aini.

Tri menyadari Dea yang mulai diam dan langsung menepuk bahunya, "Udah, jangan didengerin. Kamu kan tahu, Aini suka gitu. Ngomong yang bikin orang lain tersinggung."

DEARA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang