Di Rumah Sakit Seoul Jeil, kesibukan pagi hari seperti biasa menyelimuti. Namun, di nurse station Departemen Bedah Saraf, ada yang berbeda. Dokter Baek dan beberapa rekannya, para dokter dan perawat, tampak berkerumun, saling berbisik-bisik dengan raut penasaran.
Tak lama kemudian, Jungkook tiba. Matanya menangkap pemandangan yang tak biasa itu. Ia berjalan mendekat, lalu dengan sengaja memukul meja tinggi di depannya, menciptakan suara cukup keras yang berhasil membuyarkan kerumunan.
"Lagi bisik-bisik apa?" tanya Jungkook riang.
Sontak, semua orang langsung membubarkan diri, kembali melanjutkan pekerjaan masing-masing dengan pura-pura sibuk. Jungkook mengernyit, merasa ada yang aneh.
"Ada apa?" Mata Jungkook mengamati satu per satu rekannya.
"Bukan apa-apa," sahut salah seorang dokter, mencoba menghindari tatapan Jungkook.
Dokter Baek, dengan langkah tenang, akhirnya menghampiri Jungkook. "Hasil evaluasi untuk departemen kita sudah keluar," ujarnya. "Ji Hoo yang dapat."
Jungkook, yang sudah menebak hasil tersebut, sama sekali tidak menunjukkan raut kecewa. Sebaliknya, ia tersenyum tulus. "Hasil akademik Ji Hoo memang hebat, aku mengakuinya."
Dokter Baek menatap Jungkook serius. "Tapi menurutku, kalau bukan karena ada masalah dengan data laporanmu, kau juga punya kesempatan."
Jungkook hanya tersenyum tipis, menerima pujian sekaligus kenyataan itu dengan lapang dada. "Ini semua mungkin karena aku tidak sebagus Ji Hoo," sahutnya ringan.
Bersamaan dengan itu, Ji Hoo yang baru tiba, melangkah santai ke arah mereka, senyum merekah di bibirnya.
"Kau sudah datang," panggil Jungkook, menyambut kedatangan rekannya itu. "Selamat, ya."
"Semua sudah tahu ternyata," ucap Ji Hoo, rautnya berseri-seri, tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.
"Tentu saja tahu, ini adalah berita bagus!" sahut Dokter Baek, menepuk pundak Ji Hoo. "Kali ini kau harus keluar banyak uang, mentraktir kami makan enak!"
"Okeee!" seru Ji Hoo, tersenyum lebar, penuh kebahagiaan.
"Tepati ucapanmu. Aku pergi dulu," kata Dokter Baek, lalu melangkah meninggalkan mereka.
Ji Hoo mengangguk riang, masih dengan senyum sumringah.
"Ji Hoo, nanti kau pinjamkan disertsimu padaku, ya?" pinta Jungkook, ada nada serius dalam suaranya. "Aku mau belajar dari orang pintar."
Ji Hoo tertawa renyah. "Apakah aku ada sehebat itu? Ha... ha... Ayo kita cepat mulai kerja."
Keduanya tertawa terbahak-bahak. Bersama-sama, mereka melangkah menuju ruang kerja dokter Departemen Bedah Saraf, siap memulai tugas mereka.
🩹
Terdengar dua ketukan pelan di pintu ruangan Profesor Namjoon yang memang terbuka lebar. "Masuk," sahut Profesor Namjoon dari dalam.
Jungkook melangkah masuk, menaruh segelas kopi hitam dari kafe rumah sakit dan sebuah harddisk eksternal di meja kerja Profesor Namjoon.
"Kali ini membelikanku kopi untuk apa?" tanya Profesor Namjoon sambil tersenyum tipis.
"Terima kasih untuk data Anda, sudah menyelamatkanku," jawab Jungkook tulus.
Profesor Namjoon tertawa kecil. "Tetapi pada akhirnya kau tetap tidak terpilih, 'kan?"
Jungkook mengangguk pasrah. "Aku tahu seperti apa kemampuan akademikku sendiri. Sebenarnya, tidak terpilih juga sudah bisa ditebak. Tetapi kalau tidak ada data dari Anda, mungkin aku bahkan tidak bisa menyerahkannya sebelum tenggat waktu. Aku berencana akan mencoba meneliti lagi, memperbaikinya kembali. Mana tahu aku bisa mencoba menerbitkan jurnal. Karena menulis disertasi tujuan akhirnya bukan hanya untuk evaluasi."

KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Hero
FanfictionKisah cinta antara Jeon Jungkook, seorang dokter muda yang idealis dan Kim Seok-Jin, seorang kapten pasukan khusus kepolisian yang tegas. Keduanya bertemu dalam pelatihan darurat dan kemudian terlibat dalam berbagai misi penyelamatan yang berbahaya...