Akhirnya, aku menemukan booth telepon tempat pertama kali hyung bertemu denganku. Mungkin karena keingintahuanku yang tinggi, aku memasuki booth telepon itu layaknya orang bodoh. Aku mengangkat gagang telepon di dalamnya.
Lalu, aku merasa pusing.
Beberapa saat berlalu, aku tidak lagi berada di booth telepon yang sama. Aku mendapati diriku duduk di sebuah kursi, yang disekitarku terdapat mesin canggih, dan ada dua orang pemuda yang menghampiriku. Aku kenal betul dengan Choi Soobin hyung, tapi pakaiannya sudah berubah. Aku berpikir, kenapa Soobin hyung memakai jas laboratorium sekarang? Lalu ada pemuda di sampingnya juga, aku tidak tahu namanya.
Mereka memberiku minum, tapi aku masih diam seribu bahasa. Tempat yang kutuju saat ini sungguhlah berbeda, atmosfirnya terutama. Setelah beberapa menit beristirahat, aku memberanikan diri untuk bicara. Aku mengatakan, kalau aku ingin mencari Yeonjun hyung, seketika mereka langsung menunjukkan alamat dimana hyung bekerja.
Lalu, sampailah aku dijalanan itu dan bertemu lagi dengan hyung.
Cerita kembali ke sudut pandang orang ketiga
"Kau ke sini sendirian,...? Kukira kedua pemuda itu mengantarkanmu." ucap Yeonjun tidak percaya setelah mendengarkan cerita Taehyun.
"Aku meminta mereka tidak usah repot-repot mengantarku." lanjut Taehyun, "Soobin hyung yang ngotot mau mengantarku saja kutolak. Hehe."
Senyum merekah di bibir Yeonjun, rasanya seperti seseorang memilih dirinya daripada orang yang jelas-jelas lebih tinggi daripada dia. Bayangkan, Yeonjun hanya seorang pelayan di toko Gelato dan Soobin adalah ilmuwan. Tapi, siapa yang menyangka? Takdir tidak ada yang tahu kecuali Tuhan sendiri.
"Hyung, aku... minta maaf. Sudah membentakmu waktu itu." ucap Taehyun tanpa mengangkat kepalanya berhadapan dengan Yeonjun. "Aku... akan menjalani kemoterapi. Tapi, aku harus kembali ke masaku."
"Jangan..."
"Aku bisa membiayaimu untuk kemoterapi."
Mendengar pernyataan Taehyun, ia jadi makin tidak enak. Yeonjun yang notabene hanya bekerja sebagai penjual gelato dan pastinya mendapat gaji yang tidak seberapa, membiayainya kemoterapi yang bisa menguras separuh gajinya, mana gajinya juga ia buat untuk membeli kebutuhan dan membayar sewa. Akan tetapi, Yeonjun tetap memaksanya.
Ia dengan reflek meraih tangan Taehyun, yang kemudian digenggamnya.
"Dengar.. kedengarannya gila dan aneh. Tapi, aku tidak mau lagi kehilanganmu."
Taehyun yang merasa tangannya digenggam langsung melihat ke arah itu. Menyadari aksinya sangatlah jauh dari kata 'normal', Yeonjun menarik lagi tangannya.
"Maaf..."
"Apa aku tidak membebani hyung?"
"Tidak! Tidak sama sekali!"
Mendengarnya, Taehyun tersenyum yang kemudian juga disambut senyuman hangat dari Yeonjun. Hari itu adalah hari pertama Taehyun tinggal bersama Yeonjun di apartemen sederhananya. Pada hari itu juga, Yeonjun bersama Taehyun mendaftarkan diri di rumah sakit untuk mendapatkan dokter untuk menjalani kemoterapi. Tentu saja, tidak bersama dokter yang sama, karena jika iya dia akan kebingungan.
Setelah mendaftarkan dengan dokter yang berbeda untuk kemoterapi, Yeonjun mengajak Taehyun untuk makan bersama. Sebuah restoran khusus menu kuah menjadi tujuan mereka. Keduanya saling duduk berhadapan setelah memesan dua porsi samgyetang.
"Aku tahu kamu lapar, jadi mampir dulu ke sini." ucap Yeonjun kepada Taehyun, "Aku jarang masak di rumah. Seringnya jajan."
"Aku bisa masak kalau hyung mau. Sebagai hutang budi kalau hyung sudah mau menampungku di apartemenmu."

KAMU SEDANG MEMBACA
??????. [TaeJun][Yeonjun X Taehyun]
FanfictionSEQUEL dari 'HIM.'[TaeJun][Yeonjun X Taehyun] Seiring berjalannya waktu, seorang pemuda bernama Choi Yeonjun menjadi model terkenal dan berhasil membanggakan orangtuanya dengan meraih gelar ketika kelulusannya. Dengan sebagian besar masyarakat yang...
stay #8
Mulai dari awal