[Follow sebelum membaca]
°°°
Blurb:
Jatuh cinta pada pandangan pertama. Mungkin itu yang Sakti rasakan ketika melihat cewek bernama Aletta, si jutek yang berasal dari jurusan IPA. Sekeras apa pun Aletta menyuruhnya menjauh, Sakti tidak menyerah. Dia...
Sakti mengedarkan pandangannya, lalu dia sadar, ada dua orang laki-laki bertubuh besar yang mengintai Aletta. Bahkan kini, kedua orang itu mengikuti cewek itu. Melihat itu Sakti juga bergegas menyusul Aletta.
Dia tidak tahu kenapa Aletta tidak melawan. Info yang dia cari mengatakan kalau Aletta jago bela diri. Bahkan sudah sabuk hitam seperti dirinya.
"Omong kosong! Sini kamu!" Sakti mengepalkan kedua tangannya kala suara berat itu terdengar. Dia ikut berlari, bahkan lebih cepat untuk mencapai Aletta.
Melihat Aletta berhenti dengan delikan tak percaya, Sakti pun berujar.
"Ngapain berhenti? Ayo lari!" Ajak Sakti yang dibalas anggukan samar dari Aletta. Mungkin cewek itu masih tak percaya akan dirinya yang ada di sini.
Sepanjang mereka berlari sempat-sempatnya Sakti melihat raut wajah cemas dari Aletta. Tanpa izin pada sang pemilik, Sakti menggenggam tangan Aletta untuk mengajaknya berlari lebih cepat.
Entah ini jalan menuju ke mana, yang jelas mereka berdua harus lepas dari dua orang itu. Sakti langsung menarik Aletta ke gang sempit yang sepi agar dua preman itu tak menemukan mereka berdua.
Bahkan saking pedulinya, dia menarik Aletta sampai cewek itu menubruk dadanya. Bukan modus, tapi Sakti ingin menyembunyikan Aletta.
Keduanya sama-sama terdiam dengan jantung yang berdegup kencang. Apalagi ketika dua preman itu lewat tapi sama sekali tak melirik ke gang ini, kedua remaja itu memejamkan mata.
Ketika membuka mata, Aletta langsung disuguhi wajah ganteng Sakti yang sudah berkeringat. Dia pun bisa mendengar debar dari dalam diri Sakti, lelah bercampur cemas.
Tersadar, dia langsung menjauhkan wajahnya membuat Sakti melihat ke cewek itu. Sontak saja dia tersenyum tipis. Secara tidak langsung, dia tadi sudah memeluk Aletta.
"Sorry, gue bukan modus tapi---"
"Iya, gue ngerti," potong Aletta.
"Ah iya, kita tunggu di sini bentar, gue telpon temen gue dulu." Sakti langsung mengeluarkan ponselnya untuk memberi kabar pada Arga.
"Gue bisa pulang sendiri," ujar Aletta. Sakti sadar satu hal, cewek itu keras kepala.
"Sendiri? Terus ketemu sama preman tadi?" kata Sakti, bicara fakta.
"Doa lo jelek," cetus Aletta.
"Gue ngomong apa adanya," sahut Sakti tak mau kalah.
Keduanya diam beberapa menit sampai mobil yang Arga kemudikan sampai. Sakti langsung saja mengajak Aletta.
"Duduk dan kasih tau jalan ke rumah lo," ucap Sakti, tegas. Aletta pun pasrah, daripada dia banyak bicara yang berujung badmood lagi.
Arga melirik Sakti dengan penuh tanya yang langsung dibalas. "Nanti gue ceritain."
Kendaraan roda empat itu melaju dengan kecepatan sedang. Memasuki kawasan kompleks yang Aletta sebutkan tadi.
"Pagar cream di depan," ujar Aletta. Arga pun mengangguk samar.
Mereka sampai di tujuan. Aletta bergegas turun begitupun dengan Sakti. Arga hanya menunggu saja di dalam mobil, toh, dia tidak ada urusan dengan cewek itu.
"Jadi ini rumah lo?" tanya Sakti, mengedarkan pandangannya untuk melihat rumah Aletta.
"Iya," balas Aletta sekenanya.
Sakti menatap Aletta dengan hangat, hal yang jarang sekali Aletta dapatkan dari seorang laki-laki seumurannya.
"Lain kali hati-hati, jangan pergi sendiri, bahaya," pesan cowok itu, sebelum melanjutkan, "kenapa lo nggak nyerang? Setahu gue lo anak karate?" tanya Sakti. Heran.
Aletta tersenyum masam. "Lawan dua orang laki-laki badan gede gitu? Bukannya menang, gue malah jatuh ke tangan mereka," jelas cewek itu.
"Benar juga. Ah, kalo gitu gue pamit ya, salam buat keluarga." Sakti berbalik, hendak masuk ke mobil sebelum suara Aletta menginterupsinya.
"Sakti," cegah Aletta. Cowok itu menoleh dengan alis yang menyatu.
"Makasih," ucap gadis itu, kecil, namun membuat dadanya bergemuruh karena bahagia.
"Sama-sama," balas Sakti dengan senyum manisnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.