[Follow sebelum membaca]
°°°
Blurb:
Jatuh cinta pada pandangan pertama. Mungkin itu yang Sakti rasakan ketika melihat cewek bernama Aletta, si jutek yang berasal dari jurusan IPA. Sekeras apa pun Aletta menyuruhnya menjauh, Sakti tidak menyerah. Dia...
Cowok itu tersadar. Tidak mau membuat Icha kecewa, dia menggesekkan hidungnya dengan hidung mancung Icha sampai sang empunya tertawa. Padahal nyaris sedikit lagi, sesuatu terjadi di antara mereka berdua.
"Lo mulai nakal," ujar Sakti, menyentil kening teman semasa kecilnya itu.
Tertawa renyah, cewek itu menjawab. "Lo tau sendiri lah, di sana gimana? Lo nggak mau apa?" Icha menggoda dengan menaik-turunkan alisnya.
Sakti mengelus pipi kemerahan Icha. "Gue nggak akan rugi, tapi lo sendiri yang akan merasakan itu. Simpan untuk orang yang lo cinta nanti," pesan Sakti. Dia menurunkan tangannya lalu menatap arloji yang melingkar di tangan kirinya.
"Gue mau berangkat kayaknya." Icha hanya memandang dengan diam. Sakti yang melihatnya jadi heran.
"Kenapa?"
"Kalau gue bilang punya perasaan lebih dari sekadar sayang, apa lo bakal percaya?"
°°°
Mood Aletta sebelumnya baik-baik saja. Namun, ketika dia menerima pesan dari seseorang yang tak dikenal. Apalagi foto yang menunjukkan orang yang dia kenal, mood cewek itu menjadi buruk.
"Kak, nanti pulang sekolah naik ojol aja, ya? Ayah kayaknya pulang malam," kata Antonio yang dibalas Aletta dengan gumaman.
"Dih, badmood ya?" tebak Allyn dengan nada menyebalkan.
"Dek, jangan di ganggu," pesan Antonio, membuat putri bungsunya itu mencebik. Terus begitu sampai Aletta sampai di kelas. Lana yang tidak tahu menahu itu jadi bingung sendiri.
"Ta, kenapa sih? Ada masalah? Ayo cerita sama gue," pinta Lana. "Siapa yang ganggu lo? Dito, Sakti atau orang lain?" cecarnya.
"Nggak ada, Na," sahut Aletta tak semangat.
Dia tidak tahu kenapa bersikap seperti ini. Seharusnya dia biasa saja, tak perlu memikirkan apa yang dia ketahui. Bukannya dia paling bisa bersikap bodo amat? Namun, kejadian dua hari yang lalu sedikit menyadarkan Aletta. Selama ini sikapnya sedikit keterlaluan, dan dia berinisiatif untuk mengubah.
Tapi ... Apa yang dilihatnya tadi? Aletta tak habis pikir dengan dirinya sendiri. Dia seperti tengah mengubah dirinya hanya untuk seseorang yang sejak awal mengusik hari-harinya. Sekarang dia tahu, bahwa hal itu tidak perlu.
"Udah bel istirahat, ayo ke kantin," ajak Lana.
Aletta tersenyum tipis kala mendengar Lana yang terus berceloteh riang. Cewek itu memasang wajah seperti biasa, melupakan sesuatu yang sempat mengusik perasaannya. Dia tidak perlu memikirkannya selagi dirinya tidak terlibat lebih jauh.
"Ta, lo tadi kenapa?" tanya Lana karena masih penasaran.
Mengaduk-aduk es yang dia pesan, Aletta menjawab. "Nggak apa-apa."
"Serius?" Lana masih tak percaya. Bahkan dia merasa kalau Aletta tengah menutupi sesuatu darinya.
"Iya, Na. Cuma lagi berantem aja sama Allyn," alibinya. Padahal jelas-jelas bukan adiknya yang menjadu pelaku.
"Ah elah, ribut terus lo berdua. Nanti baikan lagi," komentar Lana.
"Lo tau sendiri lah," kekeh Aletta.
Dia baik-baik saja, sebelum seseorang yang dia cap sebagai 'pelaku asli' bergabung di meja mereka. Air muka Aletta langsung berubah menjadi dingin. Dengar, dia sudah mengontrol dirinya, namun tak bisa.
"Hai?" sapa Sakti dengan ramah.
"Hai juga," balas Lana.
Sakti mengernyitkan keningnya ketika Aletta bersikap acuh tak acuh. Perasaan, kemarin cewek itu fine-fine saja ketika dirinya datang. Lalu, kenapa hari ini dia seolah tak menganggap Sakti ada.
"Ta, ada Sakti nih," ujar Lana berniat menggoda. Aletta tak menggubris. Dia hanya melirik sekilas, lalu kembali menyantap mie ayam pesanannya.
"Dia kenapa?" Sakti bertanya pada Lana dengan pelan.
Mengendikkan bahu, Lana menjawab. "Nggak tau, dari tadi pagi juga gitu," katanya.
Sakti berpikir keras. Apakah ada kesalahan yang sudah dia lakukan sampai cewek itu bersikap seperti sebelumnya. Namun, dia tidak tahu. Ingin bertanya pada Aletta tetapi cewek itu sama sekali tak melihat ke arahnya.
"Letta...," panggil Dito. Duduk di sebelah Aletta dan tanpa ragu merangkul pundak cewek itu seolah akrab. Aletta langsung menoleh.
"Lepas To," desis Aletta, dingin. Matanya menatap Dito tak suka. Dan ketika dia hendak bangkit dari duduknya, kedua matanya bersibobrok dengan Sakti kerehanan akan sikapnya.
Semua cowok itu sama
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Semua cowok itu sama? Benar, nggak? Atau kamu punya alasan sendiri?