"Ayat pertama, 'hukuman bagi pelaku adalah sepuluh kali lipat dari kekacauan yang dibuat'."
[ ♛ ]
Jalanan tampak sepi ditemani lampu-lampu taman yang menyala remang. Cakra bugatti centodieci berwarna putih itu berputar cepat dengan laju di atas seratus kilo meter perjam. Tidak butuh waktu lama, akhirnya Aurel sampai di mansion markas Diamond Black Queen berada.
Gerbang yang menjulang tinggi terbuka sejak awal ia datang, kondisi di dalam sana sudah tampak kacau. Sahutan suara tembakan terdengar nyaring bercampur erangan para korban yang berjatuhan.
Setengah dari paras ayu milik Aurel tertutup oleh topeng, ia berjalan dengan penuh amarah melihat kekacauan yang terjadi. Satu tembakan mulai ia lepaskan, hingga dalam lima menit saja di depannya sudah ada tiga korban bersimpah darah. Tidak terima dengan anggotanya yang mulai kewalahan, setidaknya ada lima pria dewasa ia lawan sendirian.
Tanpa belas kasihan Aurel membunuh para musuhnya. Meski ia harus terluka, setidaknya saat ini anggotanya kembali imbang. Kemarahan Aurel adalah sebuah ancaman besar. Pisau tajam yang sedari tadi ia genggam menewaskan setidaknya sepuluh pria dewasa.
Satu tembakan berhasil Aurel layangkan tepat di jantung musuh yang berjarak sekitar sepuluh meter di depannya. Pisau di tangan kirinya berhasil memutus nadi seorang musuh yang hendak menyerangnya. Secara tidak sengaja sepasang bola mata keluar dari tempatnya yang hanya dibalas kekehan ringan oleh Aurel.
Setidaknya seratus orang penyusup kini telah terkapar dengan gendangan darah yang mencuatkan bau anyir menyebar ke seluruh ruangan. Satu orang tersisa dengan kondisi sekarat dijadikan Aurel sebagai mainan. Seperti biasa, ia suka mengukir logo DBQ di kulit korban yang sedang ia siksa.
“Please, pardon me, aku hanya disuruh. Bunuh saja aku, please don't torture me like this,” pinta musuh yang sedang menjadi mainan Aurel.
“After I'm done painting your damn arm,” balas Aurel acuh.
Laki-laki itu mengerang saat dengan sengaja Aurel menancapkan belati ke dada kirinya. “Lebih baik aku kembalikan jantungmu atau kepalamu? Which gift is more favorable to your boss?” tanya Aurel.
Laki-laki itu sudah tidak mampu lagi menjawab, di menit berikutnya ia menghembuskan nafas terakhir karena Aurel berhasil mengambil jantungnya. Aurel memberikan jantung itu ke Kalandra, ia cukup terkejut saat mendapati luka-luka di tubuh Kalandra. Tidak biasanya pria itu terluka separah ini.
“Obati dulu lukamu, setelah itu urus semua bangkai menyebalkan ini,” titah Aurel.
Iris gelap milik Aurel menyisir seluruh ruangan. Semua anggotanya telah mendapatkan perawatan saat ini, beberapa anggotanya yang gugur juga akan segera dimakamkan. Malam ini setidaknya ada sepuluh anggota Diamond Black Queen yang gugur, sementara semua para penyusup yang menyerang markas berhasil dikalahkan tanpa ada sisa.
Aurel menaiki lift untuk menuju ke ruangannya, ia harus membersihkan dirinya dan mengganti pakaiannya yang telah berlimpah darah. Setengah jam kemudian ia kembali ke aula untuk melakukan rapat bersama anggota yang tersisa sebelum mengadakan upacara pemakaman bagi para anggotanya yang telah gugur.
Ada sekitar dua ribu anggota di hadapan Aurel sekarang, di sampingnya Kalandra selaku tangan kanan yang biasa ia percaya juga ikut hadir. Seluruh ruangan yang tadi berserakan telah dibersihkan, begitu pula anggota-anggota yang mengalami luka-luka telah diobati.
“Saya sudah mengetahui siapa dalang dibalik penyerangan ini. I’ve also found out who has betrayed here. Saya beri kesempatan untuk menyerahkan diri atau akan dihukum sesuai peraturan yang berlaku,” urai Aurel.
Tidak ada yang menyerahkan diri, semuanya tertunduk takut melihat Aurel yang seperti malaikat maut untuk saat ini.
“One … two … “ Aurel mulai menghitung membuat salah seorang pria berusia empat puluh tahun keluar dari barisan.
Senyum miring tercetak di paras ayu milik Aurel. “Sepuluh nyawa, harus dibayar dengan seratus nyawa,” papar Aurel tegas.
“Pardon me, Queen.”
Aurel memberi kode pada bodyguard yang berjaga untuk membawa pria itu. Dua orang pria berbadan kekar langsung menggeretnya menuju ruang eksekusi. Sejenak Aurel memberikan amanat pada anggotanya, ia kembali menegaskan apa saja hukuman yang akan mereka dapatkan jika mereka telah berkhianat.
“As per article ten of the treason chapter. Ayat pertama, hukuman bagi pelaku adalah sepuluh kali lipat dari kekacauan yang dibuat. No matter what your fucking position in here, setiap penghianat akan dipastikan hancur beserta keluarga dan orang terdekat,” ucap Aurel mengingatkan para anggotanya.
“Jangan kalian pikir saya tidak tahu apa saja yang kalian lakukan. So think again if you want to fucking with me.”
Aurel pergi meninggalkan rapat karena selanjutnya akan diurus oleh Kalandra. Saat ini ia akan membereskan pria yang baru saja membuat kerusuhan di markasnya. Pria itu saat ini telah dipasung di ruangan nomor seratus delapan puluh, tidak ada pemberontakan yang ia buat. Melihat kedatangan Aurel membuatnya kembali bersikap sempurna.
“Bradley, don't you have anything to say?” selidik Aurel berdiri di hadapan pria itu.
“Saya melakukan ini semua karena Brielle.” Aurel terkekeh sinis.
“Bukankah saya sudah bilang jika ada yang tidak terima dengan kematian Brielle bisa menghadap ke saya langsung?”
Bradley tidak menjawab, ia menunduk takut mulai merutuki kebodohannya. Sebenarnya ia hanya dihasut, tawaran dari wanita licik itu ditambah cinta butanya pada Brielle membuatnya bodoh.
“Sebutkan seratus nyawa sebagai ganti kekacauan yang kamu buat hari ini,” titah Aurel.
“I’m terribly sorry, I beg for your pardon, Queen. Jangan bunuh orang terdekat saya yang tidak bersalah, bunuh saya saja,” mohon Bradley.
“I'll definitely fuck do that, Bradley. Tapi kamu tetap harus membayar kekacauan yang ada. Setidaknya saya hanya meminta bayaran untuk nyawa yang hilang, tidak beserta anggota yang terluka,” ucap Aurel.
“It’s my mistake, and I’ll be responsible for this,” sesal Bradley tulus.
“My members aren't cowards. Jadi, kamu ingin dieksekusi sendiri atau bersama bayaran untuk saya nanti?” tawar Aurel.
“Queen saya mohon, I’ll do whatever it takes to make up for my mistakes. Saya siap menjadi budak anda jika perlu,” balas Bradley mencoba menegosiasi.
“Saya tidak sudi memiliki budak seorang penghianat,” sindir Aurel.
“Selesai upacara pemakaman dilaksanakan mereka akan tiba,” sambung Aurel pergi meninggalkan Bradley.
· · • • • ✤ • • • · ·
Aurel tiba di mansionnya sekitar jam empat pagi. Seluruh badannya terasa remuk meski hatinya cukup gembira karena berhasil memenuhi gairahnya malam ini. Aurel memasuki mansionnya disambut beberapa pelayan yang sedang bertugas. Ia menaiki lift guna pegi ke kamar untuk istirahat.
Pagi memang sebentar lagi akan menyapa, tapi gadis itu baru saja terlelap bahkan masih mengenakan sepatu dan pakaian yang belum diganti. Rasanya seperti baru memejamkan mata, Audrey telah mengusik mimpi yang baru ia selami.
“Aurealia, let’s get up!” teriak Audrey yang memekikkan telinga.
“I don't want to go to school for today,” sahut Aurel yang masih menutup mata.
“Bukankah kemarin aku sudah mewanti-wantimu untuk tidak langsung eksekusi malam itu juga?” gertak Audrey kesal.
Tidak ada sahutan dari Aurel, gadis itu kembali terlelap dalam tidurnya.
“Aurealia! Tidakkah kamu ingat jika kita tidak memiliki banyak waktu untuk saat ini? Cepat selesaikan semuanya jika kamu sudah tidak ingin berangkat ke sekolah,” omel Audrey menarik selimut yang Aurel kenakan.
Aurel hanya menggumam kecil. “Wake up, Aurel!”
Mau tidak mau Aurel harus keluar dari mimpinya. Dinginnya air yang mulai menyapa berhasil membuat Aurel benar-benar terjaga. Setengah jam kemudian dia telah siap dengan seragam sekolah yang melekat di badan.
“Dia mulai curiga, Rel. berhati-hatilah,” pesan Audrey saat Aurel hendak pergi ke sekolah.