Keesokan paginya, setelah mengakhiri shift malamnya, Jungkook segera pergi ke ICU dengan langkah terburu-buru. Namun, pemandangan yang menyambutnya membuat jantungnya berdebar kencang. Seorang perawat sedang merapikan ranjang yang ditiduri Kapten Kim sebelumnya. Ranjang itu terlihat bersih dan kosong, seolah tidak pernah ada pasien di sana.
"Di mana Kim Seokjin?" Jungkook bertanya kepada salah seorang perawat yang sedang bertugas, suaranya sedikit panik.
Perawat itu menoleh, tersenyum ramah. "Pasien Tuan Kim sudah tidak apa-apa, Dokter Jeon. Dia terus-terusan bilang lapar, mau makan. Setelah diperiksa Dokter Cha Li, dia sudah dipindahkan ke kamar rawat biasa."
Senyum seketika mengembang di balik wajah Jungkook yang tertutup masker. Rasa lega yang luar biasa membanjiri hatinya. "Oh, baik. Terima kasih," ucapnya. Tanpa membuang waktu, ia segera berbalik, langkahnya kini ringan dan penuh semangat, menuju kamar rawat biasa untuk menemui kekasihnya.
💉
Jika Jungkook sedang mencari Kapten Kim di ICU, maka di tempat lain, Kim Seok-Ra masih pulas di ruang kerja Profesor Namjoon. Posisi tidurnya belum berubah sejak semalam, kepalanya masih bertumpu pada lengan sofa, kelelahan setelah seharian penuh kecemasan.
Tidak berapa lama kemudian, ia terbangun perlahan. Matanya mengerjap, menyesuaikan diri dengan cahaya redup yang masuk dari celah tirai. Ia mengerjapkan matanya, menyadari bahwa ia sendirian. Kehangatan yang menyelimuti tubuhnya menarik perhatian. Ia melihat jas Profesor Namjoon yang menutupi tubuhnya.
💉
Kapten Kim duduk santai di ranjangnya, dengan lahap memakan buah. Di meja samping ranjang tergeletak sebuah buket mawar segar dan sekotak buah-buahan lain. Sepertinya kedua barang ini adalah kiriman dari tim Satuan Penyerbu Harimau, sebuah ucapan selamat datang kembali.
Ia sedang mengunyah blueberry dengan cepat, pipinya menggembung hingga tampak seperti hamster, ketika pintu kamar dibuka dengan cepat.
Brukkk!
Pintu ditutup kembali dengan suara keras. Kapten Kim menoleh kaget, blueberry masih memenuhi mulutnya. Jungkook berdiri di sana, napasnya sedikit terengah, matanya memancarkan rasa lega bercampur kesal.
"Kim Seokjin, siapa yang menyuruhmu keluar dari ICU?" Tegur Jungkook sedikit galak, melipat tangannya di dada.
Kapten Kim buru-buru menelan blueberry di dalam mulutnya baru menjawab, "Aku benar-benar sangat lapar." Raut wajahnya tampak mengenaskan, seperti anak kecil yang tertangkap basah.
Jungkook tidak berkata apa-apa lagi. Ia melempar tas selempangnya ke sofa kecil di dekat pintu, lalu berjalan ke ujung ranjang, mengambil rekam medis Kapten Kim yang tergantung di sana. Matanya menelusuri catatan-catatan tersebut dengan teliti.
"Memang tidak masalah apa pun. Operasinya sangat sukses. Bahkan sudah bisa makan blueberry," kata Jungkook setelah membaca catatan itu.
Kapten Kim memasukkan empat buah blueberry sekaligus ke dalam mulutnya, lalu berusaha menelannya sekaligus, sebelum kemudian berkata, "Aku sudah 24 jam lebih tidak makan, tidak tertahankan lagi." Raut mukanya tampak sangat kasihan. Ia lalu memasukkan dua butir blueberry ke dalam mulutnya lagi, seolah takut akan direbut.
"Baiklah," kata Jungkook sambil menggantungkan kembali catatan medis Kapten Kim ke ujung ranjang. "Kau sudah bisa tenang. Semua baik-baik saja sekarang." Ia kemudian duduk di pinggir ranjang, menatap Kapten Kim dengan pandangan lembut.
Kapten Kim menjawab dengan mulut penuh, "Kaulah yang sudah bisa tenang sekarang."
Jungkook tersenyum manis, namun mendadak wajahnya berubah menjadi galak. "Tetapi, hari ini kau masih belum boleh makan ini semua."
Kapten Kim cepat-cepat memasukkan blueberry ke dalam mulutnya lagi, mencoba menghabiskannya sebelum dilarang.
"Seokjin, kau hanya boleh makan makanan cair," Jungkook merebut beberapa butir blueberry yang masih tersisa di tangan pria itu. "Aku buatkan bubur dari bubuk teratai yang kita bawa kemarin ya?" Suaranya melembut, penuh perhatian.
Namun mendadak Kapten Kim berubah menjadi manja. "Aku tidak ingin makan itu, tidak enak. Aku ingin......"
"Kau ingin makan apa?" tanya Jungkook penuh perhatian, mendekatkan wajahnya.
"Aku... aku ingin makan itu...." Kapten Kim berbisik di telinga Jungkook penuh harap.
💉
Jungkook berlari memasuki toko buah pertama yang terletak di dekat rumah sakit, napasnya sedikit terengah.
"Ahjumma. Ada semangka tidak?" tanyanya, penuh harap.
"Habis," jawab sang ahjumma, menggeleng.
"Terima kasih," ucap Jungkook, bergegas berlari keluar lagi.
Ia lalu masuk ke toko berikutnya, tidak menyerah. "Ahjussi, ada semangka?"
"Habis," jawab ahjussi di toko itu, membuat Jungkook sedikit frustrasi.
"Lain kali jual lebih banyak," ucap Jungkook sambil berlari keluar, sedikit merajuk.
Di toko ketiga, begitu masuk, mata Jungkook langsung berbinar. Ia sudah melihat deretan buah semangka yang dipajang di rak buah. Dengan napas terengah, ia langsung memilih dengan cara mengetuk-ngetuk satu per satu buah tersebut. Jika ketukannya menghasilkan suara penuh dan berat, berarti semangka sudah matang sempurna dengan banyak air. Sebaliknya, jika suara nyaring dan bergetar saat diketuk, menunjukkan bahwa buah itu mungkin belum matang sepenuhnya.
"Aku mau semangka yang paling besar ini," Jungkook memberitahu pemilik toko sambil menyerahkan sebuah semangka yang dipilihnya dengan teliti itu.
"Mau dipotong atau tidak?" tanya pemilik toko.
"Ya, potongkan untukku. Terima kasih," sahut Jungkook.
"Baik. Tunggu sebentar," jawab pemilik toko, mulai memotong semangka.
Jungkook dengan sabar menunggu semangkanya dipotong-potong, kemudian ditaruh di sebuah kotak plastik. Setelah itu, ia membayar dan buru-buru berlari kembali ke rumah sakit, senyum lebar terukir di wajahnya. Kapten Kim pasti senang!
💉
Ceklek.....
Profesor Namjoon membuka pintu ruangannya dengan senyum lebar saat melihat Kim Seok-Ra sedang duduk menunggunya.
"Kim Seokjin sudah bangun," katanya, langsung menyampaikan kabar baik.
Senyum Kim Seok-Ra yang jarang terlihat seketika mengembang lebar. Kebahagiaan memancar dari matanya. Ia menaruh jas Profesor Namjoon yang dipeluknya barusan begitu saja di atas sofa dan langsung beranjak, tak sabar ingin segera menemui adiknya.
"Ayo, aku antar kamu ke kamarnya," ucap Profesor Namjoon.
Kim Seok-Ra mengangguk senang, langkahnya terasa lebih ringan, mengikuti Profesor Namjoon keluar dari ruangan.
💉
Jungkook dengan telaten menyuapi Kapten Kim, sesekali membersihkan sisa air di sudut bibir pria itu.
"Enak," ucap Kapten Kim sembari mengunyah semangka yang rasanya sangat manis dan banyak airnya itu, matanya berbinar senang.
"Sudah puas sekarang?" tanya Jungkook lembut, menatap Kapten Kim dengan senyum penuh kasih sayang.
Kapten Kim mengangguk senang, seperti anak kecil yang baru saja diberi permen.
"Masih mau?" tanya Jungkook.
"Mau," jawab Kapten Kim tanpa ragu.
"Satu potong lagi saja, ya. Kau sudah makan terlalu banyak. Seharusnya belum boleh, apalagi perutmu kosong 24 jam lebih," Jungkook mencoba membatasi.
Meskipun enggan, Kapten Kim mengiyakan juga, tahu bahwa Jungkook melakukan ini demi kebaikannya.
"Seok-Ra noona," sapa Jungkook ketika Kim Seok-Ra berjalan mendekati ranjang dengan senyum tipis menghiasi wajahnya. Di belakangnya, Profesor Namjoon masuk dan berdiri di ambang pintu, tersenyum melihat interaksi Kapten Kim dan Jungkook.
"Kenapa ini? Setelah operasi berubah jadi anak-anak?" tanya Kim Seok-Ra yang melihat Jungkook menyuapi adiknya. Ia lalu duduk di pinggir ranjang, di dekat kaki Kapten Kim.
"Ck... Bagaimana kau bisa berkata demikian?" protes Kapten Kim, cemberut. "Aku adalah adikmu yang tampan dan lucu."
Jungkook menunduk, tidak bisa menahan tawanya. Profesor Namjoon di ambang pintu juga terkekeh pelan.
Kim Seok-Ra yang awalnya menampilkan wajah datar juga ikut tertawa. "Oke. Bisa menggunakan kata 'tampan' dan 'lucu' berarti operasi Dokter Kepala Kim sangat sukses."
Kapten Kim mengangguk, puas dengan pujian itu.
"Sekarang dia sangat pintar bermanja-manja," Jungkook memberitahu Kim Seok-Ra.
"Benarkah?" ujar Kim Seok-Ra, ia lalu menatap Kapten Kim dengan pandangan penuh sayang. "Operasinya sudah berhasil. Jaga diri baik-baik. Istirahat yang baik. Pulih lebih cepat."
Kapten Kim mengangguk sembari tangannya terulur mengambil sepotong semangka dari pangkuan Jungkook.
Jungkook langsung menahan tangan Kapten Kim dan mengambil kembali garpu yang tertancap sepotong semangka di ujungnya, "Ckkk... Jangan makan banyak-banyak. Ini, potongan terakhir, ya."
"Sehaus ini?" Kim Seok-Ra bertanya kepada adiknya, sedikit terkejut melihat nafsu makannya.
"Sudah 24 jam lebih belum makan, aku..." Kalimat Kapten Kim terputus, karena ia cepat-cepat memakan semangka yang disodorkan Jungkook, tidak ingin ada penundaan lagi.
💉
Di ruang kerja yang biasanya hanya diisi oleh Kapten Kim dan dirinya, Wakil Kapten Min kini berdiri di depan whiteboard, sibuk menuliskan coretan-coretan rencana. Di belakangnya, Polisi Soobin, Polisi Taehyun, dan Jung Bo-Ram memperhatikan dengan wajah serius.
Selesai menulis, Wakil Kapten Min berbalik dan berkata kepada ketiga orang itu, "Aku jelaskan dulu pengaturan tugas beberapa hari ini. Aku dan Bo-Ram akan memasak. Aku sudah bilang pada ahjumma yang di kantin, dia akan beli sayur berdasarkan bahan-bahan resepku. Nanti aku dan Bo-Ram bergantian memasak makanan bergizi untuk Kapten Kim." Ia menjelaskan dengan detail, penuh keseriusan.
"Baik," sahut Jung Bo-Ram.
"Jika demikian, aku dan Soobin melakukan apa?" tanya Polisi Taehyun.
"Kalian berdua bergantian menyetir, antar makanan ke rumah sakit. Sekalian tanya juga dan lihat apa ada yang perlu dibeli atau dibawa. Kalian harus ingat, Dokter Jeon dan Seok-Ra noona keduanya sibuk, jangan sampai mengganggu pekerjaan mereka," jelas Wakil Kapten Min dengan tegas.
"Siap!" Polisi Soobin, Polisi Taehyun, dan Jung Bo-Ram menjawab berbarengan, menunjukkan kesiapan mereka.
"Baik, kita bergerak terpisah. Bubar!" kata Wakil Kapten Min, mengakhiri rapat singkat itu.
"Siap!" mereka semua menyahut serempak, lalu segera bergerak sesuai tugas masing-masing, semangat untuk membantu pemulihan Kapten Kim.
🚔🚔🚔
"Air setengah panci ini cukup tidak?" Jungkook bertanya kepada Jimin yang sedang asyik bermain game di ponselnya. Ia ingin memasak sup untuk Kapten Kim, namun tidak mengerti caranya.
"Good," ucap Jimin dengan mata fokus pada game-nya, tanpa menoleh sedikit pun.
Mendengar jawaban itu, Jungkook kemudian mengambil sebatang daun bawang dan bertanya lagi, "Daun bawangnya dipotong-potong?"
"Excellent," Jimin menjawab, matanya masih tetap fokus pada layar ponselnya.
"Jimin-ssi, bisakah kau lebih serius?" protes Jungkook, sedikit kesal sambil mulai memotong daun bawang.
"Unbelievable!" Tiba-tiba Jimin berseru keras, kaget dengan sesuatu di game-nya.
"Huh!" Jungkook menoleh, menunggu penjelasan.
"Aku sudah sangat serius. Aku sambil main game masih harus memandumu memasak," ujar Jimin, akhirnya mengangkat kepala sedikit, memandang Jungkook dengan wajah tidak berdosa.
Tring... Tring.....
Ponsel Jungkook berdering. Ia buru-buru mengangkatnya karena melihat nama Kim Seok-Ra tertera di layar.
"Yeoboseyo," sapanya.
"Seok-Ra noona." Suara Jungkook langsung berubah panik. "Oh... baik, baik. Aku segera ke sana!" sahutnya sambil terburu-buru melepaskan celemeknya.
Jimin mengangkat kepalanya ketika mendengar nada suara Jungkook yang terdengar panik dan cemas.
"Seokjin demam. Aku... aku harus segera ke rumah sakit," Jungkook memberitahu Jimin, suaranya tercekat. "Urusan di sini kau yang selesaikan."
"Aku yang selesaikan?" seru Jimin kaget, matanya membelalak horor menatap panci sup di atas kompor yang masih berisi bahan-bahan mentah. "Aku tidak bisa selesaikan seorang diri!"
"Aku... aku akan cari orang membantumu menyelesaikannya," sahut Jungkook, suaranya tergesa-gesa. Entah siapa yang akan dicarinya, yang penting sekarang bisa membuat Jimin tetap tinggal dulu. Ia lalu asal melempar celemeknya ke tubuh Jimin sambil berlari keluar dapur. "Ini, ambil!"
"Tidak, aku..... heiiii!" kata-kata Jimin terputus karena Jungkook sudah menghilang, meninggalkan dirinya sendirian dengan misi memasak sup yang entah bagaimana nasibnya.
💉
Ting... Tong.....
Bunyi bel pintu rumah Jungkook terdengar. Wakil Kapten Min memencetnya.
Ceklek....
Jimin yang membuka pintu, tampak terkejut saat melihat sosok Wakil Kapten Min berdiri di hadapannya. Demikian juga Wakil Kapten Min, tidak kalah terkejutnya. Sejenak, keduanya terpaku di tempat, saling membelalakkan mata, canggung oleh pertemuan tak terduga ini.
Jimin yang akhirnya memecahkan kecanggungan itu. "Jungkook minta kau datang mengajariku memasak sup?" tanyanya, suaranya masih sedikit terkejut.
"Dia cuma bilang masak sup, tidak bilang mengajari siapa," sahut Wakil Kapten Min, menggaruk kepalanya.
"Kau cepatlah masuk. Sup sudah menunggu bantuanmu," ujar Jimin kaku, menunjuk ke dalam.
"Oh..." Wakil Kapten Min buru-buru masuk. Sampai di dapur, ia terperangah melihat pemandangan di depannya. Dapur itu sudah seperti kapal pecah, panci dan alat masak berserakan, bahan makanan tercecer di sana-sini.
"Aku sudah... semampuku," ucap Jimin malu, pipinya sedikit merona. "Sisanya kuserahkan padamu."
Wakil Kapten Min tersenyum tipis dan langsung melipat lengan kemejanya. Ia kemudian mulai mengajari Jimin dengan serius, seolah lupa dengan kekacauan di sekelilingnya.
"Pertama, kau harus tambah..." kata-kata Wakil Kapten Min terhenti, karena saat ia menoleh, Jimin ternyata hanya berdiri diam seperti sedang melamun, pandangannya kosong.
"Umh...." Jimin buru-buru bersikap seolah hendak belajar memasak, salah tingkah karena ketahuan melamun.
Wakil Kapten Min kemudian mengulang kata-katanya lagi, "Pertama, kau harus masukkan air yang cukup ke dalam panci. Setelah air cukup, masukkan potongan ayam ke dalamnya." Ia memperagakan dengan memasukkan ayam ke dalam panci. "Lalu... tambahkan sedikit ginseng. Saat seperti ini, gunakan api besar, rebus 30 menit. Lalu, gunakan api sedang, rebus lagi 30 menit. Kemudian, tambahkan jamur shitake dan akar astragalus, lalu rebus lagi 30 menit. Semua ini adalah cara yang diajarkan Kapten Kim pada kami."
"Repot sekali," ujar Jimin, mengernyit. "Kalau mau sup, tinggal beli saja di luar."
"Beli di luar tidak bagus. Bahannya tidak bagus dan juga banyak MSG," Wakil Kapten Min berkata serius, nada suaranya tegas. "Minyak wijen taruh di mana?"
"Wijen..." Jimin melihat-lihat deretan lemari gantung di atas. "Sepertinya di lemari itu seingatku." Ia kemudian membuka lemari tersebut, namun rak yang cukup tinggi itu membuatnya tidak bisa melihat jelas barang-barang yang ditaruh di situ. "Di sana," ia berusaha mengambilnya namun tidak sampai.
Wakil Kapten Min berdiri di belakang Jimin, cukup dekat. Ia lalu berjinjit dan mengulurkan tangannya, mengambil botol minyak wijen yang berada di rak paling atas.
Ketika Jimin berbalik, ia langsung berhadapan dengan Wakil Kapten Min dengan posisi yang sangat dekat sekali. Aroma rempah dan wangi sabun Wakil Kapten Min menyeruak. Mata mereka bertemu, hanya berjarak beberapa inci. Keheningan tiba-tiba menyelimuti dapur, seolah waktu berhenti berputar. Tatapan mereka terkunci, ada kilatan tak terduga yang melintas di antara keduanya, semacam kejutan listrik yang halus.
Saat keduanya sama-sama tersadar, rona merah menjalar di pipi mereka, dan mereka menjadi salah tingkah serta canggung luar biasa.
"Kau... kau... kau tunggu di ruang duduk saja. Nanti aku yang bereskan," ucap Wakil Kapten Min gagap, segera menjauhkan diri.
"Oke," sahut Jimin tidak kalah gugupnya. Ia langsung berjalan cepat keluar dapur, jantungnya berdebar tak karuan.
Beberapa saat kemudian, ketika mencium wangi menggoda dari dapur, Jimin mengendap-endap mengintip. Terlihat Wakil Kapten Min sedang memindahkan panci yang mengepulkan asap dari kompor ke atas meja. Tidak tahan dengan godaan aroma itu, ia pun masuk ke dapur.
"Heol! Harum sekali," ucap Jimin kagum sambil mendekatkan hidungnya ke panci, menghirup aroma sup yang lezat.
"Taruh sedikit garam," kata Wakil Kapten Min sembari memasukkan sedikit garam ke dalam sup. "Agak tawar. Kapten Kim tidak makan terlalu asin."
Jimin kembali mendekatkan hidungnya ke panci, penasaran.
"Bagaimana? Kelihatannya lumayan, 'kan?" tanya Wakil Kapten Min, menanti penilaian.
Jimin mengangguk, matanya berbinar.
Wakil Kapten Min lalu mengambil sendok dan sebuah mangkuk kecil untuk mencicipi sup masakannya itu. Ia menyendok sedikit, lalu meniupnya perlahan sebelum mencicipi. Slurrpp...
"Bagaimana?" tanya Jimin penasaran, tak sabar ingin tahu.
"Asinnya pas," ucap Wakil Kapten Min senang, senyum puas terukir di wajahnya.
"Aku... aku juga ingin coba," pinta Jimin, matanya tertuju pada sup.
Wakil Kapten Min segera menyendokkan sedikit untuk Jimin coba.
"Tunggu, tunggu...." seru Wakil Kapten Min saat Jimin dengan tidak sabar mendekatkan mulutnya. Ia meniup dulu sup di sendok itu, memastikan tidak terlalu panas.
"Hati-hati panas," ujar Wakil Kapten Min seraya mendekatkan sendok ke mulut Jimin.
Slurppp....
"Bagaimana?" tanya Wakil Kapten Min, cemas menunggu tanggapan.
"Agak panas tapi enak," sahut Jimin, matanya memejam menikmati rasa.
"Lumayan, 'kan?" ucap Wakil Kapten Min senang mendengar pujian Jimin.
Tiba-tiba, keduanya serempak tersadar bahwa mereka telah menggunakan sendok yang sama. Itu berarti mereka telah berciuman secara tidak langsung. Wajah keduanya memerah padam dan salah tingkah, suasana di dapur menjadi canggung seketika.
"Itu, ra... rasanya pas, 'kan?" Wakil Kapten Min berusaha memecahkan kecanggungan yang ada, suaranya sedikit gugup.
"Lu... lumayan," sahut Jimin, tidak kalah gugupnya. "Ma... masakanmu boleh juga. Cepat antar ke rumah sakit."
"Betul, betul, betul," sahut Wakil Kapten Min, menyetujui dengan cepat.
"Kim Seokjin demam. Jungkook masih menjaganya di sana," Jimin memberitahu pria itu.
"Betul katamu," sahut Wakil Kapten Min buru-buru memasukkan sup ke dalam termos, gerakannya menjadi lebih sigap.
🌬
🌬
🌬
🌬
🌬
🌬
T B C
AAAARRRGGGGHHHHHH..........
Jinkook nyanyi Jamais Vu bersama Jhope di Hope On The Stage Final.
Setelah sekian lama, akhirnya liat mereka bersama di panggung lagi.
Kucing yang hilang telah kembali juga. Yoonggiiiiii sudah ditemukan 😂.
BTS is back. Senang banget liat OT7 kumpul hari ini di Hots 💃💃💃.
What a happy day 💃💃💃💃💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜
🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀
Jangan lupa votenya 🙏. Borahae🫰💜
Terima kasih sudah membaca buku
ini, yeorobun 🫶
**Semua properti foto bukan milik author. Credit kembali kepada pemilik foto.**
💜💜💜💜💜💜💜