by: Mikkun
"... uh," ucap gadis itu pelan. "... aneh, apelku dimana, yah?"
Baru saja sang gadis tengah mencari dimana apel yang tadinya ia bawa berada, mendadak salah satu siswa di kelas menghampirinya. "... permisi," ucap lelaki itu. "Maaf, tapi apa ini punyamu?"
Sebuah bayangan kecil yang kelihatan seperti burung nampak mengintip dari balik bahu sang lelaki, bayangan itu membawa sebuah apel dengan kedua tangan kecilnya yang juga bayangan, "Maaf!"
Sang gadis diam sejenak, kemudian langsung tersenyum lebar, "... ah. Tidak, tidak apa-apa, kok! Ambil saja apelnya kalau kau mau!"
Lelaki itu terdiam, tapi bayangannya sudah langsung makan. "Oi, jangan dimakan," tegur lelaki itu, tapi diabaikan. "... maafkan aku, yah. Dia memang suka sekali dengan benda itu."
Gadis itu menggeleng sambil tersenyum. "Tenang saja, tidak masalah," ucapnya. "Aku kebetulan dapat saat tadi perjalanan kemari, salahku juga menaruh sembarangan. Ahaha, omong-omong, namaku (Name) (Surname)!"
"... Fumikage Tokoyami," ucap lelaki itu pelan. "Sekali lagi maaf, dan terimakasih."
"Tidak masalah..." (Name) meyakinkan dengan senyumnya. "... kalau kau mau, besok-besok aku bisa bawa lebih."
"Tidak, aku gak mau merepotkanmu."
"Gak apa-apa, kok!" gadis itu kemudian diams ejenak. "Ah, ya sudah, sampai nanti, Fumikage-san!"
Tokoyami diam saja selagi melihat sang gadis berlari pergi. "... Dark Shadow," gumam lelaki itu pelan. "... kurasa apa yang kau katakan soal gadis itu benar..."
***
"... (Surname), Tokoyami," panggil Aizawa saat para siswa kelas 1-A tengah berkumpul untuk latihan di traing camp pada hari kedua. "Kalian akan berlatih bersama di dalam gua di sana itu. Quirk [Shadow Control] (Surname) mungkin akan seimbang kalau dipasangkan dengan [Dark Shadow] Tokoyami."
Aku terdiam, "Maksud sensei... kita harus bertarung, gitu?"
Aizawa mengangguk, kemudian dia kelihatan agak malas. "Quirk kalian berdua akan lebih susah dikendalikan di tengah kegelapan, jadi kalian akan bertarung di dalam gua itu," ucap Aizawa sambil menunjuk sebuah gua yang sangat gelap. "Kata Ragdoll dengan begitu kalian akan bisa jadi pawang satu sama lain."
Aku diam sejenak, kemudian aku dan Tokoyami pun bertatapan.
"... bisa aku serahkan pada kalian, kan?"
Aku mengangguk, "Ya! Serahkan saja pada kami. Aku akan berjuang sebisaku, Fumikage-san...!"
Tokoyami agak menunduk, "... ya."
***
"... ini bukan traing camp, tapi neraka-_-" komentar Mina saat dia memasuki kamar dan langsung pingsan di atas futon miliknya. "Aah, belum lagi setelah ini masih akan ada latihan tambahan dari Aizawa-sensei!! Mati aku, bisa-bisa!"
"Ahaha, sabar, Mina-chan," ucapku sambil tersenyum tipis. "Tapi sebenarnya memang agak melelahkan, yah..."
"Oh? Tanganmu kenapa diperban, (Name)?" mendadak Jiro bertanya, membuatku terdiam. "Luka saat latihan, tadi?"
Aku diam sejenak, kemudian tertawa kecil, "Ahaha, tidak. Ini gak ada apa-apanya kalau dibandingkan dengan latihan kalian, kan...?"
"Heei, ayo kita cepat mandi!" ucap Mina memotong sambil tersenyum lebar. "Aku sudah mulai lapar nih, kalian juga, kan?"
Aku mengangguk, "Iya, ayo cepat!"
"Apa lukamu gak akan kenapa-kenapa?" Jiro masih saja bertanya pelan.
"Tidak apa-apa, kok! Ini bukan masalah besar!" ucapku sambil tersenyum lebar. "Oh iya, tadi Aizawa-sensei kayaknya bilang sesuatu soal kalau telat kumpul jadi gak dapet makanan..."
"Oh iya, belum lagi kita mesti bikin makannya sendiri!!" Uraraka juga berucap.
"Aaah! Ayo cepetan mandi!!" langsung panik semuanya dan rebutan ke kamar mandi. Waktu yang Aizawa dan juga para Wild Wild Pussycat berikan untuk istirahat, latihan, dan lainnya cukup ketat...
***
Baru saja mengecek bawaanku, aku langsung membeku. "... (Name), kenapa lama?" panggil Jiro sambil nunggu. "Apa ada masalah?"
"A-Ahaha, gak apa-apa kok, Jiro-kun!" ucapku sambil tersenyum. "Ah, aku ke kamar dulu sebentar, yah."
"Eeh? Kenapa?" tanya Jiro kaget, tapi aku sudah keburu pergi. "Cepetan, (Name)! Nanti kena hukuman!"
"Jangan diingetin!" balasku, walau bilang mau ke kamar, baru saja aku keluar, mendadak aku langsung berhadapan dengan Tokoyami yang nampaknya juga baru keluar dari area pemandian laki-laki. "Ah, selmaat sore, Fumikage-san!"
Tokoyami diam sejenak, kemudian tak sengaja melihat bagian lenganku dan langsung saja menunduk, "... maafkan aku."
"E-Eh?! Soal luka di tanganku!? Tidak, tidak apa-apa, kok!" ucapku sambil tersenyum. "Tidak masalah, justru aku senang karena bisa membantumu berlatih. Lagipula... nampaknya Dark Shadow sudah mengambil kontrol akan dirimu sepenuhnya, jadi aku gak menyalahkanmu..."
"... maaf," ucap Dark Shadow yang mengintip dari balik bahu Tokoyami.
"Tidak ada masalah, kok!" ucapku sambil tersenyum dan mengelus kepala Dark Shadow, membuat Tokoyami membeku dan Dark Shadow malah keenakan. Dasar burung. "... oh iya! Aku mau ngambil sabun, jadi kelupaan! Maaf yah, Fumikage-san, sampai nanti!"
"Eh, tunggu," panggil Tokoyami, aku pun terdiam. "Kau cari sabun? Pakai ini saja."
Aku menatap sabun cari yang Tokoyami ulurkan, "Seriusan? Tapi ini masih banyak, lho! Kau sudah gak mau memakainya...?"
"Ya, kayaknya gak cocok denganku deh, sabunnya," gumam Tokoyami. "Pakai saja, aku masih bawa yang lainnya."
Aku tersenyum lebar, "Terimakasih banyak, Fumikage-san! Ayo latihan bersama lagi besok!"
Tokoyami diam sejenak, "... aku akan coba mengendalikan Dark Shadow..."
Aku mengangguk, "Ya, ayo kita bertiga berjuang..."
***
"... Katsuki," panggilku pelan. "Kalau memang tidak bisa membuat api dengan ledakan, jangan dipaksakan."
"Pasti bisa, Sialan!" Bakugou bersikeras dan masih saja coba meledakan ranting-ranting yang mestinya jadi api untuk membuat makan malam kami, tapi gagal terus. "Sial!"
Aku mendesah pelan, kemudian berjongkok di sebelah Bakugou dan menjentikan jariku, dua batu terdekat pun saling bergesekan dan sebuah percikan mulai muncul. Aku terus menggerakan bayangan kedua batu supaya mereka terus bergesekan, sampai akhirnya...
"Berhasil!" ucap Sero. "Yoosh, kau memang hebat, (Name)-san!"
Aku tertawa kecil, "... dulu ayah suka mengajakku kamping dan naik gunung, sih. Kadang malah bareng dengan Katsuki. Tapi kau masih belum bisa menyalakan api dengan cara manual?"
"Berisik! Aku cuman malas kalau kelamaan, tahu!" seru Bakugou kesal, dia kemudian mengacungkan pisau padaku. "Sana potong-potong saja!"
"Santuy, elah. Mataku ketusuk, nanti-_-" gumamku pelan, aku kemudian berjalan ke arah meja dan mulai potong-potong segala macam bumbu yang ada sementara Bakugou ribut dengan Sero dan anggota lainnya soal siapa yang paling bisa masak nasi.
Saat aku sedang memotong itu, mendadak Tokoyami pun muncul di sebelahku dan ikutan motong-motong bahan yang ada. "... kau sudah sering kamping begini?" tanya Tokoyami, yang kupahami hanya sekadar basa-basi saja. "Pantas kelihatannya sudah biasa."
"Yah, begitulah! Dulu ayah suka membawaku mendaki dan kamping, sayangnya setelah dia meninggal aku sudah gak pernah melakukannya!" ucapku sambil tersenyum lebar.
"... maaf menyinggung hal itu lagi."
"Ahaha, jangan khawatir!" aku hanya tertawa pelan. "... ayah agak mirip denganmu..."
Tokoyami diam sejenak, "... oh?"
"Ya, makanan kesukaannya itu juga apel," ucapku sambil tertawa kecil mengingat sosok ayahku. "Dia suka tempat yang bagi beberapa orang itu menyeramkan, seleranya akan hal-hal berbau kegelapan itulah yang mungkin membuatku juga jadi agak suka hal-hal seram... ahaha."
Tokoyami masih terdiam, dia kemudian menunduk sedikit, "... terimakasih karena sudah memotongnya. Akan kukerjakan sisanya, kau sudah cukup banyak membantu kami."
"Eh?" ucapku. "Tapi, nasinya—"
"Bakugou, sudah kubilang jangan sebanyak itu! Jadinya meluap kan, tuh!"
"... tuh kan? Sampai nanti, Fumikage-san!" aku berjalan ke arah tim yang lagi repot itu. "Nasinya kenapa lagi?"
"Tempatnya gak muat buat nasi dan air sebanyak itu, tuh!"
"Bukan salahku! Siapa suruh tempatnya kekecilan!?"
Selagi mengurus semua itu, aku gak menyadari Tokoyami yang dari tadi diam saja tengah memperhatikanku.
***
"... hari ini latihan kalian masih akan sama," jelas Aizawa di hari ketiga, jelas sekali semalam beliau gak tidur, kantung matanya makin kelihatan. "... oh iya, (Surname), tanganmu sudah baik saja?"
"Oh, ini?" ucapnya sambil menatap perban di lengannya yang masih belum beres, gadis itu kemudian tertawa kecil. "Jangan khawatir! Cuman bekas cakaran kecil saja, kok! Aku akan baik-baik saja, Aizawa-sensei!"
"Huh, terserah kalau memang kau memaksakan," gumam Aizawa pelan. "... kalau lukanya memburuk, langsung menyerah saja. Ketahui kapan saatnya mundur, (Surname)..."
"Ya, tenang saja!" sang gadis tertawa pelan. "... bayangku gak akan terpengaruh degan luka kecil ini..."
"... sebaiknya jangan memaksakan dirimu," ucap Tokoyami mendadak, membuat sang gadis terdiam. "Kalau sudah tidak kuat katakan saja, aku tidak tahu apa bisa mengendalikannya, tapi Dark Shadow akan berusaha sebisanya..."
"Maaf!" ucap Dark Shadow lagi.
"... baiklah, itu saja," ucap Aizawa sambil berjalan menjauh. "Ayo ke posisi masing-masing, semuanya! Kita mulai latihan lagi!"
Setelah semuanya bubar lagi, (Name) menghampiri Tokoyami dan berjalan di sebelah lelaki itu. "Fumikage-san," panggil (Name) pelan. "Terimakasih banyak, yah!"
Tokoyami terdiam, dia gak paham kenapa (Name) berterimakasih. Apa dia sudah pernah melakukan sesuatu yang benar-benar berarti bagi gadis ini? Tokoyami sendiri gak paham.
"Tidak apa," gumam Tokoyami akhirnya. "Tapi kenapa kau terus berterimakasih, sih?"
Sang gadis hanya tersenyum saja, "Tidak apa-apa! Ayo cepat latihan lagi, aku jadi semangat sekali, nih!"
Tokoyami masih saja gak paham cara hidup dan jalan pikiran (Name)...
"Omong-omong aku bawa ini untuk kalian berdua," lanjut sang gadis sambil menyodorkan dua buah apel pada Tokoyami. "Ahaha, maaf jadi sering begini... tapi kata Mandalay ada sisa dari kemarin, jadi dia berikan saja padamu..."
Tokoyami diam sejena, tapi kemudian menerima apel tersebut, sementara Dark Shadow sudah menyambarnya dari tadi, "Terimaksih..."
... tapi dia beryukur dan senang (Name) pernah setidaknya menjadi bagian dari hidupnya.
***
"Eh, (Name)-chan?" panggil Mina mendadak saat kami tengah mengarah ke lapangan untuk makan malam. "Rasanya baumu ini... aku pernah menciumnya di suatu tempat?"
"Iya, baumu berbeda, padalah sabun kita kayaknya sama," komentar Uraraka, kayaknya mereka gabut banget sampe ngafalin bau orang. "Kan, kita beli sabun sama obat nyamuk bareng..."
"Betul sekali, bau (Name) ini..." ucap Asui pelan. "... kok baumu sama dengan bau Tokoyami-san, ribbit?"
Aku terdiam sejenak, "Ah? Sepertinya sabun kami sama, deh. Baunya enak saja bagiku..."
"Iya yah," komentar Mina sambil kembali mengendusnya. "Kapan-kapan aku akan beli juga, ah!"
"Jangan," ucapku tajam, membuat semua siswi terdiam. "... ahaha, maksudnya jangan repot-repot! Kalau kau memang suka baunya, kau bisa pakai punyaku saja!"
Mina diam sejenak, kemudian menggelengkan kepalanya, "Tidak, tidak! Kau saja yang pakai, setelah kupikir lagi, mungkin memang kalian jodoh, yaah... ehehe, aku tidak mau mengganggu hubungan kalian."
"Apa sih, Mina-chan!?" ucapku sambil tertawa kecil. "... ah, yang lainnya sudah nunggu. Apa kita kelamaan keluar, kali yah?"
"Siapa suruh pake mandi dulu-_-?" gumam Uraraka mempertanyakan teman-temannya.
Baru saja kita membicarakan mengenai Tokoyami, mendadak sosok lelaki itu dan juga Dark Shadow muncul, nampaknya mereka juga baru keluar dari dalam penginapan. "(Surname)-san," panggil Tokoyami, membuatku menoleh ke arahnya.
"... ah, Fumikage-san!" sapaku saat melihat sosok Tokoyami itu. "Selamat sore! Bagaimana Dark Shadow setelah latihan tadi? Baik saja, kan?"
Tokoyami mengangguk, "Iya, dia baik saja... oh iya—"
"Aah, (Name)-chan! Kami duluan, yah!" seru Mina mendadak sambil mendorong siswi-siswi lainnya supaya jalan duluan. "Kalian berdua ngobrol saja di sana dulu! Sampai nanti!"
Melihat tingkah aneh Mina, aku hanya bisa diam saja. "... Fumikage-san," panggilku setelah beberapa saat. "Tadi mau bilang apa?"
"Ah, Dark Shadow mau berterimakasih atas apel yang kau berikan tadi," ucapnya, dia kemudian menunduk. "... dan sekali lagi maaf aku malah melukaimu. Aku terus melakukan itu, dan... aku benar-benar merasa bersalah."
Aku menyembunyikan kedua lenganku—yang kini diperban dua-duanya—dan tertawa pelan, "Tidak apa-apa, kok! Namanya juga berlatih, jadi tidak masalah...!"
"Tetap saja," ucap Tokoyami pelan. "... aku melukaimu, dan aku gak bisa memaafkan diriku sendiri karena hal ini..."
Aku hanya tersenyum melihat Tokoyami yang menunduk karena merasa bersalah itu. "Sudah kubilang tidak masalah," ucapku pelan, aku kemudian mengusap kepala Tokoyamis sekali, dan buru-buru beralih pada Dark Shadow. "Soalnya tiap kali dekat denganmu saja, aku sudah merasa senang... walau terluka sekalipun, aku gak masalah, asalkan aku bisa membantumu dengan sesuatu."
Merasakan tadi tanganku menyentuh kepalanya, Tokoyami membeku, kemudian buru-buru menunduk dan mengalihkan pandangan juga wajahnya dariku. "... baiklah, kalau begitu," gumam Tokoyami pelan. "... mungkin setelah selesai kamp, kita masih bisa... berlatih?"
"Tentu saja!" ucapku semangat. "Terimakasih banyak, Fumikage-san! Nah, ayo cepetan masak, takut Katsuki jadi ada kejadian kayak kemarin!"
Sambil berucap begitu, aku langsung menyambar tangan Tokoyami dan agak berlari menuju ke arah kelompok kami. Aku bisa merasakan Tokoyami agak menegang saat aku menyentuhnya, tapi perlahan dia membiarkan saja...
***
"Kita akan ada aktivitas malam?" ucapku agak kaget saat mendengar pengumuman itu. "... uh, apa kalian yakin?"
"Ya! Bukankah uji nyali itu adalah tujuan dari semua aktivitas kamp ini!?" seru Mina semangat. "... iya kan, Kawan-Kawan!?"
Aku diam sejenak, kemudian menunduk sedikit, "... tapi, tetap saja aku agak..."
"... kegilaan dalam kegelapan," gumam Tokoyami pelan sambil menunduk dan mojok, membuatku mengangguk.
"... kau benar, Fumikage-san..." ucapku pelan smabil ikut mojok.
"... apa yang kalian bicarakan, sih?" Midoriya bertanya-tanya karena dia gak pernah memahami betapa bahayanya Quirk kami di dalam kegelapan malam begini. "Kompak banget, lagi..."
"Ya sudah! Ayo kita bagi tim saja!" seru salah satu siswa. "Karena dikurangi lima siswa, jadinya kelas A pas 16 siswa, kan?! Ayo diundi!"
***
"... (Surname)-san," panggil Shoji pelan, membuatku menoleh ke arah lelaki itu. "Kau baik saja? Sepertinya ada sesuatu dalam pikiranmu...?"
Aku diam sejenak, kemudian buru-buru menggeleng dan tersenyum, "Ti-Tidak apa-apa! Aku hanya merasa agak waspada saja... katanya kelas B akan coba mengagetkan kita... dan aku gak bisa lengah atau Quirk-ku bisa lepas begitu saja..."
"... ah," gumam Shoji paham. "Separah apa Quirk-mu kalau lepas?"
Aku terdiam selama beberapa saat, "Kalau sampai lepas kendali, semua bayangan di sekitarku akan berkumpul dalam kendaliku, dan itu bisa saja menyebabkan kerusakan besar. Terlebih kalau di sekitarku ada makhluk hidup dan bayangannya berkumpul dalam kendaliku, dan aku hilang fokus sejenak saja, maka dia bisa mati."
Shoji langsung terdiam juga, "... kita jelas gak mengingkan hal itu."
"Tentu saja!" ucapku sambil tersenyum. "Tapi... aku juga khawatir soal keadaan Fumikage-san... kalau dia lepas kendali, bisa saja dia menyebabkan dirinya terluka, dan itu..."
Aku tidak melanjutkan, dan Shoji nampaknya paham. "(Surname)-san," panggil Shoji lagi. "... kau menyukai Tokoyami, yah?"
Mendengarkan pertanyaan Shoji, aku terdiam. "... apa yang kau katakan, sih!?" ucapku sambil tersenyum setelah beberapa saat.
Bodoh! Kata 'suka' gak bisa menggambarkan apa yang kurasakan padanya... jangan asal bicara...
"Dia itu temanku dan sudah melakukan sangat banyak hal untukku! Jadi aku—"
"AAAAAARGHHH!!"
Kami langsung saja membeku saat mendengar suara teriakan dari belakang kami, refleks kami pun menoleh dan melihat bahwa sesosok lelaki tengah berdiri di belakang kami. Tidak berdiri, lebih tepatnya... agak merangkak dan menggunakan giginya untuk mencapai ke arah kami.
Aku membeku, dan langsung paham situasinya, Villain!
"(Name)!" seruan Tokoyami memasuki telingaku saat aku agak terbengong menatap Villain itu. "Awas!"
Aku akhirnya sadar kalau lelaki tadi tengah melancarkan serangan ke arah Shoji menggunakan giginya itu, dan aku pun refleks mendorong Shoji ke samping dan mendorong bayangannya sekalian.
Baru saja aku hendak menggunakan Quirk-ku untuk menghentikan serangannya, dia sudah lebih cepat dariku. Salah satu giginya menusuk lenganku di bagian dimana perban masih terlilit. Aku menggemertakan gigiku, "Ukh!"
"(Surname)!"
***
"... (Name)-chan! Kau baik saja!?" seru Uraraka mendadak, membuat kesadaranku nyaris kembali. "(Name)-chan! Kau tidak apa-apa, kan!?"
Dengan amat perlahan aku coba membuka mataku, kemudian meringis pelan merasakan seluruh tubuhku sakit. Aku dapat melihat samar-samar wajah Ururaka, kemudian perlahan ingatan mengenai yang terjadi sebelum aku hilang kesadaran muncul...
... eh, sejak kapan aku hilang kesadaran?
"Uraraka-san!" ucapku sambil buru-buru duduk. "... a-apa yang terjadi?!"
"Kau pingsan," jawab Uraraka walau sudah jelas. "Jadi Shoji membawamu kemari bersama Deku..."
Aku diam sejenak, "... aku melukai seseorang...?"
Uraraka diam sejenak, kemudian memandang Asui. Asui juga diam, kemudian menunduk. "Tidak," akhirnya Shoji yang menjawab. "Midoriya berhasil membuat rencana yang bagus. Dia menggunakan Dark Shadow untuk mengalahkan Moonfish, setelah itu memanfaatkan Quirk-mu untuk menenangkan Dark Shadow. Setelah itu Bakugou menyalakan ledakan dan menenangkan kalian berdua sepenuhnya..."
Aku diam lagi, Aku gak melukai atau menyerang... Fumikage, kan!?
"... eh," ucapku akhirnya sadar sesuatu. "Mana Katsuki dan Fumikage-san, kalau begitu?"
"Tadi dia di belakang—" ucapan Todoroki terhenti saat dia menoleh dan tidak ada siapa-siapa. "... apa!?"
"Kalian mencari mereka?" sebuah suara terdengar, kami pun mendongak dan melihat sesosok Villain lainnya tengah berdiri di atas dahan pohon. "Sayang sekali mereka ini tidak pantas ada di pihak Hero, dengan trik sulapku, aku akan membawa mereka ke panggung yang lebih megah."
"LEPASKAN MEREKA!!" seru Midoriya sampai dia sendiri agak serak.
"... dia benar," ucapku pelan. "Kembalikan dia!"
"Ah, sayang sekali..." ucap lelaki itu, dia kemudian berbalik dan mendadak meluncur pergi.
Aku menggemertakan gigiku, walau begitu aku tidak bisa menghentikannya karena seluruh tubuhku masih sakit sekali. "Kita harus mengejar dia!" seruku, aku kemudian mencoba bangkit, dan nyaris saja jatuh.
"Ta-Tapi, luka kalian..." ucap Uraraka. "Lagipula bagaimana mengejarnya?"
"... aku hanya bisa memuat satu orang," gumamku pelan. "Aku akan pergi duluan, kalian carilah caranya mengejar lelaki itu!"
Aku langsung menghampiri pohon terdekat, kemudian berlutut di dekat bayangannya, lalu menyatu dengan bayangan itu dan berpindah... ke bayangan orang lain.
***
"... berikan. Dia. Sekarang!" seru gadis itu sambil mengepalkan tangannya, membuat semua bayangan yang ada di area itu terdiam, beserta tubuh semua orang di sana. Walau seluruh tubuh sang gadis sakit dan ikut kaku, tapi dia tidak melepaskan jeratan bayangannya. "Atau kau memilih untuk tiada bersama bayanganmu...?"
"U-Uh... tubuhku..." ucap seorang gadis di pasukan Aliansi Villian. "... Q-Quirk-nya mirip Stain-sama...!"
"Masa bodoh dengan Stain," ucap gadis itu dingin dan tajam, dia kemudian mengangkat satu tangannya dan mendadak tiga buah batu berujung tajam terangkat dari tempat mereka di tanah karena sang gadis dan mengarah pada Mr. Compress. "...... lepaskan."
Mata Midoriya melebar, gadis itu nampak jauh berbeda dengan gadis yang biasanya dia temui. "(Name)-san! He-Hentikan!" seru Midoriya. "Kau bisa—"
"Aku gak minta pendapatmu," potong sang gadis tajam, dia kemudian fokus lagi pada para Villain. "... cepat."
Dengan tangan amat bergetar, Mr. Compress melepaskan dua bola yang tengah ia pegang di tangannya, satu bola adalah Tokoyami, namun bola kedua malah berupa es-es milik Todoroki. Sedetik setelah dia melakukan hal itu, mendadak sang gadis ambruk ke belakang.
"... syukurlah..." gumam sang gadis. "... aku sudah selesai."
"Di-Dimana Bakugou yang asli!?" seru Shoji saat Tokoyami merangkak menjauh dari para Villain.
Mr. Comress tertawa pelan, kemudian menjulurkan lidahnya dan menujukan bola yang asli, yang berisi Bakugou. Apa yang terjadi selanjutnya gak begitu jelas bagi (Name), yang ia tahu adalah Tokoyami selamat, sementara Bakugou tidak.
... Katsuki tertangkap, tapi aku tetap bersyukur... ucap sang gadis dalam hati, dan dia pun kehilangan kesadarannya. Setidaknya itu bukan Tokoyami...
***
"... Fumikage-san," ucapku pada sosok yang tengah tiduran di kasur rumah sakit. "Selamat siang! Maaf mengganggu, yah..."
"Tidak apa," jawab Tokoyami. "Ah... aku sudah dengar soal apa yang terjadi selama training camp... kau tidak apa-apa?"
Aku tertawa kecil, "Tidak apa-apa, aku sudah biasa pingsan kalau kehilangan kontrol akan Quirk-ku! Gak masalah!"
Tokoyami diam sejenak, "Terimakasih karena menyelamatkanku."
"Tidak masalah, kok! Lagipula aku gak akan pernah membiarkan siapapun menyentuhmu, Fumikage-san..." ucapku tajam, aku lalu tersenyum lebar. "... karena kau itu orang yang sangat berarti dalam hidupku!"
"... maaf, tapi memangnya apa yang sudah kulakukan untukmu, sih?"
Aku tertawa kecil. "Kau mungkin gak ingat, tapi aku sendiri gak mungkin lupa..." ucapku sambil menunduk. "... ahaha, kubilang kau sangat mirip dengan ayahku, bukan? Saat dia meninggal... hanya dengan melihat kelakuanmu saja, itu sudah sangat membantuku..."
Tokoyami diam sejenak, "... jadi itu karena aku mirip ayahmu?"
"Awalnya aku menganggap begitu! Soalnya saat aku diterima di Yuuei, ayah malah keburu meninggal... tapi saat bertemu denganmu di hari pertama, aku langsung merasa makin bersemangat dan aku sudah berjanji akan berjuang untukmu dan ayahku di alam sana! Terlebih lagi, kau juga sangat banyak membantuku selama di Yuuei!"
Tokoyami masih saja diam, "... jadi..."
"Aku menyukaimu!"
Sekali lagi, sosok—berbulu—hitam itu diam, kemudian berdiri dari tempat tidurnya dan berjalan pergi. "... (Surname)-san, nampaknya yang sakit di sini bukan aku tapi kau, yah?" ucap Tokoyami. "Mau kupanggilkan dokter? Aku yakin kepalamu terbentur sesuatu waktu menolongku kemarin..."
"Jahatnya, aku jujur, lho!" ucapku sambil tertawa kecil. "Aku ingin bisa terus bersamamu, Fumikage-san... awalnya aku memang berjuang untukmu karena terbayang ayah, tapi perlahan aku sadar bahwa aku mencintai ayah dan mencitaimu dengan cara berbeda... itulah sebabnya aku bilang aku menyukaimu..."
Tokoyami memunggungiku, "... uh, tidak mungkin kau menyukaiku... apa kau mengigau atau sedang sakit? Hal itu gak mungkin, (Surname)... apa yang salah denganmu, sih?"
Aku masih tersenyum, "Aku salah karena mencintaimu, kurasa!"
Tokoyami diam sejenak, kemudian menunduk. "... aku gak tahu," gumam lelaki itu. "Kau sudah sangat baik padaku dan Dark Shadow... aku bahkan gak tahu apa yang kurasakan padamu ini..."
"Suka!" kuak Dark Shadow. "Itu suka!"
"Diamlah," perintah Tokoyami, lelaki itu kemudian makin menunduk. "... tapi kurasa memang benar, aku mungkin juga... menyukaimu. Aku gak begitu paham, tapi memang tiap kau di dekatku aku merasa lebih nyaman... awalnya kupikir itu karena kita sama-sama memiliki Quirk yang namanya shadow, tapi setelahnya aku sadar... perasaanku mungkin gak bisa bicara, tapi mulutku bisa menyuarakan yang aku rasakan..."
Tokoyami diam sejenak, kemudian akhirnya berbalik padaku dan menyentuh dadanya.
"... dan yang aku rasakan itu adalah rasa nyaman yang menyenangkan tiap aku dekat denganmu. Aku... juga menyukaimu."
Aku tersenyum makin lebar, "Aku sangat senang mendengarnya! Kau gak akan tahu sebahagia apa aku sekarang, Fumikage-san!"
Saking bahagianya aku ingin sekali menyimpanmu untuk diriku seorang dan gak membiarkan orang lain menyentuhmu...
... aku gak mau kejadian yang menimpa ayah menimpamu juga... aku akan melindungimu bagaimanapun caranya... tidak akan kubiarkan siapapun merebutmu dariku...
... selamanya...
Bonus:
"Fumi-kun!" panggilan dari (Name) yang sejujurnya agak memalukan itu membuat Tokoyami langsung menoleh kepada sang gadis, dan mendadak lelaki itu merasakan sesuatu mengenai bagian paruhnya.
"(Na-Name)!" ucap lelaki itu agak kaget, sementara (Name) hanya memegangi mulutnya dengan tampang gak berdosa.
"... di luar dugaanku, paruhmu cukup lembut..." gumam sang gadis, dia kemudian tersenyum pada Tokoyami. "Terimakasih untuk ciuman pertamanya, Fumi-kun..."
Tokoyami masih membeku dengan kaget, sementara siswa lainnya lebih kaget lagi.
"... lain kali," gumam Aizawa dingin. "Melakukannya jangan pas aku lagi di dalam kelas. Jijik-_-"
"Ahaha! Maaf, maaf!" ucap sang gadis, dia kemudian tersenyum lagi pada Tokoyami yang lagi megangin paruhnya dengan gelagapan. ... aku ingin melakukannya lagi kapan-kapan~