Dor!
"Arghh."
Seorang pria berjas rapi memegang perutnya yang terkena tembakan, dia berlutut dilantai menahan sakit. Ia mendongak menatap seorang gadis yang menangis didalam cekalan seorang pria kekar.
"STOP!" ucap gadis itu tapi tak dihiraukan oleh pelaku penembakan itu.
"Diem bocah ingusan!" Perintah orang yang membawa senjata api itu.
"Hah~ sebenernya gue ga tega buat hancurin lo, tapi lo yang udah mulai. Jadi, gue ga bakal diem," ucap pria itu berjalan mengelilingi lelaki yang ditembak nya tadi.
"Hah hah, gue ga sengaja waktu itu," ucapnya menahan sakit diperutnya yang kian menyiksa. Darah segar mengalir membasahi baju dan lantai.
Penembak itu jongkok didepannya, mendongakkan kepalanya dengan senjata api itu.
"Apa lo bilang? Ga sengaja?" Tanya nya dan beralih memegang dagunya dengan tangan kiri.
"Lo yang udah nabrak istri gue dan lo bilang ga sengaja? GA SENGAJA GIMANA DISAAT ISTRI GUE JALAN SENDIRI LO NABRAK GITU AJA BANGSAT!" penembak itu sudah kehabisan kesabaran.
Sedangkan lelaki yang terkena tembakan itu terengah-engah, wajahnya berubah menjadi pucat karena darah yang terus keluar. Gadis didalam cekalan pria terus menangis dan memberontak sampai tenaganya habis untuk sekedar melepaskan cekalan itu.
"GUE BENER GA LIAT! Saat itu ada cahaya yang memancar ke wajah gue, gue jadi ga bisa liat didepan ada apa aja," jelas lelaki itu.
"Cih! Harusnya lo bertanggung jawab, TAPI KENAPA LO KABUR HAH?!"
"IYA GUE TAU GUE SALAH! Gue gatau kalo gue nabrak orang," jelasnya lagi tapi tak dihiraukan penembak itu.
"Dasar alasan! Nyawa harus dibayar dengan nyawa. Dan kematian harus dibayar dengan kematian." Ucapnya dengan senyum miringnya.
Penembak itu menoleh menatap sang gadis, "Udah siap nona?"
Gadis itu menggeleng pelan, masih dengan menangis hebat.
Dor
"JANGAN!"
"KAKAK!"
Silva bangun dari tidurnya dengan nafas memburu, selalu saja mimpi buruk itu terputar kembali. Dia benci mimpi ini sangat benci.
Kejadian dua tahun yang lalu terputar didalam mimpinya, kejadian yang seharusnya dilupakan tapi terus terputar dengan sendirinya.
"Hiks hiks, kakak, Silva kangen. Kenapa Kakak ninggalin Silva? Silva kesepian kak, Silva sedih," ucapnya memukul dadanya berharap sesak itu berkurang.
***
Hari Minggu adalah hari untuk bermalas-malasan bagi yang malas. Tapi tidak dengan Zena, dia sekarang bersepeda mengelilingi taman kota. Cuaca yang cerah menambah kesegaran dipagi hari ini."Pak, bubur ayamnya satu ya," pesan Zena kepada bapak penjual minuman serta bubur ayam. Dia mengambil Aqua dan meminumnya.
Lumayan capek ternyata, dari rumah menuju taman kota yang tidak terlalu dekat. Memang dia sengaja tidak sarapan dirumah karena dia ingin sarapan ditempat yang sejuk ini.
Sambil menunggu pesanannya, Zena menghubungi Nara untuk menyusul dirinya. Karena rumah Nara dekat dengan posisinya saat ini.
"Zena!"
"Sini, Ra!" Terlihat Nara mendekat ke arah Zena. Dia hanya jalan kaki karena cukup dekat dari rumahnya.
"Udah sarapan belum, Ra?" Tanya Zena.

KAMU SEDANG MEMBACA
Accidental' (END)
Teen FictionFollow dan beri vote nya! "Ekhem! Bagaimana kelanjutannya?" Tanya Reza kepada pihak keluarga Leo "Sesuai kedatangan ku kemari Reza, putraku akan bertanggung jawab," jawab Bram dengan yakin Leo terus saja mencuri pandang pada Zena yang menundukkan ke...