抖阴社区

29. Raka pulang

4.8K 251 0
                                        

Seminggu ini Renna tidak ada kabar, ia sudah mencoba menghubungi semua keluarganya tetapi tidak ada yang bisa dihubungi. Raka terus saja memaksa kepada Leo untuk mendapatkan liburan untuk dia pulang ke Jakarta memastikan bahwa Rena tidak terjadi apa-apa.

"Ayolah Le, cuma tiga hari," Raka terus bernegosiasi kepada Leo karena Leo hanya memberikan 2 hari untuk Raka.

"Ya udah tapi tiga hari itu lo harus udah sampe di sini lagi," Leo menatap Raka yang terlihat benar-benar stress.

Leo menjadi iba pada Raka sepertinya jika Leo berada di posisi Raka dia akan sama sepertinya. Leo menghela nafas panjang.

"Oke gue kasih 5 hari nanti gue minta bantuan Fariz untuk ngerjain proyek kita," Raka mendongak menatap Raka dan langsung menghampirinya memeluk Leo.

"Makasih, makasih lo emang benar-benar sahabat gue," Raka saat ini sangat senang.

Leo menepuk pundak Raka, "ya sama-sama."

"Woi kalian pada ngapain!?" Fariz yang baru saja masuk ke dalam ruangan Leo kaget melihat mereka berdua berpelukan.

"Jangan bilang kalian... astaga," Fariz tidak menyangka dengan apa yang dilihatnya.

"Heh jangan mikir macam-macam lo! Lima hari ke depan Raka bakal libur. Jadi, lo harus bantuin gue," ucap Leo dan duduk di kursi kebesarannya lagi.

Fariz menatap tajam Leo, kenapa dirinya harus dibawa-bawa, "Kenapa gue?"

"Lo sahabat kita bukan?" Tanya Raka tiba-tiba membuat Fariz menghela nafas pasrah dan mengangguk.

"Nah gitu."

"Emang lo ngapain libur sampe lima hari?" Tanya Fariz pada Raka yang saat ini sedang mengotak-atik ponselnya untuk memesan tiket pesawat.

"Kepo lo!" Jawab Raka tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel.

"Oh gitu, lo sahabat gue bukan?" Fariz membalik pertanyaan Raka tadi.

"Pacar dia marah bro," jawab Leo.

"Bukan marah ya, dia nggak ada kabar jadi gue harus balik," jawab Raka dengan lesu.

Fariz menepuk pundak Raka berusaha memberi kekuatan kepada sahabatnya itu, "Gue yakin dia gapapa."

***

Sore yang cerah ini ini memberikan kesempatan kepada Raka untuk pulang ke tanah kelahirannya. Di bandara saat menunggu jadwal penerbangan, ia tak henti-hentinya memikirkan apa yang terjadi pada Renna. Tidak biasanya dia seperti itu, apalagi sampai satu minggu lamanya.

Tiba-tiba terdengar suara jika jadwal penerbangan Raka diundur 4 jam kemudian. Astaga, ia harus berbuat apa sekarang. Sangat menyebalkan.

"Akh kenapa mesti delay sih?!" Ingin balik ke rumah tapi nanggung juga, lebih baik dirinya pergi ke cafe terdekat sekedar melepas lelahnya.

"Lo kemana sih, Ren? Gue tau lo ga akan berkhianat, gue percaya sama lo. Jangan hancurin kepercayaan gue," diperjalanan Raka menuju cafe dirinya berguman sendiri.

Sampai dicafe, disana lumayan sepi. Tepat sekali, Raka hanya ingin sendiri sekarang. Raka menyenderkan kepalanya pada senderan sofa, memejamkan matanya menikmati pusing di kepalanya.

Sedangkan dilain sisi, seorang gadis tertawa terbahak-bahak disebuah ruangan bernuansa hitam legam. Dia tidak sendiri, ia bersama kedua pria dan seorang wanita. Ya, empat orang itu terlihat bahagia.

"Kasian juga dia, ahahah," ucap seorang gadis dengan tawanya.

"Cape gue ketawa mulu, ayo lah kita susun rencana," ucap seorang pria dengan senyum miringnya.

"Gue ada rencana bagus," pria dengan kaos hitam itu tersenyum sinis.

Ke tiga orang lainnya menatap bingung, apa rencana orang itu?

Mereka berempat berdiskusi untuk memberikan sebuah kejutan untuk seseorang, semua orang didalam sana terlihat begitu bahagia. Membuat seseorang menderita adalah kebahagiaan mereka, apalagi orang itu orang terdekatnya.

***

"Mas, maaf mas tidak boleh tidur disini," seorang karyawan membangunkan Raka yang tertidur disofa cafe tadi.

Raka mengucek matanya dan membenarkan duduknya, "Maaf mas," Raka melihat jam yang melingkar ditangannya dan ia membulatkan matanya.

Ia buru-buru bangkit tapi ditahan oleh karyawan tadi, "Eh mas-" belum sempat selesai berbicara, sudah disela Raka

"Apa sih mas?! Mas mas mulu, gue bukan emas," Raka menatap kesal pada pria didepannya itu

"Belum bayar," Raka melihat gelas yang masih berisi setengah dimeja yang didudukinya tadi. Ia menghampiri gelas itu dan meneguknya hingga tandas.

"Nih!" Raka memberikan satu lembar uang seratusan pada karyawan tadi dan berlari menuju bandara karena 10 menit lagi ia akan take off.

"Eh- alah biarin deh daripada marah-marah nanti," karyawan tadi ingin memberikan kembalian karena uangnya kelebihan.

Raka terus berlari menyusuri jalan yang lumayan ramai dan hari juga sudah petang. Tapi tak menghalangi semangat Raka untuk cepat sampai di Jakarta.

***

"Woi, orangnya udah take off sekarang!" Ucap seorang gadis pada telepon genggamnya yang melihat seseorang sudah memasuki pesawat.

"Yaudah cepet lo ikutin dia," jawab seorang dari seberang telepon.

"Y," gadis itu tergesa memakai masker dan topinya mengikuti incarannya tadi.

Selama kurang lebih 16 jam diudara, akhirnya Raka sampai di bandara Soekarno-Hatta. Sangat lelah walaupun cuma duduk.

Raka merasa ada yang aneh semenjak dirinya menaiki pesawat seperti ada orang yang mengikutinya. Setiap Raka menengok kebelakang tidak ada orang yang mencurigakan. Tapi dirinya merasa ada yang mengikutinya, ia memesan taksi dan menunjukkan alamat rumahnya.

"Jalan Anggrek nomor 45 ya, Pak," ucap Raka saat sudah memasuki mobil.

"Iya," Raka mengernyit heran sepertinya suara bapak itu sedang tidak baik-baik saja.

"Bapak flu ya?" Raka menengok sedikit untuk melihat wajah sopir karena bapak itu memakai topi dan masker, tidak biasanya sopir seperti itu.

"Iya," Raka semakin dibuat bingung, sopir taksi itu sangat dingin. Rasanya ingin sekali Raka tendang, Raka menghela nafas panjang dan menyenderkan punggungnya.

Diperjalanan Raka terus memikirkan Rena tapi dia juga senang karena sebentar lagi dia akan mengetahui kabar Rena secara langsung. Tanpa sadar Raka tersenyum tipis, sopir taksi yang melihat Raka tersenyum ikut tersenyum tapi bukan senyum manis, melainkan senyum miringnya.

"Sebentar lagi akan ada kejutan, kawan," batin sopir itu.

Accidental' (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang