Sayangnya, ia kira mendapat restu dapat semudah yang ia kira, namun nyatanya banyak pertanyaan dan syarat yang rumit. Sudah seperti ujian nasional bahkan lomba internasional. Tes militer atau tentara pun juga kalah. Banyak sekali syarat dan daftar yang entah sebenarnya tak dipahami Agni sampai saat ini apa tujuannya itu. Namun, karena Eko yang menyadari keketatan itu, sang Ibu mulai lunak dan mengiyakan restu tersebut.
Banyak sekali masalah yang dihadapi Agni dan Eko untuk bisa menjalin hubungan sah saat ini. Layaknya benang merah yang sempat kusut dan macet untuk dijuntai, namun karena kesabaran untuk melepas ikatan kusut itu, benang merah mereka bisa menjuntai panjang dan mulus sampai sekarang. Tak masalah bagi Agni jika harus mendaki gunung, lewati lembah, menaungi tujuh samudra, asalkan bisa membangun rumah tangga dengan sosok yang baginya sudah cocok dengannya, itu adalah hal yang sudah bisa membuatnya bahagia.
Mas Eko
Sayang, sudah pulang?Panjang umur, orang yang sedang dipikirkan Agni mengirimkan pesan sekarang.
Agni
Sudah😃👍🏻Melihat pesan dari sang istri dari layar ponsel, ia menghela napas lega dengan seulas senyuman di bibirnya.
Mas Eko
Syukurlah, titip Fier di rumah, yaAgni
Siap, sayangMas Eko
Mas Eko reacted ❤️ to "Siap, sayang"Jauh di lubuk hati Agni, ia sangat tenang jika sudah ada sang belahan jiwa di sampingnya atau setidaknya bertukar kabar dan pesan lewat layar ponsel. Selama ada tanda dari Eko, detak jantungnya bisa teratur kembali terkhususnya jika berkunjung ke rumah mertua atau orang tua Eko. Bak di alam kubur. Banyak pertanyaan serta pandangan dari segala arah.
Ia bangga bisa menjadi pegawai suatu perusahaan, namun jika berhadapan dengan pertanyaan soal pekerjaan ia sudah gagap bertatapan dengan nenek tua. Untung saja pernikahan mereka bisa berjalan lancar selama dua puluh tahun lamanya sampai dikaruniai anak perempuan Fier sebagai anak tunggal. Sudah sangat bersyukur baginya jika sudah memiliki buah hati dari pernikahan keduanya. Jika tidak, mungkin kisah mereka akan seperti di film–film. Agni diceraikan dan digantikan dengan wanita lain agar bisa meneruskan keturunan.
"Mah." Fier membuka pintu kamar Agni.
Agni dengan spontan melirik ke arah sumber suara tersebut lalu menunggu sang buah hati berbicara.
"Aku pinjem sunscreen-nya dong, punyaku habis," pinta Fier seiring dengan gesekan jari kepada bibirnya saat memakai lipstik.
"Yaudah nanti mamah beliin," katanya sembari menyodorkan tabir surya ke anaknya tanpa berpikir lama.
Fier pun menerima tabir surya itu namun tidak dengan kata sang Ibu. "Ga usah mah, uang bulanan masih ada," ungkapnya.
"Yaudah kalo gitu... emang buru–buru banget mau ke mana?"
"Kerja kelompok."
"Kerja kelompok doang centil banget," sindir Agni jenaka.
"Yeuh, pake rias gini siapa lagi kalo bukan ajaran mamah," timpalnya.
Agni hanya terkekeh melihat jawaban anaknya yang tak beda jauh sinisnya dengan sang Nenek, namun wajahnya saja terlalu imut.
"Yaudah mah, nanti aku balikin, bye," pamit Fier sebelum menutup pintu di depannya.
Agni hanya menggelengkan kepala melihat tingkah laku sang buah hati sebelum kembali menoleh ke arah ponsel yang bergetar menandakan notifikasi pesan masuk.
Unknown
Permisi Bu Agni... peminjaman sekitar 10.000.000 apa sudah Ibu pikirkan matang–matang?Agni mendengus melihat notifikasi melayang tersebut. Ia terpaksa meminjam uang untuk kebutuhan di rumah yang menurutnya kurang untuk mereka bertiga ditambah dengan gaji supir serta ART-nya. Nominal yang membuat orang lain pingsan, justru dengan enteng Agni minta secara terucap di depan rentenir yang sedang bertanya sekarang.
Agni
Iya pak, mohon bantuannya, terima kasih😊🙏🏻Sesungguhnya ia juga tak terbesit ingin meminjam uang sebanyak itu. Dilihat gaji mereka berdua saja sudah melebihi UMR namun, karena nenek tua yang mengekang mereka. Sehingga pengeluaran sangat amat terbatas. Agni memilih meminjam uang kepada rentenir kenalan dari temannya.
Berat, namun Agni merelakan nyawanya jika memang dia tak sanggup dan terungkap berhutang sebanyak itu kepada orang lain. Mungkinkah dia akan diberi penegasan yang amat membuatnya tertekan, atau akan dibantu, atau bahkan akan diusir dari rumah.
•••
"Fier."
Nama cantik itu keluar dari mulut temannya yang membuat Fier spontan menoleh ke asal suara.
"Kenapa?"
Tangan lihai temannya saat mengaduk kertas untuk kerajinan patung mereka perlahan melambat seiring dengan hela napas mempersiapkan kalimat yang ingin dikeluarkan. "Aku bayar patungan hari lusa, ya?"
Fier tersenyum sebelum menjawab, "santai aja."
"Hehe, biasa Mamakku belum ada uang."
Isabel sebagai sahabat dekat Fier itu bertanya, "Emang Mamakmu kerja apa?"
"Ya... kerja di rumah orang. Tiap hari dibayar ga nentu, tergantung seberapa berat kerjanya."
Fier menyahut. "Memang kayak gitu dibayar berapa?"
Temannya bernama Sari itu terdiam sejenak memikirkan nominal yang kadang ia lihat ibunya sepulang kerja. "Paling kecil biasanya 50 ribu, kalau yang paling berat kerjanya, biasanya sampai 500 ribu."
Fier terbelalak mendengar jawaban temannya itu. "Terus, dengan uang segit-"
"Iya Fier, aku masih bisa makan dan buktinya hidup sampai detik ini."
Fier hanya membeku dan gagap ingin menjawab.
"Kaget, ya? Udah biasa aku mah. Setelah bapakku udah meninggal, semuanya serba mandiri. Untung aku anak terakhir, Abangku udah kerja dan bisa mencukupi kebutuhannya sendiri. Jadi 50 ribu pun cukup untuk berdua sama Mamakku," jelasnya sambil tersenyum di akhir.
Teman–teman yang lain hanya terus berbicara, bertanya, dan semacamnya sedangkan Fier merenung setelah mendengar cerita dari Sari di sampingnya. Ia pun mulai merasa malu. Uang berlembar biru saja, dia sudah mengeluh ke Ibunya. Ternyata ada orang lain yang selalu bersyukur dengan apapun yang didapat.
Namun, disisi lain dia juga bersyukur dilahirkan di keluarga yang berkecukupan secara finansial. Namun, apa ada orang yang ingin sepertinya? Berkecukupan finansial tapi tidak dengan kebahagiaan? Fier sendiri kadang bersyukur masih ada Ayah dan Ibu yang senantiasa menunjukkan kasih sayangnya. Namun, Fier sendiri merasa kesepian. Hanya sekedar kabar dan uang yang selalu ia terima. Kata manis lewat SMS atau WhatsApp tak mempan bagi dirinya yang perlu bicara mendalam atau lebih dekat dengan orang tuanya. Kadang dengan uang pun tak bisa mencukupi segala kebutuhan termasuk kebutuhan untuk bahagia.
"Fier? Kamu gapapa?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Red Strings (Family Edition)
Fanfiction"Kamu enak Fi, kebutuhan tercukupi." "Iya, Na. Tapi aku iri sama kamu yang kasih sayang lebih tercukupi." Kedua saudari gadis SMA yang selalu menempel layaknya permen karet walaupun Ibu mereka tidak sedarah. Saling membantu satu sama lain, berbincan...
Fier.
Mulai dari awal