抖阴社区

                                    

"Ga heran, orang kota."

Seiring gowesan kakinya terhadap pedal, ia terus mengamati mobil tersebut yang perlahan semakin kabur dari pandangannya.

"Tumben ada orang kota ke sini, beda plat nomor lagi."

Kana menganggap bahwa mungkin itu hanya tamu dari tetangganya, atau desa selain desa yang ia tempati. Namun, Kana terus bertanya ke dirinya sendiri karena terlalu serius mengamati mobil tersebut, seperti ada sesuatu yang berkaitan dengannya nanti sepulang sekolah. Akankah istirahatnya akan tenang atau ada sesuatu yang baru menanti di rumah? ia juga tidak tahu.

Tapi, yang pasti sekarang ia sudah jauh dari keberadaan Mbak Sri yang selalu membuatnya waspada. Tidak lucu kalau Mbak Sri suka dengan Kana. Astaga jangan sampai ada kaum lesbi di sekolah Kana, masih banyak laki-laki yang menarik, tidak mungkin Kana suka perempuan, apalagi Mbak Sri.

•••

Ajeng
Kamu jadi ke sini?

Agni
Otw, mbak

Agni menghela napas di dalam mobil hitamnya yang sejuk di hari yang sangat terik kali ini. Kursi penumpang di belakang diisi Fier yang sudah tertidur pulas ditemani jajanan di kursi sampingnya. Sedangkan sang suami fokus melihat arah jalan ke desa sang Kakak. Sudah lama tidak bertemu sang Kakak perempuannya, ia sungguh tidak sabar melihat perawakan kembarannya yang berbeda Ibu itu.

"Mbak Ajeng udah kamu WA?" tanya Eko saat tengah menyetir. Kemudian Agni mengangguk sebagai jawaban.

"Ini di desa, sempit dong jalannya. Parkirnya di mana?" tambah Eko.

Agni dengan cepat menjawab, "Tenang aja, halaman depan rumah Mbak Ajeng luas kok. Dua mobil bahkan cukup." Mendengar jawaban tersebut, Eko pun menggangguk paham dan kembali fokus ke jalanan.

Suasana lama yang tak Agni rasakan setelah pindah ke kota bersama Eko menjalani kehidupan di sana, serta kejadian masa lalu yang membuat mereka harus pisah dari tempat lama dan pergi melanjutkan kehidupan rumah tangga yang jaraknya sangat jauh. Membuat Agni rindu masa ia sering bermain ke sawah bersama kakaknya sewaktu masih di bangku sekolah dasar. Dari bermain layang-layang, bola bekel, kasti, ular naga, dan yang lainnya sampai membuat mereka saat pulang selalu dimarahi oleh Ibu mereka. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka sibuk dengan urusan masing-masing.

Tak selamanya kehidupan bergerak bahagia dan nyaman, ada kalanya mereka merasakan sisi pahit dan kejamnya dunia yang datang tak pandang usia. Mungkin berat, tapi Tuhan punya maksud lain dengan rencananya yang disusun untuk mereka. Ajeng dan Agni tak pernah protes dan mengeluh, tapi yang sering mengeluh adalah Ibu mereka sendiri di masa lalu saat masih menjalani hidup di dunia.

Fatimah dan Joko benar–benar pasangan kekasih yang bisa dibilang memiliki sifat yang bertolak belakang. Entah apa alasan mereka menikah, Ajeng dan Agni sebagai anaknya pun tak mengerti bahkan tak pernah mendengar cerita dari sang Ibu atau Ayah. Hanya saja dengan sikap tersebut, menjadikan sebuah pertengkaran terakhir dari segala kepahitan.

"Sudah, saya ingin cerai. Kamu hanya bisa tidur di sana dan menyusahkan Nenek." Joko dengan lantang berbicara sambil menyodorkan pulpen dan satu lembar kertas dibawahnya.

"Mas? Masih ada Agni di sini," ujar Fatimah.

Agni saat itu sedang tertidur di waktu yang masih balita. Malam hari yang seharusnya beristirahat justru membuat Fatimah berpikir dan mengontrol emosinya mati–matian saat itu.

Red Strings (Family Edition)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang