Kana tersenyum kemudian menambahkan. "Asal kamu tahu, gara-gara rambut ini ada orgil yang suka aku. Cewe woi masalahnya," ungkap Kana sembari menghela napas kasar.
Sedangkan Fier justru menahan tawa di depan Kana yang merasa jijik mengingat tingkah aneh Mbak Sri kadang kala saat pulang sekolah.
"Cie." Kata yang dilontarkan Fier membuat Kana melirik Fier dengan tatapan tajam.
"Eh, aku normal woi. Enak aje," timpal Kana kesal.
Fier tertawa puas melihat raut wajah kesal yang terbentuk di wajah Kana saat ini. Gelak tawa tersebut seiring dengan sinar matahari oranye yang terus menerangi kulit mereka di sudut teras rumah sederhana milik Kana tersebut.
Baru saja pertemuan satu kali di antara mereka, tapi Kana sudah bisa berbagi cerita dan berkeluh kesah seharian bersama Fier yang umurnya berbeda satu tahun lebih muda darinya. Fier baru saja masuk SMA tahun ini. Maka dari itu, ia bertanya lebih jauh soal Kana saat tahu bahwa gadis yang bersamanya itu sudah menginjak kelas sebelas di bangku SMA. Tentunya ia perlu sisi pandang orang lain dari sekolah yang berbeda juga. Selain itu, Fier juga mencoba berani bertanya lebih lanjut karena ketertarikannya seperti menandakan bahwa Kana adalah seseorang yang memang ditakdirkan bertemu di kehidupannya kali ini.
"Eh, udah sore, kalian mandi sana," tegur Kenan saat keluar ke teras dan menyadari keberadaan Adiknya dan Sepupunya di sana.
Kana pun spontan menoleh ke belakang dan kembali menatap Fier dan berkata, "Duluan aja Fi."
"Gapapa aku dulu?"
Kana pum mengangguk meyakinkannya sebagai jawaban.
Melihat anggukan Kana, ia segera melangkah masuk untuk membersihkan diri setelah dari pagi belum mandi sama sekali karena berkeinginan lari pagi sekaligus berkenalan dengan Kana. Jika Fier tidak nekat untuk bertanya, mungkin sampai sore ini rasa penasarannya hanya ia bungkam sampai pulang. Namun, nyatanya ia bisa mengenal jauh dan bertukar cerita bersama Kana. Ia cukup puas dengan hari liburnya kali ini. Sebelum tahun baru, ia sudah mendapat kenangan terindah yang belum ia dapat sebelumnya.
Keadaan tersebut berubah saat Fier memasuki kamar yang niatnya untuk menunggu Kana sampai selesai mandi sambil bermain ponsel, nyatanya disambut oleh pemandangan Agni yang sudah duduk menatap ponsel lebih dahulu dengan kerutan di kening menandakan rasa frustrasi oleh masalah yang hendak di tatap oleh Agni dari layar ponsel.
"Mamah kenapa?" Fier mendekat ke sebelah Agni.
Sontak Agni mematikan ponsel dan meletakkan di sampingnya tanpa bisa dengan mudah dijangkau oleh mata Fier.
"Gapapa," jawabnya berusaha terlihat tenang.
"Tapi mamah kelihatan ada masalah, ada apa?" Fier mencoba memastikan.
Namun, Agni berusaha tenang dan tidak menceritakannya sedikitpun pada Fier."Ga ada apa-apa sayang... cuma pusing aja."
"Pusing kenapa?"
Agni harus sabar menjawab berbagai pertanyaan yang tak terduga dari Fier terkhususnya saat ini. Ia terus bertanya, namun Agni berusaha sabar."Mungkin kecapean, Mamah kira dengan nonton video lucu di HP bisa bikin happy, ternyata malah bikin pusing," jelasnya sambil terkekeh dengan harapan Fier tak menyadari ungkapan palsunya.
Fier hanya tersenyum tipis namun diselingi dengan firasat yang aneh di antara Fier sendiri dan sang Ibu. Entah apa firasat aneh itu, tapi firasat tersebut terus berlanjut sampai malam hari tiba.
Saat hendak duduk di teras rumah, Kana mulai mengganti topik. "Fi, mending kamu tidur sama aku deh, biar Ayah kamu bisa tidur di kamar. Dari kemarin begadang, aku jadi ga enak," saran Kana.

KAMU SEDANG MEMBACA
Red Strings (Family Edition)
Fanfiction"Kamu enak Fi, kebutuhan tercukupi." "Iya, Na. Tapi aku iri sama kamu yang kasih sayang lebih tercukupi." Kedua saudari gadis SMA yang selalu menempel layaknya permen karet walaupun Ibu mereka tidak sedarah. Saling membantu satu sama lain, berbincan...
gelang?
Mulai dari awal