抖阴社区

                                    

Fier pikir dengan langsung meninggalkan Kana dari sana akan membuat semuanya berjalan baik, namun hatinya merasa ganjal dan ingin di sini untuk beberapa saat sampai di mana Kana terbangun.

"Tumben bangun pagi," ujar Kana dengan suara mengantuk.

Fier hanya diam di sampingnya sambil berbaring dengan pikiran yang masih loading harus menjawab apa disaat kondisinya sedang diambang kebingungan kondisi keluarganya.

"Fi?"

Fier tersadar dan menjawab, "Iya, kenapa?"

"Kamu gapapa?" Kana memastikan.

Fier hanya terdiam sejenak sebelum membalas, "Gapapa."

"Yakin? Cerita aja gapapa...."

Fier di sana memikirkan kalimat yang sesuai untuk meringkas semua kejadian semalam yang terus membuatnya berpikir namun ia kewalahan dengan itu.

"Ga deh... sulit diceritakan."

Kana pun dengan berani menambahkan. "Semalam, ya?"

Fier menoleh dengan cepat. "Kamu dengar juga?"

Kana mengangguk sebagai jawaban seiring dengan usapan lembut di bahu Fier untuk menenangkan.

"Kamu gapapa kok pulang hari in-" ucap Kana terpotong akibat suara ketukan pintu kamarnya dari luar.

Seketika Kana tersentak dan tergesa–gesa untuk membuka pintu. Sosok laki–laki tinggi badan tegap berdiri di sana.

"Fi, kita pulang hari ini," ujarnya sambil tersenyum tipis ke arah Fier lalu menatapku. "Maaf ya, Kana. Fiernya pulang dulu. Makasih udah mau tidur nemenin Fier, ya. Fier sama Om Tante pulang dulu," pamitnya sambil tersenyum sama persis saat memandang Fier.

"Iya om, sama–sama, saya seneng kalo ada temen tidur." Kana spontan membalas senyuman pria paruh baya tersebut.

Saat Fier hendak keluar, Kana tersenyum sambil mengulurkan tangan kecil dari ambang pintu sesuai di mana tangan tersebut terdapat gelang merah. Mereka melakukan tos dari kejauhan sebagai ucapan selamat tinggal yang nyatanya akan merubah segalanya.

•••

"Fi," panggil Eko.

"Ya, Pah?"

Eko sempat menghela napas sebelum memerintahkan sesuatu. "Jangan deket–deket sama Kana lagi, ya," tegasnya.

Fier pun mengernyit, "Kenapa?"

"Jauhin, kalo ada nomor ponselnya blokir aja, kalau ada sesuatu yang dia kasih, buang. Papah ga suka. Oma udah kasih tahu jangan tidur satu kamar sama orang lain, kenapa mau?" Eko lebih kejam ternyata tanpa Fier sangka saat ini. Berubah drastis daripada sebelumnya.

Agni di sampingnya hanya diam tak berkutik dan Fier sendiri memahaminya saat hendak melirik ke arah sang Ibu. "Ayah sering begadang, dia rela kasih aku buat masuk kamarnya demi Papah bisa tidur. Ayah aja ga mau tidur di sofa, malah ga tidur lusa kemarin," timpal Fier.

Tak menggubris jawaban Anak gadisnya, ia memilih menggerutu di kursi pengemudi. "Lihat aja kalo Papah aduin Oma."

Fier memutar bola matanya kesal tanpa sepengetahuan Eko di dalam mobil. Merasa muak dengan yang Ayah, ia hanya berdiam diri di sana dengan hati yang sibuk mengumpat. Perjalanan begitu sunyi, hanya suara radio yang sedang memutar lagu–lagu lawas tahun 90-an. Agni yang biasanya sering bercerita dan sibuk sendiri, sekarang hanya diam setelah kejadian semalam. Begitu juga dengan Fier yang baru saja ditegaskan dengan perintah yang sangat membuat Fier merasa risih, namun tetap menyimpan perasaannya.

•••

Kepergian Fier dari rumahnya justru membuat Kana merasa kesepian. Masalah keuangan tetap saja belum selesai. Dengan sendirinya ia di kamar membuat pikirannya terus begelut dengan keheningan di dalam ruangan pribadinya. Seharusnya libur akhir tahun dinikmati dengan bersantai dan beristirahat, namun tidak dengan Kana yang terus memikirkan solusi untuk masalah keluarganya saat ini.

Disela keheningan yang dirasakan Kana, ponsel kecilnya bergetar dan menyala, menandakan adanya notifikasi untuknya. Awalnya Kana menghiraukan hal tersebut, namun setelah melihat logo WhatsApp dari kejauhan, ia mencoba meraih dan membaca pesan tersebut.

Kelompok 7
Nando: Guys pas udah masuk, patungan 5000 yak, serahin uangnya ke Fitri aja. Gua kemaren lupa....

Kana semakin bingung lagi dengan pesan yang baru saja dikirim oleh teman satu kelas sekaligus satu kelompoknya mengenai tugas proyek prakarya yang baru saja selesai sebelumnya. Kana benar–benar lupa urusan sekolah hanya karena memikirkan kondisi finansial yang tak ada perubahan di dalam rumah yang ia huni.

Kana kembali berbaring sambil merenungkan segalanya yang harus dilakukan agar bisa mengembalikan setidaknya kebutuhan pokok untuk satu keluarga. Padahal bukan kewajibannya untuk membantu bekerja atau semacamnya. Tapi, apalah daya, Kana tetap Kana, selalu melakukan hal yang menurutnya penting padahal itu bukan kewajibannya.

Memikirkan pesan yang baru saja ia lihat sebelumnya di layar ponsel saja ia sudah keberatan hanya dengan satu lembar kertas kuning lima ribu itu. Padahal hanya lima ribu, tapi entah kenapa begitu berat untuk meminta ke Ajeng. Uang tabungannya saja sudah habis untuk keperluan taekwondo dan beberapa tugas sekolah.

"Terus uangnya harus minta lagi? Argh?!!" gerutu Kana.

Tak lama kemudian suara kenop pintu terbuka, namun bukan pintu kamar Kana yang terbuka, justru baru saja ada seseorang yang masuk rumah tersebut. Kana hanya menghela napas awalnya, namun saat mendengar suara sapaan dan ketikan dari ponsel Kenan, gadis itu terdiam.

"Halo pak...."

Kana begitu jelas mendengarnya akibat kamar tanpa langit–langit, ia bisa mendengar suara apapun dari luar kamar karena cela besar dari atas yang membuat apapun bisa terdengar.

"Iya pak, saya segera bayar, tenang saja. Saya pastikan...."

Ah, pasti tagihan hutang lainnya. Kana semakin merenung lagi setelah percakapan antara kedua insan dari luar sana yang terpisah oleh jarak itu. Namun, sepertinya teguran seseorang dari ponsel sangat keras walaupun berkomunikasi jarak jauh. Bagaimana jika bertemu dan menagih dengan terus terang layaknya penagih hutang yang kasar di luaran sana.

Kana begitu pusing dengan masalah yang seharusnya ia tidak pikirkan karena belum mempunyai pekerjaan. Tapi, memangnya bisa fokus pada satu hal atau sekolah disaat keadaan di rumah yang harusnya damai dan menyenangkan untuk bisa beristirahat di hari libur justru sibuk mengeluh akan kondisi keuangan?

Kana pun mulai merenung dan memikirkan sesuatu. Akankah dia bisa menyelamatkan kondisi keluarganya walaupun ia hanya berbekal fisik dan niat dalam dirinya? Nyatanya ia hanya bisa berbaring di sana dan menggerutu saat ini.

Apa gua jualan aja, ya?

Red Strings (Family Edition)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang