抖阴社区

                                    

"Apa kita minjem Agni, ya, Pak?"

Galih segera menoleh dan semakin bingung juga dengan semua pilihan yang ada. Ia hanya menghela napas sambil bersandar di kursi kayu yang sering berderit jika berpindah posisi akibat terlalu usang akibat tak kuat menampung beberapa berat badan masing–masing orang yang dipikul. Namun ini bukan soal berat badan. Kursi tersebut sama seperti dirinya yang sering bertambah usia bersamaan dengan umur kursi tersebut.

Ajeng dan Galih yang senantiasa bahagia dan tersenyum di depan anaknya, kini harus terpaksa menjauh dari hadapan mereka dan berani mengutarakan perasaannya saat tertimpa berbagai macam masalah yang tak mereka duga sampai di titik sekarang yang tak memiliki penghasilan selama beberapa bulan terakhir.

Fier hanya diam di sana, semakin merenung dan ingin menangis, namun di kondisi seperti ini, ia tidak bisa berekspresi. Berat. Terlalu berat beban yang Kana pikul nyatanya seberat ini.

Kakaknya sudah lulus SMA sedari beberapa tahun yang lalu, namun sampai sekarang hanya bekerja menjadi buruh di pasar dan sering membantu Bapak di sawah, yang pastinya gaji atau upahnya juga tak menentu. Ingin kuliah pun rasanya berat, ia sempat putus kuliah di semester 3 akibat tidak kesanggupan keluarga mereka untuk membayar biaya kuliah.

Drrt... Drrt...

Suara getaran dari ponsel Kana membuatnya agak menjauh dari pintu dan segera kembali ke kamar untuk melihat apa pesan selanjutnya yang akan ia baca kali ini.

Pak Yanto
Kana, bulan November nanti ikut pelatihan tingkat nasional ya.

Sungguh tak terduga apa pesan yang ia terima. Ingin ia tolak, namun dilihat–lihat Pak Yanto memang sangat percaya pada kemampuan dirinya. Namun, ia sendiri juga bimbang dan tertekan dengan keadaan di rumah. Kondisi di rumah dan di sekolah sangat tidak stabil. Jika harus memilih salah satu Kana hanya bisa diam berbaring di atas kasur sembari menatap genteng rumahnya dari bawah. Dilihat dari kondisi ya ada, membuat Kana semakin berpikir. Akankah dengan mengikuti tingkat nasional bisa mendapatkan uang untuk melunasi semuanya? Ia memutuskan segera meraih ponselnya dan memberanikan diri untuk membalas pesan Pak Yanto.


Kana
Kira-kira total hadiah jika menang tingkat nasional ini sampai berapa juta, ya, pak?


Kana pun menunggu jawaban sambil berpikir kembali bayangan jika ia kembali aktif dan ikut pelatihan nasional. Keluarga mereka di rumah saja sudah pusing memikirkan apa makan besok, di sisi lain Ajeng dan Galih juga hutang  juga lumayan banyak. Jika terus seperti ini, bisa–bisa mereka melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan demi mendapatkan uang. Kana tidak ingin itu terjadi.

Pak Yanto
Kalau yang dari pemerintah ini sekitar 10 juta.


Kana melihat notifikasi melayang di layar kunci ponselnya yang membangkitkan semangat dalam dirinya. Mungkin bagi orang pengalaman adalah segalanya saat mengikuti lomba. Namun, bagi kana saat ini, uang adalah segalanya. Jikapun ia tidak menang...

Kalau ga menang gimana, ya?

•••

Mungkin bisa jadi pelarian.

Fier terus membatin dengan tawaran yang baru saja ditawarkan oleh sang pelatih. Akankah ia akan bertemu dengan Kana yang seharusnya oleh sang Ayah tak diperbolehkan bertemu? Namun, Fier juga merasa senang, tapi juga ia merasa takut jika ia bertemu dengan saudaranya jauhnya sendiri. Ia masih teringat kejadian saat pulang dari rumah Kana kala itu.

Hak asuh jatuh di tangan Eko. Fier merasa tak adil, seharusnya ia perlu sang Ibu jika sudah mencapai di titik ini. Selama beberapa bulan terakhir, kesepian terus menyelimuti Fier setiap hari. Kembali bertemu bibi dan supirnya, ia kembali menghela napas. Namun ia menjadi lebih sering latihan fisik daripada di rumah saat Ayahnya ke luar kota.

Jika ia ketahuan ikut taekwondo, apa yang harus dilakukan? Pertanyaan yang tak seharusnya ia pikirkan justru semakin rumit di kepalanya. Namun, ia pun mulai memilih untuk nekat. Tak ada yang harus dia lakukan. Ia juga sudah lama tidak mengikuti taekwondo di sekolah. Mungkin dengan mulai aktif ia bisa menjadikan kompetisi ini sebagai pelarian.

Fier
Oke coach, saya terima untuk pelatihan nasional.

Ia merasa lega karena sudah berani menerima. Masalah ketahuan dan tidak, itu urusan belakangan. Ia bisa membawa kabar dengan piala dan uang hadiah jutaan dari perlombaan tersebut. Hanya membawa Pak Jono yaitu sopirnya ke tempat pelatihan nasional setiap hari, adalah keputusan yang tepat untuknya sampai di final nanti. Namun, akankah Fier bisa sampai final? Entahlah itu juga urusan belakangan. Asalkan bisa berkesempatan untuk menjernihkan pikiran adalah tujuan utamanya.

"Fier." Laki–laki paruh baya memasuki kamar dengan lembut.

Sontak Fier segera menyembunyikan dan mematikan ponselnya saat itu juga agar tidak mengetahui apa yang sedang dibincangkan di dalam pesan tersebut.

Namun, saat sebelum Eko selesai berbicara, Fier sudah memasang wajah malas dan tak menatap mata Ayahnya. Membuat Eko merasa tak dihargai tapi ia mencoba mengontrol emosinya. "Ga mau ngobrol, ya? Yasudah."

Pria tersebut segera kembali dan menutup pintu kamar di belakangnya, memberi ruang untuk sang anak Gadis menerima keadaan semua yang baru saja terjadi menimpa keluarga mereka akibat ulah Lila. Fier mencoba menerima takdir yang sudah terlewat, namun kenapa harus dengan Eko? Ayahnya sendiri saja ia sudah tidak percaya, mengapa harus dengannya.

Merasa suntuk, Fier memutuskan mengambil sweater miliknya dan keluar mencari udara segar. Banyak sekali dedaunan dan tumbuhan hijau yang menyegarkan mata. Di sisi lain batinnya juga merasa tidak kuat menahan kejadian yang begitu tak diduga selama 3 hari terakhir. Ia menggerutu dengan pikirannya sendiri dan mendengus beberapa kali di pinggir jalan yang lumayan sepi saat menuju taman.

Ia bermain dengan batu kerikil yang terus ia tendang sepanjang jalan bak pemain sepak bola profesional. Di sela pikirannya yang suntuk dan batin yang sudah hampir mati rasa. Matanya tertuju pada gelang merah terdapat manik kupu–kupu kuning di atasnya, sungguh mengingatkannya terhadap Kana yang entah apa yang dia lakukan di sana. Jaraknya terpisah, namun ada rasa rindu dibaliknya setelah larangan dari Eko untuk menjauhi Kana.

"Kenapa dunia sekejam ini." Fier terus menendang kerikil bawaannya.

Namun, tiba–tiba ia teringat dengan sang Ibu yang sudah terpisah dengannya. Mungkin, sang Ibu kembali ke Solo dan bersama keluarganya. Tanpa Fier. "Mah, aku harus apa di sini?"

Tanpa Ibu, semuanya tak berarti. Hidupnya ditimpa oleh uang yang menumpuk dari kerja sang Ayah dan tambahan uang saku dari Kakek Neneknya tentu tak menjamin kebahagiaan. Uang tidak bisa membeli kebahagiaan dengan begitu mudahnya. Beberapa orang justru berpikir sebaliknya, namun tidak dengan Fier.

Aku ga bisa tanpa Mamah.

Red Strings (Family Edition)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang