---
Keluar dengan langkah terburu-buru dari bandara, Lavanya langsung menuju rumah sakit tempat ibunya Felix berada. Sambil menarik koper kecilnya, gadis itu menelusuri lorong rumah sakit yang tampak sepi, melihat satu demi satu angka yang terpasang di setiap pintu.
Langkah Lavanya mulai memelan setelah mendapati sosok pria dengan surai pirang tengah duduk sambil bertumpu di kedua tangannya yang menyatu. Felix, duduk sendirian disana, dengan aurah yang cukup gelap, hanya dengan melihat saja, Lavanya dapat merasakan betapa sedihnya pria itu.
Lavanya menarik nafas dalam-dalam dan menghempasnya secara pelahan, ia butuh menenangkan dirinya terlebih dahulu sebelum menenangkan Felix. Tas sampingnya di perbaiki posisinya, genggapan tangannya semakin kuat menarik koper kecil itu.
"Felix?" ucap Lavanya pelan namun mampu membuat sang pemilik nama menoleh.
Lavanya tertegun setelah melihat wajah berantakan Felix, matanya bengkak tanda jika ia habis menangis untuk waktu yang lama, rambutnya sudah tak tertata dengan rapih seperti biasanya. Lavanya masih melihat bekas air mata yang mengering di kedua pipi Pria itu, mungkin saja ia telah kehabisan air mata pikirnya.
Sama halnya dengan Lavanya, Felix terkejut melihat sosok yang tak pernah ia sangka telah berdiri di depannya dengan wajah damai, membuatnya ikut menarik sedikit senyuman walaupun berat. Tak perlu bertanya, bagaimana gadis ini bisa sampai disini, yang Felix butuhkan adalah pelukan.
Tanpa peduli bagaimana reaksi Lavanya, tanpa peduli apakah gadis ini akan marah kepadanya, Felix bangkit secara perlahan, memposisikan dirinya tepat di hadapan Lavanya tanpa mengatakan apapun, Felix langsung menarik gadis itu kedalam pelukannya, menyandarkan kepalanya tepat dibahu kanan Lavanya. Sedetik kemudian, Felix menangis, mengeluarkan segala beban yang menumpuk dalam kepalanya.
Sementara Lavanya, ia memang terkejut dengan tindakan tiba-tiba dari Felix, tetapi ia tidak menolak, ia sudah tahu pria itu butuh pelukan sekarang, jika memang dirinya yang dipilih Felix, maka Lavanya tidak akan menolak. Lavanya membawa kedua tangannya membalas pelukan Felix kemudian menepuk pelan punggung pria itu.
Lavanya merasa ia dipeluk sangat lama oleh Felix, pria itu masih belum selesai menangis, namun tak mengatakan apa-apa, ia hanya menangis saja, dan Lavanya hanya diam sambil terus menepuk pelan punggung Felix.
Hingga beberapa saat Felix akhirnya buka suara, "Lav, aku takut," ucap Felix dengan nada bergetar. Lavanya paham situasinya, Lavanya tahu bagaimana khawatirnya Felix, Lavanya tahu ketakutan Felix, tetapi ia tidak memiliki kalimat penenang yang ampuh.
"Semua akan baik-baik saja, Felix," hanya kalimat itu yang dapat Lavanya sampaikan, tak tahu harus merangkai kalimat indah yang menenangkan jiwa dan hati, karena ia tahu, apapun yang dikatakannya sekarang, seorang anak akan tetap khawatir dan takut jika ibunya dalam kondisi seperti itu.
Felix tak menjawab ucapan Lavanya, pria itu hanya diam sambil kembali mengeratkan pelukannya kepada gadis mungil itu, meski rambut Lavanya sedikit mengusik wajahnya, Felix tidak peduli, ia masih ingin bersandar di bahu nyaman gadis ini, menghirup aroma alami tubuh Lavanya, Felix tahu, Lavanya jarang sekali menggunakan parfum, alasannya karena tidak terbiasa sehingga ia sering lupa.
Meski begitu, aroma tubuh Lavanya masih sangat menenangkan untuknya, "Felix, aku bau, habis berkeringat," ucap Lavanya
"Sebentar lagi, Lav, aku butuh," lirih Felix
Lavanya menyerah, ia tetap diam, meski mulai risih, ini sudah terlalu lama pria itu memeluknya, bahkan ia merasa terjepit karena Felix semakin mengeratkan pelukannya, namun belum sakit. Tetapi dirinya harus bersabar, karena Felix masih dalam kondisi sedih dan khawatir.

KAMU SEDANG MEMBACA
I'm not your Groupie
FanfictionFanfiction-- Pertemuan pertama yang langsung membuat kedua idol tampan yang berasal dari korea menaruh rasa penasaran yang tinggi, kemudian berakhir menjadi pejuang yang ingin mengejar dan memiliki seorang gadis mandiri yang serba bisa, namun ti...