Hidup bukan hanya tentang bahagia dan sehat. Namun juga diiringi sedih dan sakit. Tuhan terlalu sempurna menciptakan bumi dan segala isinya. Berbagai hal ada untuk manusia bisa temui.
Dia pernah bahagia dan sehat. Maka ketika Tuhan memberikannya sakit, Lisa tidak mungkin protes. Lagi pula, ini hanya sementara. Besok, siapa tahu Tuhan sedang mempersiapkan sesuatu yang lebih baik.
Gejolak asing di tenggorokannya membangunkan Lisa. Dia mengerutkan kening. Ini sudah pukul tiga sore. Setelah makan dan minum obat, dia memang langsung tertidur.
Perutnya seperti dibakar. Sesuatu mulai menjalar naik menuju kerongkongan. Lisa tidak tahan lagi. Dia berusaha bangkit dengan sempoyongan. Menyeret langkahnya memasuki kamar mandi.
"Huek!" Bubur yang sudah Jisoo buat dengan susah payah kini harus terbuang sia-sia. Lisa menatap nanar muntahan pada wastafel, tapi tak lama karena dia kembali merasa mual.
"Sudah seperti ini kenapa tidak mau ke rumah sakit?" Suara serak itu hadir, bersama usapan lembut di punggungnya.
Tubuh Lisa memang berlebihan. Ketika sakit, dia selalu menimbulkan kepanikan luar biasa pada Jisoo. Selalu saja seperti itu. Padahal, Jisoo hanya perlu tenang karena esok Lisa bisa kembali pulih.
Menghadapi keras kepala Lisa adalah hal yang paling menyulitkan untuk Jiaoo. Dia tidak sanggup berdebat dengan Lisa. Seorang Jaksa hebat yang kalah dengan tatapan memelas di sepasang hazel itu.
Memapah tubuh sang adik, Jisoo mulai menyadari bahwa Lisa sesungguhnya sudah tumbuh dengan baik. Walaupun tingga badan Lisa ada beberapa centimeter di atasnya, Jisoo sama sekali tidak kesulitan membawa sang adik kembali pada ranjang.
Tubuh itu berbaring dengan napas kelelahan. Menatap langit-langit. Berusaha mengumpulkan tenaga yang terkuras habis.
"Ingin makan lagi? Unnie akan buatkan bubur seperti tadi."
Lisa menggeleng. Matanya yang memerah di arahkan pada sosok Jisoo. Sebelah tangannya terulur. Suhu dingin dari telapak Lisa beradu oleh hangatnya kulit Jisoo. Adiknya, walaupun sedang demam namun telapak tangannya begitu dingin.
"Disini saja. Jangan tinggalkan aku." Suara serak itu berhasil dikumpulkan. Tarikan pelan membuat tubuh Jisoo terhuyung dan jatuh tepat di atas Lisa.
"Lisa. Aniya---" Jisoo ingin bangkit. Tapi Lisa melarang. Membungkus tubuh kakaknya agar tak terlepas.
"Kajima..." Lirih Lisa dengan air mata menetes dari sudut mata.
Menggeleng pelan, Jisoo tentu tidak akan melakukan hal itu. Apa saja bisa ia tinggalkan untuk Lisa. Apa saja bisa ia lakukan untuk adik tersayangnya.
"Tidak. Unnie tidak akan kemana-mana. Jangan seperti ini, eoh? Nanti tubuh Lili bertambah sakit." Kali ini, Jisoo mengerahkan tenaganya agar terlepas. Lisa kalah, membiarkan sang kakak bergeser ke sampingnya.
Saat jatuh sakit, Lisa akan menjadi pribadi yang berbeda. Dia akan merubah manja dan begitu rewel. Berbeda ketika sedang sehat. Dia akan membangga-banggakan dirinya yang sudah berumur 20-an tahun. Bukan lagi remaja ingusan.
Seorang polisi muda yang selalu berani menghadapi bahaya, kini tidak berdaya di atas ranjangnya. Semalam suntuk, sang kakak tidak tertidur hanya untuk merawatnya yang terus merengek.
Semua hal sudah Jisoo lakukan. Karena tidak ingin dipanggilkan Dokter, Jisoo hanya mengandalkan obat penurun panas dan kompresan untuk membuat adiknya lebih baik.
Beberapa kali dia menggantikan baju Lisa karena basah oleh keringat dingin. Juga membasuh adiknya agar Lisa terus merasa nyaman dan tidak terganggu oleh lengketnya bekas keringat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Time
FanfictionWaktu adalah sebuah rahasia langit. Tapi yang pasti, waktu tidak akan terus berputar. Ada kalanya suatu saat waktu seseorang terhenti. Maka ketika ada yang mengatakan, "Hargailah waktu." nyatanya ucapan itu benar adanya. Karena jika menyadarinya ter...