"The supreme art of war is to subdue the enemy without fighting." - Sun Tzu
Skandar menatap Diara sekali lagi. Rasa bersalah sekaligus lega bercampur di matanya.
Lalu ia berbalik, belari keluar bangunan sambil berteriak ke HT. "Skandar masuk! Diara tertangkap oleh droid! Kuulangi, Diara tertangkap! Dia... dibawa menjauh. Aku... aku kehilangan jejaknya," katanya penuh sandiwara. Suaranya menjauh. "Tim jaga luar bersiaga dan tim jaga dalam amankan warga!"
Tsing!
Sementara kedua capit itu bergerak mendekat, Diara memejam. Dia paksa tubuhnya untuk mengumpulkan sisa tenaga dan kesadaran. Melawan mati rasa di kedua tangannya hingga kontrol tubuhnya perlahan kembali.
Tak lupa membiarkan amarah bergemuruh di dadanya. Meninggi sampai kekuatan terasa menggebu-gebu di balik kulitnya.
Saat kedua capit itu hampir mengenai Diara... ia membuka mata dan menangkap keduanya. Mencengkram kabel berlapis logam yang menggerakkan capit, menahan keduanya meski nyeri menggerogoti sekujur tubuhnya. Tatapannya begitu tajam, membara oleh rasa marah.
"Biusmu bisa melumpuhkanku dulu," kata Diara, serak. "Sekarang tidak."
Sambil mengerang ia mencengkram kuat-kuat kedua kabel itu. Terdengar bunyi patahan dibalik lapisan logamnya, seiring jemari Diara mempenyokannya. Listrik pun memercik, menyilaukan pandangan Diara.
"Hentikan!" kata Vixatron. "Aku... tak hendak menyakitimu."
Dia menjerit. Lalu melangkah mundur tapi tak bisa karena kedua cakarnya ditahan Diara. Mulut tembakan mencuat dari kedua pundaknya, tapi sebelum ia sempat menembak, Diara menarik satu capit sekuat tenaga. Bruk! Membuat perempuan berbadan besi itu jatuh berlutut.
Sementara Vixatron memanggil bantuan ke speaker kecil yang menempel di pundak, Diara menarik tongkat besi berujung runcing dari balik blazer. Menusukannya ke bulatan mesin di tengah telapak capitnya. Listrik memercik ditambah jeritan pilu robot itu. Dengan cepat ia melakukan hal yang sama ke capit satunya. Seketika kedua capit jatuh lemas dan nyala biru di baliknya mati.
Kedua mulut tembakan di pundaknya berdengung, tapi tak kunjung menembak. "Tawanan melawan. Memohon izin untuk menyerang!"
"Ditolak. Lumpuhkan tanpa kekerasan."
Meski lemas, Diara perlahan mampu berdiri. Nampak mengintimidasi dengan tatapan setajam parang dan senyum tipis menahan emosi. Dia memutar tongkat besi di tangannya sekali.
Vixatron menegapkan tubuh meski kedua capitnya mati. Dia bicara lagi ke speaker. "Memohon ban—"
Zzp! Dalam kecepatan kilat tongkat besi meluncur dari tangan Diara. Menusuk dada berlapis besi putih itu dan mengirim setruman, berupa aliran listrik biru yang menyeruak ke seluruh tubuh Vixatron. Membuatnya mengejang sekali dan kemudian terjatuh mencium lantai, tak berdaya.
Diara ikut terjatuh, berlutut lemas memegangi kepalanya yang seakan diketuk-ketuk. Napasnya yang tidak karuan membuat kesadarannya hampir hilang. Kedua tangannya juga membiru dan gemetar karena dipaksa bergerak.
Namun speaker Vixatron berbunyi...
"Patroli area kembali ke pangkalan. Regu retaliasi bersiap."
"Retaliasi? Oh, tidak."
Diara memejam dan memaksa berdiri dengan keringat dingin membanjiri wajahnya. Sambil merintih, dia menarik tubuhnya melangkah menuju HT miliknya yang jatuh dekat pintu keluar gedung ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
After The Third
Science Fiction(Completed) Bumi tak menduga yang terjadi setelah Perang Dunia III. Spesies asing bernama Viator mendarat kembali di Bumi yang kini teradiasi dan penuh virus. Mereka memburu penduduk yang tersisa untuk memiliki Bumi sepenuhnya. Padahal dahulu merek...