抖阴社区

Chapter 32 | Phoenix

13.3K 2.2K 157
                                    

"You learn more from losing than winning. You learn how to keep going." – Morgan Wootten

  

Orang bilang waktu akan menyembuhkan.

Setidaknya, membuat luka membaik.

Diara tak pernah setuju. Hari demi hari berlalu, ia memimpin Benteng baru tanpa sebagian dari jiwanya. Waktu terlewati bagai angin gersang di kota mati. Setiap kemenangan dan kehilangan seakan hambar saja. Dia percaya semua itu adalah bagian dari hidup, pasti akan terjadi, jadi tidak perlu terlalu dirasakan.

Entah kenapa merasakan sesuatu sekarang lebih sulit. Mendalami kesedihan atau menikimati malam—setelah berhasil melumpuhkan satu pos droid dan menyelamatkan beberapa orang baru. Prama bilang, biarkan waktu yang menyembuhkan, tapi sampai detik ini ia tak merasa lebih baik, sedikitpun.

Yang ia rasakan setiap hari adalah amarah.

Namun, itu tidak sepenuhnya buruk.

Berkat amarahnya, ia bisa lebih tegas soal pertahanan Benteng. Taktik pertahanan tak pernah sekuat ini. Setiap malam Diara mengirim tim untuk memancing agar Viator menjauhi Benteng. Sejak hari kedua, mereka memindahkan semua sisa mobil di terminal dan membuat semacam pagar mengelilinya, dibuat berantakan agar tidak mencurigakan. Semua lebih mudah karena dua sentinel bisa mengangkat satu mobil dengan tangan kosong.

Perlindungan juga dipasang di gedung. Besi dari badan bis dipakai untuk melapisi dinding seluruh gedung terminal. Mereka juga menambal atap agar tak terlihat dari atas. Agar tak mencurigakan, mereka mencoret dinding menggunakan pilox dan menutupi atap dengan dedaunan.

Diara mengutus satu tim sentinel setiap pagi menyisir sekitar, sampai radius satu kilometer untuk mencari manusia yang selamat. Mereka bertarung bahkan selalu dibantu Rigel, meski hanya untuk menyelamatkan satu nyawa. Berkatnya, warga sekaligus tim jaga Benteng bertambah.

Tak hanya lebih banyak warga, tapi sentinel juga mendapat banyak senjata curian dari Viator. Prama dibantu beberapa ahli teknik mempelajari dan memodifikasi senapan laser, membuatnya mampu menembakan peluru api.

Lalu soal makanan dan tempat tinggal, semuanya mantap. Diara membagi warga ke beberapa tim untuk rutin mencari stok makanan setiap minggu ke lokasi-lokasi berbeda. Mereka tak pernah kelaparan lagi. Untuk kamar, mereka membangun sekat-sekat pembatas dari badan bis dan sisa kayu di sekitar terminal. Dikarenakan gedung ini luas, banyak yang bisa punya kamar sendiri.

Ya, Benteng di bawah pimpinan Diara memang lebih teratur. Namun, di baliknya ada air mata yang sulit berhenti.

Hampir setiap malam Diara menangis sambil memeluk jaket Revan yang berhasil diselamatkan. Menikmati wanginya yang setiap hari semakin hilang.

Sampai hari ke 92 ini.


***


Benteng Baru

Jakarta

Prak!

Diara memukul pipi Neo dari belakang. "Fokus pada targetmu! Droid asli tidak akan diam saja seperti ikan pindang! Ulangi lagi!"

Meski geram, Neo mengangguk lalu membidik dummy droid dari tumpukan sisa besi di depan sana dengan matanya, bersiap melempar pasak besi. Di kiri dan kanannya berbaris lima sentinel yang juga bersiap. Semua tegang karena Diara mengawasi di belakang.

"Aku kurang suka pasak besi ini. Aku maunya senapan laser!"

Diara memukul pipi Neo lagi. "Bagaimana kalau lasernya tiba-tiba kehabisan tenaga?! Kau tak bisa mematikan droid cuma dengan mengeluh!" Dia melihat kelima sentinel sudah siap. "Sekarang!"

After The ThirdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang