抖阴社区

Chapter 27 | Bersiap

12.8K 2.3K 37
                                    

"Fight for the things that you care about, but do it in a way that will lead others to join you." - Ruth Bader Ginsburg


Ngik!

     Pintu menutup di belakang Revan dan Diara. Mereka disambut ruang pesta yang kini kosong lompong. Lampunya juga padam, digantikan lampu-lampu lilin di lantai. Meja-meja makanan dan panggung masih rapih pada tempatnya, menyisakan kertas warna serta balon berserakan di lantai.

     Sejak tadi Revan tidak bicara, langkahnya cepat dan tegap penuh api yang tertahan melalui kepalan tangannya. Diara bahkan perlu berlari kecil untuk menyusulnya.

     "Bagaimana?" kata Revan ke HT di tangannya. 

     "Gading masuk. Depan aman. Erga dan Levi melapor sayap Benteng aman."

    "Baiklah, kabari jika ada sesuatu." Dia menaiki tangga kayu melingkar. "Revan keluar."

     Krak! Gagang tangga kayu itu remuk digenggam olehnya, oleh rasa marahnya. Dia mengibas tangan sedikit untuk menyingkirkan serpihan kayu dan kembali melangkah. 

     Diara tak berani bicara. Dia hanya menaiki tangga mengikuti Revan. Hingga kemudian sampai di ruang tengah lantai dua. Dinding kayu usang yang mengitari seakan menjadi saksi ketegangan di sini.

     Terlihat cukup ramai, ada tim sentinel dan belasan warga. Beberapa duduk di sofa memegangi kepala, sisanya berdiri. Semua terdiam khawatir masih dalam balutan baju pesta masing-masing.

     Rigel di tengah ruangan bersama Prama dan Elena. Di tengah mereka ada Skandar, berdiri dihujani tatap curiga dari semua orang, tapi ia memilih menghindari tatapan itu. 

     Saat Revan dan Diara mendekat, semua menoleh. Revan menatap tajam pria kekar itu seperti sedang meninjunya dengan mata. Sementara Skandar menghindari tatapan mereka, hanya berani melirik sedetik ke Diara yang wajahnya kencang menahan emosi. 

     "Kau beruntung aku tak sempat mematahkan lehermu," kata Revan. 

     Elena berdiri menghalangi mereka, melotot di balik kacamata. "Jelaskan padaku apa yang terjadi!"

     Dug! Revan mendorong Skandar sampai terjungkal ke lantai. "Beritau mereka." Amarah tertahan di suaranya.

     Pria itu kembali berdiri sambil memegang pundak. Dia tak bicara, hanya menatap Elena dan Revan bergantian. Bruk! Revan pun menarik kerah jaket Skandar, mengangkatnya sedikit dan menghantamnya ke dinding. Terlihat kayu retak di balik punggungnya. 

     "Beritau mereka apa yang kau lakukan selama ini!" teriaknya di depan wajah Skandar sambil menatap setajam pedang. Dia menekan lengan ke dada bidang itu, membuatnya sesak. "Atau kuhancurkan paru-parumu."

     Diara bergidik. Tak menyangka tatapan dan kalimat itu muncul dari seorang Revan. 

     "Ba... baik." Skandar terengah. 

     Revan melepaskannya dan melangkah menjauh, memunggunginya. Sementara ia batuk-batuk sambil memegangi dada. Lalu menatap warga di sekitar yang memandangnya. Sebagian marah, sebagian lain bingung. Membuatnya sendiri bingung harus memulai dari mana. 

     "Bicaralah sebelum kuberi... motivasi lebih," tukas Diara. 

     Skandar mengangguk dan mulai menjelaskan. 

     Semua berawal saat warga menemukan Benteng dan bermalam di sana selama dua hari. Tempat ini termasuk sempurna, banyak dinding dan atap utuh serta cukup pencahayaan. Benteng juga dikelilingi gundukan puing yang menyembunyikannya dari dunia. Tak mudah mendapat tempat sempurna dan tidak teradiasi.

After The ThirdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang