抖阴社区

19

181 20 0
                                        

"Kalau kamu bahagia, kamu sukanya ngapain?"

Percakapan di meja makan itu mengundang lirikan Taeyong, diperhatikannya kedua anak yang tengah berbicara lewat ekor mata. Yangyang selalu mudah mengelabuhinya dengan berbagai cara hingga tak ada rasa curiga setiap kali anaknya melakukan sesuatu, tetapi Jaemin amat berbeda, tingkahnya mudah sekali untuk dibaca, Taeyong menaruh curiga jika sebenarnya ada yang mereka lakukan tanpa dia ketahui.

"Tidur seharian, mungkin? Tapi, kayaknya jalan-jalan juga seru."

Hingga dia tak sadar jika pisau yang tengah dia gunakan justru mengiris jari telunjuk kirinya. Lantaran berpikir untuk membersihkannya, Taeyong tak terlalu peduli akan luka tersebut dan terus fokus dengan pembicaraan yang kedua anaknya tengah jalin saat ini.

"Kalau gitu, mau jalan-jalan?"

"Nggak, aku mau tidur aja hari ini. Capek."

Sebenarnya Taeyong tidak terlalu khawatir karena mengetahui Jaemin amat ingin memiliki saudara, dan Yangyang pun menunjukkan hal yang sama, tetapi setiap kali percakapan mereka justru terdengar seperti sepasang kekasih, Taeyong tidak ingin berpikir buruk mengenai kedua anaknya yang dekat secara mendadak, tak ada canggung yang berhasil merobohkan benteng kehangatan mereka. Hendaknya dia bahagia karena Yangyang juga tampak membuka diri dengan ayahnya, menunjukkan jika dia tak lagi merasa ada yang menjanggal di keluarga kecil mereka berempat, tetapi dia tidak yakin dengan hal itu.

Apa yang Jaemin katakan kepada Yangyang selama mereka tidur di satu kasur yang sama, Taeyong amat ingin mengetahuinya, sesampai dia memimpikan hal yang tidak-tidak mengenai kedua anaknya sendiri, dia yakin jika itu hanyalah tanda jika dia terlalu khawatir dengan keduanya yang tampak selalu tersenyum. Meskipun begitu, kilas balik mengenai luka yang anaknya selalu tutupi terus menghantuinya, jelas dia melihat dengan kedua matanya sendiri bagaimana anaknya terkena hukuman karena gagal memenuhi keinginan sang ibu. Taeyong tak sanggup menahan diri setiap kali melihat Yangyang meneteskan air mata yang jarang sekali dia lakukan baik secara sadar atau bahkan tidak.

Sewaktu Jaemin bergeser untuk melihat apa yang Yangyang ingin perlihatkan padanya pun, Taeyong menyungging senyum tanpa sadar, lebih buruknya lagi, dia tak tahu jika Jaemin mengusap pelan paha adiknya, naik hingga pangkal sehingga Yangyang menatapnya sebal. Mereka tidak menjalin hubungan apa pun, hanya saja menunjukkan jika keduanya amat tertarik dengan kedok kepedulian terhadap saudara tiri itu selalu berhasil membuat spekulasi buruk dari kedua orang tuanya justru angkat kaki dari pikiran mereka. Dia ingin membanggakan diri, belum lagi saat Yangyang mengatakan apa yang ingin dia lakukan sehingga mereka berdua akan baik-baik saja nantinya.

Tatkala dia menatap layar ponsel kembali, Jaemin merangkul pinggang ramping adiknya untuk semakin dekat, melihat video lucu terputar di sana, mengundang tawa menggelegar yang berhasil memancing senyum Taeyong kembali muncul di wajah yang paripurna akan keindahan. Keduanya tak yakin bisa bertahan lama untuk sementara waktu hingga Yangyang lebih dulu angkat kaki dengan alasan ingin melakukan sesuatu di kamarnya yang belum terlalu rapi, meninggalkan Taeyong dan Jaemin di ruangan yang sama.

Melihat kepergian si bungsu, Taeyong yang sibuk memasak pun menoleh ke arah Jaemin sejenak, memikirkan apa yang hendak dia bicarakan untuk memancing informasi lewat anak pertamanya. Namun, dia kebingungan sendiri dengan hal yang perlu dia kaji tanpa dia sadari, apakah ini merupakan spekulasi belaka atau memang kebenaran yang perlu dia ketahui?

"Bubu, kenapa?" Jaemin justru bertanya lebih dulu, angkat kaki dari duduknya dan hendak membantu Taeyong menyiapkan makan malam. "Dari tadi, kayaknya Bubu merhatiin aku sama Yangyang terus. Ada apa?"

"Nggak, bingung aja kapan kalian dekatnya."

Jaemin mengernyit mendengar ucapan yang Taeyong lontarkan padanya, meskipun itu bukan hal yang harus dia pikirkan karena dia ingat jelas mengapa bisa mereka memiliki kedekatan yang semakin menempel dibanding dengan sebelum mereka tidur di satu ruangan yang sama. Itu bisa dijadikan alasan, bahkan amat kuat hingga Taeyong tak perlu kebingungan lagi nantinya.

"Waktu sekamar, awalnya canggung, sih, cuma mau nggak mau harus dibiasain, malah jadi dekat."

Jaemin tertawa pelan mengingat saat pertama kali dia berani memeluk Yangyang dari belakang demi menenangkan laki-laki itu sewaktu dia hendak pergi ke alam mimpi dan berakhir dengan dia yang meringkuk di dalam dekapan Jaemin sampai pagi tiba, posisinya tak bergerak sama sekali. "Yangyang takut gelap, kayak yang Bubu bilang, tapi dia tetap bilang biar seenaknya aku aja kalau tidur, lampunya mati atau nggak, akhirnya aku matiin terus dia takut. Mulai dari sana aku sama dia dekat, aku nggak enak kalau tinggalin dia sendiri atau biarin dia takut," jelasnya sebagai tambahan dari yang dia katakan sebelumnya.

Ucapan yang merupakan penjelasan tulus dari lubuk hatinya, Jaemin tidak berbohong mengenai kekhawatirannya yang menusuknya hingga saat ini. Taeyong tak perlu memastikan apa pun walaupun perasaannya kian menjanggal. Bagaimana sikap keduanya saat berhadapan langsung kala itu sehingga Yangyang memutuskan pergi amat lama, sepertinya masalah mereka telah usai. Walaupun dia merasa perlu mengetahui apa yang menjadi masalah di antara mereka, tetapi Taeyong tak ingin membuat keduanya tak nyaman, jika suatu saat nanti mereka akan bercerita, dia amat membukakan pintu hatinya. Selagi itu bukan hal buruk, Taeyong tak pernah marah pada mereka.

Kini, Jaemin terdiam sejenak karena merasa Da yang tak beres, mengenai kehidupannya yang seketika berubah dan mengenai perasaannya yang justru semakin membaik tanpa dia sadari selama ini. Apakah benar jika dia hanya merasa amat kesepian hingga perasaannya kacau balau, mementingkan apa yang dia inginkan sedari dulu tanpa sadar jikalau sosok yang menjadi tempat cerita amat dibutuhkan? Atau sebenarnya kekosongan hatinya yang dia isi dengan cara lain justru menemukan tempat yang lebih baik dan indah dibandingkan dengan perkiraannya? Jika memang seperti itu adanya, Jaemin amat bersyukur.

"Yangyang itu sudah banget cerita apa yang dia rasa, pas dia ketemu kamu pun dia terlalu nunjukin kalau nggak mau punya kakak atau keluarga baru. Cuma, makin ke sini, dia kelihatan bahagia, Bubu pikir itu karena kamu." Taeyong kembali menoleh ke arah si sulung, menabrak refleksinya sendiri di mata Jaemin yang tengah berbinar dan melotot kecil. "Makasih banyak, ya," imbuhnya kemudian yang langsung meninggalkan Jaemin di tempat.

Bergeming layaknya orang bodoh yang baru saja dapat melihat di muka bumi, Jaemin mengerjapkan matanya pelan, kemudian mengangkat kedua tangannya sendiri untuk diperiksa mengenai apa yang baru saja dia sentuh sesampai Taeyong tampak amat baik padanya. Seperti sihir yang mengutuk kebahagiaan usai kesedihan mendalam, untuk pertama kalinya Jaemin percaya akan rasa lega dan kebahagiaan bisa dijadikan satu oleh orang lain di sekitarnya.

100 Stalks of Roses (JaemYang) ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang