抖阴社区

7. | Akhirnya tenang |

Mulai dari awal
                                        

Halilintar berjalan memasuki rumahnya dengan wajah yang kusut. Dia mengeluarkan napas kesal, karena seperti inilah rumahnya, sepi sunyi dan hening.

"Kok sepi? Mereka pada kemana ya?" tanya Halilintar celingak-celinguk mendapati rumah kosong.

"Ibu! Ayah! Gempa! Kalian dimana?!" Halilintar berteriak memanggil anggota keluarganya.

"Mereka kemana sih? Kok pada gak ada?" gumam Halilintar setelah mengecek bagian dapur dan ruang keluarga.

"Apa mungkin mereka di halaman? Coba cek dulu deh siapa tau mereka emang disana." Setelah itu ia pergi ke halaman belakang rumahnya.

"Di halaman gak ada, di dapur gak ada, dikamar juga gak ada. Sebenarnya mereka pada kemana sih?" kesal Hali karena tak menemukan seorang pun di rumah.

Halilintar mendaratkan bongkongnya di sofa empuk. Bersamaan dengan itu, seorang wanita berumur dua puluhan yang berkerja sebagai ART di apartemen nya terlihat berjalan kearahnya.

"Den Hali, sudah pulang?" tanya Nursinta. Pemilik nama gadis bertumbuh gempal dengan pakaian sedikit terbuka.

"Bi, mama, papa, sama Gempa mana?" tanya Halilintar kembali.

"Belum pulang, Den"

"Harusnya mereka sudah pulang 'kan?"

"Katanya ada rapat, Den. Jadi kayaknya malam ini bakal pulang telat."

Halilintar berdecak kesal, memang sudah jadi kebiasaan orang tuanya pergi tanpa mengabarinya.

"Mereka itu sebenarnya, kemana sih? Tiap malam pasti kayak begini. Alasannya rapat lah, sibuk lah, ada urusan kantor lah, kerkom lah, bla bla bla. Menyebalkan!" gerundel Halilintar kesal.

"Sabar, Den. Mungkin mama sama papa benaran ada rapat, Den."

Cowok tampan itu langsung menaiki anak tangga lalu membanting pintu ruangan sekencang mungkin sampai membuat Bi Nursinta kaget.

Oke, cukup dari pada menunggu dan memikirkan mereka sepanjang hari, lebih baik dia menonton televisi.

Kini Halilintar menduduki sofa di ruang tamu, melepas topinya di lempar ke sembarang arah, mencoba duduk diposisi ternyaman itu, lalu membekap bantal halus sofa, ia hendak merogoh remot televisi yang berada di depannya, lalu menyalakan televisi tersebut, saat hendak memilih, jemarinya menghentikan untuk memencet tombol di remot itu.

"Pembunuh bayaran" ujarnya kaget saat televisi menampilkan polisi sedang di wawancara oleh reporter setempat terkait tewasnya satu keluarga yang belum diketahui pelakunya.

"Astaghfirullah, bii!" pekiknya disahut teriakan yang mengiyakan panggilannya.

"Ada apa den? Kok teriak-teriak?"

"Gapapa kok, Bi. Tadi cuma kaget aja." jawab Halilintar berbohong. Padahal ia syok melihat berita itu.

"Minum susu dulu den, saya mau ke supermarket. Den mau ikut atau tetap di rumah?" ucap Nursinta yang sekaligus menjadi penawaran baik untuk Halilintar, secara tidak langsung Bi Nursinta coba menghilangkan rasa jenuh nya bukan?

Tetapi karena Halilintar sedang ingin bersantai di rumah, ia menolaknya, lagipula lebih seru menonton televisi atau mungkin film kesukaannya nanti. "Enggak, Bi. Emang stok makanan di rumah udah habis?"

Nursinta sebenarnya akan pergi keluar untuk menemui seseorang, tetapi karena ia tak ingin Halilintar curiga, jadi ia beralasan ingin belanja ke supermarket.

Bi Nursinta menggeleng enggan menjawab, "Kalau den ikut den tahu."

"Aku gak ikut, mau nonton tv aja."

Bi Nursinta mengangguk mengerti, ia juga tidak serius mengajaknya. Ia menatap ART lainnya, "Saya titip den Hali, mungkin saya bakal pulang malam, tolong ingetin den Hali buat makan malam."

Setelah kepergian Bi Nursinta, ART di rumah Halilintar kembali melanjutkan perkerjaan nya. Sementara Halilintar, kembali melanjutkan acara menonton televisi nya. Hingga tak terasa sudah hampir memasuki waktu maghrib.

Dia langsung melihat jam ditangannya. Ternyata sudah jam lima sore.

"Mereka itu lupa jalan pulang atau emang gak ada niatan pulang sih?!" gerundel Halilintar kesal karena keluarganya tak kunjung pulang.

"Apa mungkin mereka mati? Tapi bagus lah kalo mereka benaran mati. Gue bisa bebas 'kan nanti." entah apa yang membuatnya kesal sampai ia berfikir seperti itu.

"Ah, sabodolah yang penting gue bisa menikmati semuanya tanpa mereka." gumam Hali dengan senyum diwajahnya. Seolah semua bebannya itu lenyap.

Halilintar sudah muak, ia memilih merebahkan diri di sofa dan menutup matanya dengan telinga yang menyimak.

Tetapi bayangan tentang Adeline yang sampai saat ini Halilintar tidak tahu dimana keberadaan gadis itu dan juga kenangannya bersama Adeline dan sikap lucu Adeline yang selalu Halilintar rindukan.

Seketika Halilintar yang masih merebahkan kepalanya sembari meminjamkan matanya, terbalalak kaget menyadari apa yang baru saja dilihatnya. Tubuhnya pun hanya bisa menegang saat mimpi itu terlintas di pikirannya. Berada di dalam rumah sendiri, membuat Halilintar tak bisa menahan perasaannya.

"Lo dimana anjing, gue gak tenang sialan" maki Halilintar yang kini sedang menatap foto Adeline diponselnya yang diambilnya secara diam-diam.

"Gue kangen sama lo queen, gue udah kerahin semua anak buah gue nyariin lo tapi gak ada hasil apapun yang gue dapet." gumamnya sambil meremas ponselnya.

"Lo buat gue frustasi bangsat!"

"Ck! Lo terus ada di pikiran gue. Kenapa gue harus mikirin lo hah?!"

"Gue malu buat mengakuinya, tapi gue benar-benar khawatir sama lo, gue ... Gue cinta sama lo Adeline." liriknya sambil menatap layar televisi.

"Taufan, benar. Tanpa lo hidup gue hampa. Dimana Lo sekarang? Gue kangen sama lo..." batinnya berteriak rindu akan kehadiran ia yang telah hilang.



Bersambung...

Jangan lupa vote and coment nya

SEE YOU NEXT PART💕







Halilintar Argantara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang