Iris tertidur dengan mantra pelindung, seperti biasa. Namun malam itu... tidak ada bintang. Hanya hamparan putih yang membentang seperti dinding rumah sakit, menciptakan atmosfer yang suram dan menakutkan, tidak seharusnya ada di dunia sihir yang seharusnya penuh warna dan keajaiban.
Ia duduk di kursi logam yang dingin, yang terasa seperti es menerpa kulitnya. Tangan kecilnya kuat menggenggam boneka kain tanpa wajah, sebuah pengingat yang menyayat hati akan kenyataan yang telah sirna, sementara di hadapannya duduk seorang wanita dengan rambut panjang, hitam basah, seolah baru saja ditarik dari sungai kematian, mengeluarkan aura misterius dan menghantui.
Di sekeliling mereka, udara tebal dan berat menggantung, seolah terkurung dalam sebuah balon yang tak pernah bisa pecah. Setiap desah lembut yang keluar dari mulut perempuan itu membangkitkan gema bergetar, seperti suara bisikan dari bayangan-bayangan yang terperangkap di dalam ruangan yang kelam, merayap dan mencuri masuk ke dalam jiwa Iris, menyulitkan pernapasannya yang bergetar.
Di sudut-sudut gelap, bayangan tampak bergerak, menari seolah serbuk halus yang tertiup angin dingin, menambah suasana mencekam dan menggigit, seolah-olah ada sesuatu yang tidak terlihat sedang mengawasi mereka. Suara perempuan itu, lembut namun menusuk, mengalir seperti sungai yang tenang, namun menyimpan arus berbahaya di dalamnya. Setiap kata yang ia ucapkan bagaikan menciptakan ledakan kecil dalam kesunyian, menggema dalam jantung Iris, menonjolkan setiap detakan jantungnya yang penuh ketakutan dan keraguan yang membara.
Di luar penglihatan Iris, ruangan berwarna putih menjelma menjadi semakin kelam, seolah-olah warna-warna itu berusaha merangkul ketakutan yang merayap dalam diri mereka. Aroma kemanisan busuk mengisi udara, membangkitkan kenangan-kenangan yang ingin dilupakan Iris, menempel pada ingatan seperti noda tak terhapus. Meski tak seorang pun terlihat, Iris merasakan kehadiran yang begitu nyata—suatu sapuan halus seolah-olah tangan tak kasat mata mengelus punggungnya, membawanya kembali ke ingatan yang terlupakan. Ruangan terasa semakin menekan, suaranya mengalun, seolah bisikan-bisikan berulang mempermainkan dinding, menggema dengan irama menghantui, menyesakkan paru-parunya. "Apa kau takut menjadi ibu, Iris?" Suara itu adalah teriakan sunyi dari tempat yang jauh, di mana kebutuhan dan ketakutan bersatu dalam sebuah tarian yang aneh dan penuh makna.
Iris berdiri, menantang. "Kau bukan siapa-siapa."
"Oh, aku memang bukan siapa-siapa. Tapi anak-anak yang tak sempat menangis mengenalku. Mereka semua memanggilku... Ibu."
Dari dinding putih yang monoton, tiba-tiba muncul tangan-tangan kecil yang mencakar perlahan, bukan untuk menyakiti, tetapi seolah-olah mencari pelukan hangat. Iris merasakan dorongan kuat untuk melarikan diri—namun lantai terasa cair, menyerap kakinya, seolah menahannya di tempat yang tidak bersahabat ini. Di sini, tidak ada sihir. Tidak ada tempat bagi pemimpin.
Seolah-olah dinding-dinding di sekelilingnya bergetar dengan bisikan-bisikan halus, suara-suara tak berwujud yang merayap ke telinga, penuh dengan keputusasaan, seperti nada tawa anak-anak yang terperangkap dalam kesedihan abadi. Bayangan di sudut-sudut gelap ruangan itu seolah bergetar, seakan menyaksikan drama yang tak terucapkan, menanti saat yang tepat untuk melangkah keluar dari kegelapan. Di sini, udara terasa menyesakkan, dipenuhi rasa cemas yang mengikat lehernya, menjadikannya seolah tenggelam dalam lautan ketakutan yang semakin dalam.
"Kau menyegel anakmu sendiri. Tidakkah itu... mirip denganku? Membiarkan mereka hidup tanpa dunia?"
"Diam."
"Fitran tidak akan menyelamatkannya, Iris. Dunia tidak akan menerimanya. Tapi aku... bisa memberinya tempat."
Wanita itu kini duduk di pangkuan Iris, menyentuh dengan lembut perutnya yang tersegel dalam mimpi, seolah berusaha membangunkan sesuatu yang terpendam dalam kegelapan yang dalam. Setiap gerakan tangannya seperti memanggil kekuatan misterius yang terkurung di sana, memberi harapan akan kehidupan yang terabaikan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Memory of Heaven
FantasyDi dunia yang terluka oleh luka eksistensial dan kenangan yang terfragmentasi, Fitran Fate adalah salah satu dari sedikit orang yang masih berpegang pada kehendaknya sendiri. Namun, takdirnya terikat pada misteri kuno yang tersembunyi dalam akar Poh...