Hening. Bisu. Sunyi.
Itulah aura yang melingkupi reruntuhan kuil kuno di tengah padang gurun kerontang, di mana para Sons of Silence bermeditasi dalam kekosongan total. Kuil itu, yang dulunya megah, kini terbengkalai dengan dinding-dinding berlumut, batu-batu hitam berkilau di bawah cahaya redup bulan, dan arsitektur yang menjulang dengan bentuk tajam dan menakutkan, seakan menantang langit yang gelap. Mereka bukan sekadar pendeta—mereka adalah penjaga kehampaan, penyembah suara yang tidak pernah terdengar. Namun malam itu, suara datang. Suara yang bukan dari dunia ini. Suara dari Voidwright lain yang bukan Fitran.
Vorrak muncul dari retakan realitas, tubuhnya membara dengan energi hitam tak bernama, seolah menghisap cahaya di sekelilingnya. Matanya menatap langsung ke pemimpin sekte itu—Akaroz, The Mouthless Prophet, dengan wajah yang hampa, tidak menunjukkan emosi, hanya kegelapan yang pekat di dalam tatapannya.
Ketika kehadiran Vorrak membanjiri kuil yang sunyi, ketakutan menyelubungi para pengikut sekte seperti kabut gelap yang mendekat. Suara desahan napas mereka menjadi deru ketakutan yang menggetarkan atmosfer, setiap helaan napas terjebak dalam dada mereka, seolah ada harapan yang melayang jauh dari jangkauan. Terpaku pada tempatnya, mereka merasakan jantung mereka berdebar seperti genderang perang, menandakan bahwa sesuatu yang jahat akan datang.
"Diam bukanlah jawaban," kata Vorrak, suaranya menggetarkan tulang. "Kau memilih menyembah kehampaan yang Fitran bentuk... padahal itu hanyalah bayangannya. Aku di sini untuk menghapus sumber sesatmu."
Di dalam keheningan yang menyakitkan, Akaroz dan pengikutnya merasakan rasa takut yang semakin menumpuk, seperti air yang menggenang sebelum badai. Dalam psikodrama ini, setiap detik terasa seperti seratus tahun—ruang dan waktu terdistorsi, mereka seolah terjebak dalam lubang hitam emosional di mana harapan hilang. Wajah Akaroz, yang biasanya tak menunjukkan sesuatu, kini seolah pecah, mencerminkan kengerian yang mendalam dan rasa panik yang tak terlukiskan, seakan dunia spiritual yang dibangunnya mulai runtuh di hadapannya. Tubuhnya bergetar, aliran energi dari kehampaan menggigit kemari seperti jari-jari bayangan, dan rasa dingin pelan-pelan merayap ke seluruh tubuhnya, merusak ketenangan yang selama ini dijaga.
Akaroz membuka jubahnya, memperlihatkan dada berlubang tempat jantungnya seharusnya berada. Dari lubang itu keluar kabut putih yang memekakkan hati siapa pun yang merasakannya—kabut lembut namun dingin, seakan dibedah oleh kisah duka dan kehilangan. Setiap kepulan kabut bergetar dalam diamnya, menghirup cahaya bulan hingga terlihat berkilauan seperti serpantin. Namun, tatapan ketakutan melingkupi wajah para pengikut sekte; perasaan seolah jantung mereka yang berdetak menyatu dengan sulur-sulur kabut, merasuk ke dalam jiwa mereka, menciptakan bayangan gelap kepada kenyataan yang menakutkan. Mereka hanya bisa berdiri terdiam, seolah badan mereka terpaku oleh ikatan tak terlihat yang lahir dari kegelapan itu.
"Kami adalah diam," bisik suara yang muncul di kepala Vorrak. "Kami adalah kehendak yang tidak membutuhkan lidah. Fitran membawa janji pembatalan dunia, dan kami—" Dalam ketegangan yang mencekam ini, seakan-akan suara itu bergetar di dalam diri mereka, memecah keheningan dengan potongan-potongan ketakutan yang terjalin. Rasa terasing dan terasingkan mencengkeram hati mereka, seolah salju dingin telah menyelimuti jiwa, menunggu untuk mencair dalam ketegangan yang mencekam.
Vorrak mengangkat tangannya, dan dari sana muncul sebuah simbol Void yang berdenyut—bukan untuk menciptakan, bukan untuk menghapus—tetapi untuk menyangkal eksistensi. Suara hilang, meninggalkan keheningan yang mendalam seperti ruang kosong di tengah malam. Akaroz dan seluruh Sons of Silence larut dalam kabut menjadi abu, bukan terbakar, bukan menghilang... tetapi tidak pernah ada, seolah-olah eksistensi mereka hanya ilusi yang terhapus oleh sentuhan angin. Tak ada teri, tak ada tangis—hanya kesunyian yang menggigit, seolah ruh mereka ditarik kembali ke dalam kedalaman kegelapan, meninggalkan jejak trauma yang membekas suka rasa tak terjelaskan. Mereka merasakan betapa jauh jarak antara tubuh dan jiwa, seolah tubuh mereka terkurung dalam penjara rasa sakit yang tak terperikan, menunggu saat terakhir ketika setiap napas menghilang dalam keheningan yang tak berujung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memory of Heaven
FantasyDi dunia yang terluka oleh luka eksistensial dan kenangan yang terfragmentasi, Fitran Fate adalah salah satu dari sedikit orang yang masih berpegang pada kehendaknya sendiri. Namun, takdirnya terikat pada misteri kuno yang tersembunyi dalam akar Poh...
