Awalnya, kabut tebal menyelimuti segalanya, menciptakan selubung ketidakjelasan yang menyempitkan batas pandang. Suara-suara samar mulai terdengar, mengganggu kesunyian seolah menariknya kembali ke realitas yang menyakitkan, menembus ketenangan yang menyelimuti. Dengan lambat, bentuk-bentuk mulai muncul dari kedalaman kegelapan, membentuk kenangan yang terjalin di dalam pikirannya, bagaikan bayangan nostalgia yang bergetar di air tenang.
Fitran berdiri di tengah reruntuhan ingatannya, seolah terperangkap dalam labirin kenangan yang menghantui setiap langkahnya. Masa lalu kini tampak samar, bagaikan bayangan yang menjauh, namun momen-momen kunci tetap membekas, menggerogoti jiwa yang dulunya dipenuhi semangat. Tak terhitung banyaknya saat-saat ketika dia berlari melalui jalan-jalan Thirtos, berjuang melawan ketidakadilan dan berusaha melindungi Rinoa—momen-momen berharga ketika hidup terasa penuh makna dan kekuatan. Namun, semua itu kini terasa sangat jauh, karena keputusan untuk berdiam diri dan mengamati menggigit setiap detik yang berlalu, menorehkan rasa penyesalan yang mendalam.
Fragmen-fragmen yang dimakan oleh Beelzebub meninggalkan lubang tak bernama, seperti halaman-halaman yang disobek dengan kasar dari kitab suci yang dijunjung tinggi. Namun, sisa-sisa yang tersisa mulai menyatu kembali, perlahan-lahan, layaknya potongan kaca patri yang disusun ulang oleh tangan tak terlihat, menciptakan kembali gambaran yang pernah indah. Dalam keadaan putus asa ini, dia bertanya-tanya tentang langkah selanjutnya yang harus diambil. "Apakah semua ini sia-sia?" batinnya, saat mengingat kembali saat-saat ia berani berdiri untuk yang lebih lemah. Saat ini, dia hanya menjadi saksi bisu atas kehancuran yang mengelilinginya.
Nama-nama melintas tanpa henti, bagaikan bayangan samar yang menyentuh relung ingatan. Wajah-wajah tak dikenal muncul dari kegelapan, menari tanpa konteks atau cerita, hanya mengingatkannya pada kehilangan yang tak terelakkan, seolah-olah setiap kenangan menyimpan luka yang menganga di dalam hatinya.
Namun, ada sesuatu yang terpatri dalam jiwanya, tak bisa dihapuskan:
Keheningan yang ia pilih sendiri, seperti bayang-bayang yang membungkus setiap sudut kesunyian dengan kedalaman penuh misteri.Dia tahu siapa yang membunuh.
Dia tahu siapa yang memutarbalikkan hukum.
Dia tahu siapa yang mengoyak kota Thirtos dari dalam. Namun dalam keheningan ini, dia terus berjuang melawan bayangan masa lalu yang kerap berbisik, "Kau seharusnya ada di sana untuk Rinoa."Tapi ia hanya menatap dari kejauhan, terperangkap dalam bayang-bayang yang tidak menyentuh cahaya ataupun kegelapan. Saat hujan ingatan mengguyur pikirannya, dia teringat momen-momen ketika keberaniannya mendorongnya untuk menghadapi musuh yang jauh lebih kuat, menegur segala rasa takut dan ragu. Kini, dia hanya menjadi penonton, merenungkan keinginannya yang hancur dan keputusasaannya yang seolah menelan seluruh harapan.
"Bukan tugasku lagi," bisiknya ke angin yang tak mendengar, suara lembutnya hilang dalam kehampaan. Rasa bersalah menggerogoti hati kecilnya, menghantarkan kilasan ingatan tentang saat-saat ketika dia merasa berada di tempat yang tepat, seolah setiap langkahnya adalah keputusan yang tak tergantikan. Namun kini, pilihan itu terasa seperti bekas luka yang tak kunjung sembuh, menyakitkan dan penuh penyesalan.
"Mereka akan saling menelan. Aku hanya akan menyentuh dunia ini sekali lagi... jika ia Rinoa dalam bahaya." Dengan gagasan ini, dia meraih kembali sedikit harapan yang terpendam di dalam dirinya—harapan yang mungkin bisa membawanya kembali ke kehidupan yang dulu, saat semua terasa mungkin dan ceria.
Angin menerpa dengan suara hampa, seolah dunia di bawah telah lupa cara bernapas, mengisi udara dengan kesunyian yang mencekam.
Fitran berdiri di ujung menara jam kuno, tepat di bawah jarum waktu yang terhenti pada angka dua belas. Di hadapannya, mesin raksasa dari besi berkarat—sebuah monumen dari masa lalu yang telah kehilangan fungsinya—dihadapkan pada waktu yang tak lagi menghiraukannya, meski sesekali ia masih mengeluarkan suara seperti keluhan nostalgia dari zaman yang telah terlupakan oleh banyak orang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Memory of Heaven
FantasyDi dunia yang terluka oleh luka eksistensial dan kenangan yang terfragmentasi, Fitran Fate adalah salah satu dari sedikit orang yang masih berpegang pada kehendaknya sendiri. Namun, takdirnya terikat pada misteri kuno yang tersembunyi dalam akar Poh...