Terra, Pulau Moon
Gaia Grand Castle, Day of When Full Moon Aquamarine
Pohon-pohon yang menjulang tinggi ke angkasa, menembus cakrawala, berdiri kokoh tepat di bawah sinar bulan yang memukau. Hari ini adalah bulan purnama aquamarine, saat di mana lautan tengah bergelora dengan badai dahsyat yang mengamuk, menyiratkan pertanda akan perubahan besar. Di sisi lain, blue moon itu tetap bersinar indah, memancarkan cahaya lembut meski di tengah kegelapan yang melanda. Inikah yang disebut keindahan, atau sekadar ilusi? Fitran hanya bisa menatapnya, tak mampu merasakannya. Di balik semua pesona itu, tersimpan warna gelap yang menyelimuti, memunculkan keraguan dan ketidakpastian dalam dirinya. Ia tersenyum miris, merenungkan simbol kelembutan yang tampak, namun dalam hatinya ia bertanya, sebenarnya adakah kelembutan di baliknya?
Fitran berdiri dengan kagum di depan kastil megah yang terbuat dari ribuan ton kristal berkilau, memantulkan cahaya rembulan dengan pesona yang menakjubkan. Interiornya begitu indah dan terkesan sederhana, namun dipenuhi dengan nuansa keanggunan yang tak tertandingi, menciptakan atmosfer yang seakan melawan waktu. Di dalam kastil inilah raja dan ratu iris tinggal dalam kedamaian, dikelilingi oleh sejarah panjang yang penuh liku. Di tengah halaman, terdapat Tree of Life, pohon kehidupan yang ikonik dari planet Blue Earth, akar dari segala pohon yang hidup di dunia ini. Saat pertama kali melihatnya, Fitran merasakan getaran keajaiban sekaligus ketakutan; pohon itu seolah menyimpan energi positif dan negatif, mencerminkan dirinya sendiri. Istana Gaia berdiri sunyi di bawah rembulan yang gemetar, seakan alam pun tahu bahwa sesuatu yang tak bisa dibalik sedang terjadi. Pilar-pilar kristal yang dulu memantulkan cahaya harapan, kini hanya membiaskan bayangan dan bayang-bayang. Di dalamnya, duduk sang Ratu.
Iris.
Namanya berarti pelangi, namun malam ini, tatapannya hampa dan tanpa warna, seolah langit pun mengabaikan keindahannya. Di dalam sunyi yang mencekam, dia menanti seseorang yang mungkin bisa mengubah segalanya. Dan langkah itu pun tiba, membawa harapan yang terpendam dalam hatinya.Langkah kaki yang tenang, tanpa terburu-buru, menunjukkan bahwa pemiliknya telah lama melepaskan segala kepedulian akan hidup dan mati. Fitran muncul dari balik kabut yang menyelubungi lorong istana, menjulang bak bayangan yang terlupakan. Jubahnya berbau tanah dan darah, aroma yang mengundang kesedihan dan kehilangan, tapi matanya... matanya tetap memancarkan kemurnian yang membuat Iris tercekik. Bukan karena pesonanya, melainkan karena ia tahu:
Fitran telah berubah.Namun di saat yang sama, ia tidak pernah berubah.
"Fitran." Suara Iris tegas, meski tak bergetar. Dia tetap seorang ratu, berusaha menjaga kewibawaan meskipun dunia sekelilingnya runtuh. Namun, suaranya juga tidak bernyawa. Iris tetap... manusia yang telah kehilangan terlalu banyak untuk meneteskan air mata lagi.
Fitran tidak menjawab. Ia hanya mengulurkan gulungan kertas pada meja kaca yang dingin dan membatasi mereka, sebuah batas yang melambangkan ketegangan di antara mereka. Di dalamnya—hukum baru. Hukum yang seharusnya adil, namun tercipta dari darah yang menetes, teriakan penuh derita, dan taring Smilodon yang menghunus. Hukum yang menantang moral dan nilai kemanusiaan.
"Sudah kubilang," ucap Iris pelan, suaranya bergetar namun mantap, "aku tidak bisa menandatanganinya... kalau caramu seperti ini."
"Apa yang salah dengan caraku?" tanya Fitran, suara lirihnya tajam seperti pecahan kaca. "Keadilan tak akan lahir dari bunga yang indah. Ia tumbuh di atas tanah yang dipenuhi mayat, dan aku hanya mempercepat siklusnya."
"Mereka manusia, Fitran. Bahkan jika mereka salah, tetap saja mereka manusia."
Fitran tertawa. Bukan tawa gembira, bukan pula tawa sinis. Ini adalah tawa dari sosok yang terlalu lama terjebak dalam kegelapan, lelah menghadapi kenyataan yang tak terelakkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Memory of Heaven
FantasyDi dunia yang terluka oleh luka eksistensial dan kenangan yang terfragmentasi, Fitran Fate adalah salah satu dari sedikit orang yang masih berpegang pada kehendaknya sendiri. Namun, takdirnya terikat pada misteri kuno yang tersembunyi dalam akar Poh...