Jam dinding menunjuk angka 10 malam saat Tasya terbangun dari tidurnya. Dia merasa sedikit pusing saat menyesuaikan penglihatannya dengan cahaya lampu yang memang tidak pernah dia matikan saat tidur.
'Kok gue di kamar? Perasaan tadi ada di ruang tengah sama Langit deh.' Tasya bertanya-tanya dalam hati.
Kakinya dia pijakkan ke lantai untuk keluar dari kamarnya. Hujan memang sudah mulai reda dan hanya suara tetesan-tetesan air yang mengenai seng di luar kontrakannya.
'Apa Langit udah pulang?'
Tasya keluar kamarnya dan segera berjalan menuju ruang tengah. Kepalanya celingukan memenjar mencari orang yang tadi bersamanya seharian. Namun nihil, karena batang hidung Langit sama sekali tidak terlihat.
Dia berjalan pelan menuju dekat jendela dan menyibak gorden tipis yang menghalangi penglihatannya. Di depan sudah tidak ada lagi motor Langit, itu tandanya laki-laki itu sudah tidak ada di sini.
Tasya menuju sofa untuk mengambil hpnya yang tadi dia letakkan saat tidur. Dia mencoba untuk mengecek apakah Langit mengiriminya pesan sekedar pamitan atau apa. Namun kolom chat yang pernah mereka lakukan sudah tidak ada. Semua pesan-pesan yang pernah Langit dan dia kirim hilang tak bersisa.
"Kok ngga ada? Perasaan ngga pernah gue hapus sejak awal pacaran sama Langit. Masa iya Langit yang hapus? Dia ngga tau pw gue. Atau gue yang ngga sengaja ngehapus? Coba gue telfon aja kali ya?"
"You're calling is not entry..."
Saat dia mencoba menelfon Langit namun laki-laki itu justru tidak bisa dihubungi. Hal itu membuat Tasya sangat khawatir, apalagi tadi hujan deras banget.
"Hujannya masih deras. Gue ngga mau lo kenapa-napa. Kalau nanti kita pisah gue maunya kita pisah bukan karena kematian."
Entah mengapa tiba-tiba bulu kuduk Tasya terasa berdiri semua mengingat ucapannya kepada Langit tadi. Dengan spontan dia menepuk bibirnya keras.
"Bego ! Kenapa gue tadi pakai bilang kayak gitu segala sih? Sekarang gue beneran nyesal udah bilang kayak itu tadi. "
"Kenapa lo pakai nepuk-nepuk bibir segala? Mau gue cipok lo?"
Tasya memutar kepalanya saat mendengar suara seseorang dari dapurnya sambil membawa semangkuk mi instan yang masih mengepulkan asap.
'Duh jadi laper.' Gumam Tasya memegangi perutnya.
"Venus?! Lo ngapain di sini? Dari mana lo tau tempat gue?! Sejak kapan lo di sini? Dan mau apa lo di sini?" Tanya Tasya beruntun sambil berjingkat dari duduknya.
Dengan santai Venus duduk di sebelah Tasya sambil meletakkan mi instanya, "Nanyanya satu-satu bisa kali.Gue tadi disuruh Kak Geo. Katanya lo takut kalau hujan deras, makanya dia nyuruh gue ke sini. Berhubung gue laper jadinya gue bikin mi. Melarat amat sih lo sampai ngga ada persediaan makanan? Gue harus keluar dulu cuma buat nyari mi aja. "
Tasya termenung mendengar penuturan Venus, "Jadi lo tadi ketemu Langit dong?"
Mi yang sudah terangkat terpaksa Venus hentikan di depan bibirnya, "Langit? Lo ngigau? Bangun dulu gih."
"Ih gue serius. Tadi Langit di sini sebelum gue tidur."
"Gini, dengerin. Tadi pas gue datang ngga ada makhluk yang namanya Langit. Gue aja harus pakai kunci cadangan yang dikasih Kak Geo, gara-gara lo kunci rumah ini dari dalam. Nah kalau Langit yang lo maksud emang dari sini ya otomatis pintunya ngga kekunci dari dalam kan?"
Skak mat. Benar juga kata Venus. Tapi beneran tadi dia ngga mungkin mimpi.
"Tapi gue tadi seharian emang habis kencan sama Langit." Kekeuh Tasya pada pendiriannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
[HSLS] You are.... √
Teen FictionPernah dengar "Jangan bermain api kalau takut terbakar, Jangan bermain air kalau takut basah, Jangan bermain lumpur kalau takut kotor." Tau ngga artinya apa? Itu artinya jangan bertindak sesuatu kalau kamu tidak siap menanggung resikonya. Sama kay...