[HSLS] You are.... √

By Purindari_

20.9K 1K 49

Pernah dengar "Jangan bermain api kalau takut terbakar, Jangan bermain air kalau takut basah, Jangan bermain... More

Welcome
Chapter 1 [Pemilihan Ketua Osis]
Chapter 2 [Menjadi Nomer Dua?]
Chapter 3 [Sumber Kekhawatiran]
Chapter 4 [Serba Salah?]
Chapter 5 [Sedikit Perhatian?]
Chapter 6 [Berantem? Dikit]
Chapter 7 [Tidak mungkin?!]
Chapter 8 [Kejutan?]
Chapter 9 [Pertemuan?]
Chapter 10 [Ambigu?]
Chapter 11 [Masalah yang datang?]
Chapter 13 [Kembali?]
Chapter 14 [Meminta?]
Chapter 15 [Liku?]
Chapter 16 [Drama?]
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25 [Sweet seventeen]
Chapter 25.2 [Hadiah ulang tahun?]
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Ganti Judul ?
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Bye

Chapter 12 [Menyedihkan?]

474 20 1
By Purindari_

Aldwinda terlihat kebingungan melihat sahabatnya yang tidak berhenti menangis sejak tadi. Bahkan dia merasa lengannya sedikit pegal karena Tasya yang terus saja memeluknya.

"Sya.. Lo kenapa? Cerita dong sama gue. Kalau lo cuma nangis gini, yang ada gue malah bingung." pinta Aldwinda mendongakkan kepala Tasya agar menghadap kepadanya.

Namun Tasya justru menggeleng dan meneruskan untuk menangis. Entah rasanya sulit untuk menceritakan semuanya.

Tanpa diperintah, secara otomatis air mata Aldwinda menetes begitu saja. Dia merasa sangat sakit melihat kondisi Tasya yang begitu memprihatinkan.

Tasya menghapus air mata Aldwinda dengan perlahan "Lo ngapain jadi ikut nangis sih Win?"

"Gimana ngga ikut nangis kalau liat keadaan lo yang kayak gini. Buat gue lo itu bukan cuma sekedar sahabat lo tapi gue udah nganggap kalau lo itu saudara gue. Apa yang lo rasain itu juga bisa ikut gue rasain"

"Ishh udah. Gue ngga apa-apa kok. Jangan ikut cengeng ah. Entar kalau gue udah siap gue bakal cerita kok" tutur Tasya meyakinkan.

Menghembuskan nafas pasrah "Oke. Kalau lo ngga mau cerita dulu gue ngerti. Tapi seenggaknya lo makan dulu gih. Dari kemarin loh lo ngga makan. Walaupun hari ini libur tapi lo tetep harus makan" tutur Aldwinda pelan.

"Gue ngga lapar Win" suara Tasya terdengar serak.

"Ngga lapar gimana? Sebenarnya lo tuh lapar, tapi lo tahan kan? Sya.. Jangan nyiksa diri lo kayak gini. Gue ngga suka"

"Tap.."

"Kalau lo masih mau tinggal di apartemen gue, lo makan sekarang. Atau anggap aja kita ngga pernah kenal?" ancam Aldwinda sambil menatap tajam Tasya.

Memang saat ini Tasya sedang berada di apartemen milik keluarga Aldwinda, mumpung hari libur.

Mendengar ancaman dari Aldwinda akhirnya Tasya melepaskan pelukannya "Win.. Gue beneran ngga lapar. Kayak lo ngga tau gue aja"

Aldwinda meniup poninya kesal "Oke kalau lo belum makan. Gue lapar mau sarapan dulu. Entar kalau lapar lo buruan turun"

Tasya mengangguk sambil melihat kepergian Aldwinda. Dia mendengar hpnya berbunyi menandakan ada telfon masuk. Namun dia justru membuang hpnya itu karena dia tahu siapa yang sedang mencoba untuk menghubungi dia.

Tasya memilih untuk pergi ke apartemen Aldwinda karena Geo tidak mengetahui tempat itu. Jujur dia masih sangat kecewa dengan penuturan papanya kemarin. Itu terlalu cepat dan terlalu sulit baginya.

Jika dari kecil kakak dan papanya selalu mengajarkan kejujuran, lalu kenapa justru mereka yang berbohong? Tidak ada kebohongan yang dilakukan demi kebaikan. Satu saja kebohongan dilakukan maka kepercayaan akan runtuh dengan sendirinya. Sesuatu yang sudah runtuh akan sulit untuk terbangun lagi.

Kejadian demi kejadian di mana waktu kebersamaannya dengan papa dan kakaknya mulai terputar di otak. Saat mereka berlibur di London beberapa tahun yang lalu, saat mereka menginap di sebuah vila di Bandung dan masih banyak kejadian lain.

"Mah.. Apa cuma Tasya yang ngerasa udah dikhianati? Apa cuma Tasya yang ngerasa sakit hati? Kenapa ini sulit mah? Tasya mau ikut mama.. Kangen" lirih Tasya memegangi sebuah liontin yang melingkar di lehernya.

Itu adalah hadiah dari mamanya yang dititipkan neneknya waktu dia masih kecil. Dan kalung itu tidak pernah lepas sedetikpun dari tempatnya.

"Lo nangis terus emang bisa bikin kenyang?"

Tasya mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara. Matanya sedikit membulat saat mengetahui siapa yang datang menghampirinya. Dan dia juga memandang pintu yang telah terbuka, menandakan dia tidak sadar ada seseorang masuk ke kamar itu.

"Lang? Lo ngapain ke sini?" tanya Tasya heran.

Meletakkan sebuah nampan di atas meja "Ck. Apa susahnya sih lo makan sampai harus gue yang repot?"

"Gue juga ngga minta lo buat ke sini kan? Apalagi masih pakai baju rumah sakit gitu? Lo kabur atau... Ya ampun Lang, tangan lo itu berdarah" jerit Tasya segera memegang tangan Langit.

Memang yang menghampirinya tadi adalah Langit dengan baju yang biasa digunakan oleh pasien rumah sakit. Tasya mengambil kotak P3K yang ada di kamar Aldwinda. Dengan telaten dia mengobati luka Langit agar berhenti mengeluarkan darah.

"Kalau mati ngga usah pakai nyamperin gue ! " gerutu Tasya sambil agak menekan bekas infus yang ada pada tangan Langit.

"Awss.. Lo gila ya? Lagian lo juga kalau mati ngga usah pakai acara mogok makan, minum obat nyamuk aja biar cepet" sahut Langit tak kalah pedas.

Menempelkan plester "Obat nyamuk mahal. Seengganya gue mogok makan itu bikin lo perhatian ke gue"

Langit memasang wajah datar "Gue dipaksa Aldwinda buat nyamperin lo. Kalau aja engga, tadi gue masih asyik di apartemen Gara"

Tasya mendengus kesal "Ya udah lo balik aja. Gue ngga butuh lo di sini kalau lo emang ngga niat. Dari dulu kan lo emang ngga..."

"Makan !! " perintah Langit tegas memotong ucapan Tasya yang menurutnya tidak jelas itu.

"Gue ngga laper"

"Ngga usah kegayaan mau diet segala"

"Gue ngga diet LANGIT !!! "

"Gue itung 1 sampai 3 kalau lo ngga makan.."

"Oke. Gue makan tapi suap ya?" pinta Tasya memohon.

Entah Tasya sendiri juga bingung kenapa dia segitu beraninya meminta pada Langit.

Mengeleng "Engga ! Kalau lo ngga mau makan gue juga ngga rugi. Kalau sakit lo juga yang ngerasain."

"Ya udah. Lo keluar !! Gue butuh waktu buat sendiri" usir Tasya tanpa memandang Langit.

Langit mengambil nampannya kembali lalu menghampiri Tasya yang duduk di bibir ranjang "Gue ngga ada waktu buat debat sama lo. Makan !! " menyodorkan piring pada Tasya.

Menerima piring itu bukan untuk segera makan, tapi Tasya letakkan pada meja "Lang.. Gue bilang kalau males. Kenapa lo maksa banget sih? "

"Kalau lo sakit siapa yang bakal ngerjain tugas gue?? "

"Oh cuma gara-gara itu lo khawatir ke gue? Lo santai aja, ngga makan sehari ngga bikin gue mati kok. Jadi semua tugas lo aman terkendali"

Lalu keduanya sama-sama terdiam dengan mengalihkan pandangannya masing-masing.

"Lang.." panggil Tasya pelan.

"Hn"

"Pinjem dada lo bentar ya? Gue pingin nangis?" tanya Tasya membuat Langit menaikkan alisnya.

Tanpa menunggu jawaban dari Langit, Tasya segera memeluk laki-laki itu. Langit sedikit terkejut saat tiba-tiba Tasya memeluknya.

"Lang.. Jangan tinggalin gue pas ada masalah yang nimpa gue ya?" pinta Tasya dengan suara serak.

"Hn"

"Gue takut Lang lo bakal ninggalin gue gitu aja. Entah kenapa firasat gue ngomong kalau lo yang akan ninggalin gue" tutur Tasya sedikit ngelantur.

'Anak ini ngomong apa sih?' batin Langit heran.

"Gue tau, lo ngga sayang sama gue. Tapi saat ini gue bener-bener butuh lo di dekat gue"

Setelah itu tak terdengar lagi racauan yang keluar dari mulut Tasya. Saat Langit menurunkan wajahnya ternyata gadis itu sudah terlelap. Terlihat jelas dari nafasnya yang mulai teratur.

'Lo kenapa sih?' tanya Langit dalam hati sambil menidurkan Tasya dengan posisi benar. Setelah menyelimuti gadis itu, Langit segera turun ke bawah.

Di bawah sudah ada Aldwinda dan Gara yang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Gara sedang sibuk mendengarkan musik dengan earphone sedang Aldwinda sibuk mengolesi roti dengan selai nanas kesukaannya.

"Cabut" ajak Langit sambil menepuk bahu Gara.

Aldwinda meletakkan rotinya dan berjalan menghampiri Langit. "Gimana udah mau makan?"

"Engga. Tidur" jawab Langit datar.

"Lo mau balik? Lo ngga khawatir sama Tasya?" tanya Aldwinda

"Khawatir? Gue lihat dia baik-baik aja. Dan lo ngga usah nelfonin gue lagi. Lebay" sahut Langit pedas. Entah laki-laki itu habis makan apa.

"Ehh gimana gue ngga khawatir. Cewek lo itu dari kemarin dia turun dari taksi sampai tadi pagi nangis terus. Tapi tiap gue tanya dia ngga mau jawab. Lo tuh enteng banget sih kalau ngomong. Coba kalau Tasya kenapa-kenapa apa masih bisa lo sesantai ini?" Aldwinda mulai emosi menghadapi sikap Langit yang bisa santai seperti itu.

"Nyatanya dia ngga apa-apa kan? Udah gue mau cabut sama Gara. Lo jagain dia, kalau ngga mau makan biar aja toh kalau sakit dia sendiri yang ngerasain" pamit Langit keluar dari apartemen Aldwinda.

Melihat respon Langit yang baginya sangat menyebalkan itu membuat Aldwinda mengepalkan tangan. "Tuh cowok dibuat dari apa sih? Kok bisa ya cuek bebek kayak gitu. Yang gue heranin kenapa si Tasya betah aja sama tuh cowok" dumelnya sambil melihat Langit yang menghilang termakan lift.

"Marahin siapa sih Win?"

Aldwinda menjengkitkan kakinya saat mendengar suara dari belakang. "Lah sya? Tadi tuh cowok es bilang lo lagi tidur, kok lo?"

Tasya tersenyum "Gue tadi cuma pura-pura aja. Gue ngga mau bikin dia susah gara-gara gue. Liat dia yang masih pakai baju rumah sakit sama bekas infusnya aja, gue tau dia juga lagi ada masalah. "

Aldwinda mengusap bahu Tasya dengan memasang wajah sok dramatis "Uhh sahabat gue ini emang yang paling the best lah"

"Win.." panggil Tasya sambil memandang wajah sahabatnya itu dengan tatapan puppy eyes .

Menyadari akan tatapan Tasya seperti itu membuat Aldwinda menghembuskan nafas kasar "Mau apa lo?"

"Gue pingin sarapan samyang yang paling pedes dong"

"Heh !! Lo ngga pernah liat tv apa? Sekarang kan lagi maraknya dugaan tentang kandungan minyak babi. Ya gue sih ngga tau tentang kebenarannya"

"Ng.. Berarti itu minyak lo dong?" tanya Tasya dengan wajah yang sok polos.

"Bangsul lo !!" teriak Aldwinda sambil mengejar Tasya yang sudah lebih dulu lari ke ruang makan.

Drrt.. Namun Aldwinda harus menghentikan pengejarannya ketika mendengar hpnya berbunyi.

📥Langit kan
Udah makan?

Aldwinda mengukir sebuah senyuman sebelum mengetikkan 'Udah'

♨♨♨♨♨♨♨♨

Suasana yang biasanya sangat hangat dan penuh rasa kekeluargaan kini menjadi canggung. Hanya saling melirik tanpa ada niatan untuk bertegur sapa.

Terlebih lagi saat ini, mereka memang sama-sama sedang menikmati waktu bersama di ruang keluarga seperti biasa yang mereka lakukan jika hari libur. Namun mereka justru sibuk dengan keasyikan masing-masing.

"Ekhem.. Kok jadi aneh gini ya?" tanya seorang wanita berusaha untuk mencairkan suasana. Dia adalah Wulan sambil memandangi suami dan kedua anaknya.

Tapi tidak terdengar tanggapan sama sekali dari ketiganya. Mungkin mereka pura-pura tuli atau menanga malas untuk menjawabnya.

"Duhh sayang banget kalau libur gini pada diem semua. Padahalkan jarang banget kita bisa ketemu kayak gini" celetuk Wulan lagi.

"Venus mau keluar " pamit Venus sambil menyambar kunci motornya lalu keluar rumah begitu saja.

"Ven.."

"Udah Lan. Venus butuh waktu buat nerima semuanya. Ini memang salahku karena ngga ngasih tau dia dari dulu" bujuk Luqas mencegah istrinya ditengah nafasnya yang sedikit terdenggsl.

Wulan hanya mengangguk sambil mengusap tangan Luqas. Mungkin benar yang dikatakan suaminya.

"Mah..pah.. Geo mau pamit buat nyari Tasya. Kemarin aku nyari ke kostan dia ngga ada"

Melihat kedua anaknya keluar rumah membuat Wulan maupun Luqas hanya menghela nafas.

Geo sedang mengejar Venus yang nampak ugal-ugalan mengendarai motornya. Entah laki-laki itu tak habis fikir dengan jalan fikiran adiknya itu. Memang bukan adik kandung tapi namanya juga adikkan?

Nampak Venus menghentikan motornya di sebuah warung makan, biasa digunakan untuk nongkrong. Dengar perasaan senang, Geo juga ikut menghetikan motornya di sana.

Melihat Venus yang menyalakn sebatang rokok membuat Geo segera menampik tangan laki-laki tersebut, alhasil rokok itu terjatuh.

Menggeram kesal "Ck.. Lo nyar..Kak? Ngapain lo ngikutin gue?" tanya Venus membuang muka.

Duduk di sebelah Venus "Gue khawatir sama lo. Gue tahu kalau lo kecewa sama papa, mama juga termasuk gue kan? Tapi lo harus tahu apa yang nyebabin kita buat ngga ngasih tau lo dulu. Lo ngga kasihan apa sama papa yang sakit gara-gara mikirin kita, lo , gue juga Tasya?"

"Cihh omong kosong ! Gue males buat dengerin ceramah lo lagi. Oke gue dulu kemarin mau ngikut mau lo karena gue kira kita emang saudaraan. Tapi setelah tau gue jadi males buat patuh lagi sama lo" tutur Venus sinis.

"Kita emang ngga satu kandungan. Tapi di tubuh kita mengalir darah yang sama, yaitu darah papa. Dan ngga cuma kita, tapi juga ada Tasya adik kita"

"Iya. Tapi kenapa baru sekarang? Sulit kak buat nerima semuanya. Untung belum sempat gue suka sama Tasya"

Geo membelalakkan matanya "Lo suka sama Tasya?"

"Hampir. Dan sekarang gue harus berusaha keras buat ngilangin rasa aneh itu."

"Ven.. Gue mohon sama lo buat nerima semua ini dengan ikhlas. Kasihan papa, dia udah cukup berat untuk nangung bebannya. Lo ngga liat apa kalau papa sekarang makin tua?"

Venus tertegun mendengar penuturan kakaknya itu. Papanya adalah orang yang sangat dia banggakan. Bahkan dulu waktu masih TK, ketika gurunya bertanya dia ingin jadi apa jika sudah besar maka dengan mudah dia menjawab "Aku mau jadi seperti papa" . Dulu yang dia lihat papanya adalah sosok yang sangat sempurna, penyayang dan seperti tanpa beban. Tapi rupanya dia salah.

"Kak.. Gue ngga tahu tapi gue butuh waktu" lirih Venus.

"Iya. Gue ngerti. Yaudah gue mau nyari Tasya dulu" pamit Geo setelah menepuk pundak Venus.

Venus menatap kepergian Geo dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada hal yang ingin dia sampaikan, namun bibirnya terkunci rapat.

Dengan langkah lunglai, Venus menuju motor trail kesayangannya. Jika anak cowok lain akan memilih motor ninja sebagai tunggangan mereka, namun berbeda dengan laki-laki itu. Menurutnya cowok akan terlihat sangat laki jika sudah menaiki motor yang sangat berisik itu.

Membelah kota Jakarta dengan rasa kalut yang menggelendot di dalam hati membuat Venus merasa sedikit tenang. Baginya menghabiskam waktu bersama Raisa akan mengembalikan sedikt moodnya yang mulai hancur. Jika kalian berfikir jika Raisa itu adalah kekasihnya maka kalian salah besar. Raisa adalah nama kesayangannya untuk motor trailnya itu. Katanya jika ada yang mengajaknya jalan dan dia sangat malas maka dia akan mengeluarkan alasan 'Sorry gue mau jalan sama Raisa'. Biar ngga keliatan jomblo kali ya? Padahal laki-laki itu terbilang cukup ganteng namun dia memilih untuk sendiri dulu. Masih belum bisa move on katanya.

Venus menghentikan Raisa di depan sebuah mini market. Tiba-tiba saja dia merasa sangat haus, dan dua baru ingat jika daritadi dia memang belum minum apa-apa.

"Aduh maaf mbak dompet saya ketinggalan kayaknya" keluh seorang gadis di depan kasir.

"Jadinya gimana mbak?" tanya petugas kasir.

Venus yang mengantri di belakang orang itu hanya mendengus kesal. 'Masih aja ada orang ceroboh di tahun 2017' batinnya. Karena tidak sabar untuk mengantri lebih lama akhrinya Venus menyerobot ke depan.

"Memang totalnya berapa mbak?" tanya Venus ke petugas kasir.

"Empat puluh delapan ribu lima ratus ribu" jawab petugas kasir itu.

"Ehh ngga usah mas" sela sang pemilik belanjaan tersebut.

Dengan cuek Venus mengeluarkan selembar uang berwarna merah dari dompetnya "Ini sama minuman saya"

"Jadi totalnya lima puluh tiga lima ratus" ujar petugas kasir sambil menyerahkan uang kembalian.

Setelah mengambil uang kembaliannya, Venus segera keluar dari mini market itu sambil membuka botol minumnya. Tanpa memperdulikan tatapan memuja dari para pembeli yang sebagian besar adalah kaum hawa. 

"Ehh mas tunggu" teriak perempuan yang dibayari Venus tadi.

Venus sudah ingin melajukan motornya sebelum datang perempuan yang ditolongnya tadi.

"Mas..tadi uangnya gimana? Saya minta no rekeningnya aha gimana biar saya ganti?" cerocos orang tersebut.

Menaikan sebelah alisnya sebelum akhirnya dia meenstater motornya dan berusaha tidak menanggapi perempuan itu.

Perempuan itu menarik jaket Venus "Ehh mas saya ngomong sama kamu ya"

"Lepas !! " bentak Venus tidak suka sambil melepas helmnya lagi .

"Ishh kasar banget sih lo mas jadi orang. Lah lo? " perempuan itu terheran.

Venus menatap tajam "Lo kenal gue? Oke gue paham kalau gue emang terkenal. Gue cuma mau bilang kalau gue ngga perlu duit ganti dari lo dan yang lebih penting suka kalau lo panggil gue m-a-s"

"Oke. Ehh lo anak Garuda kan? Yang bikin rusuh di Cakrawala?"

"Lo kenal sama gue?" tanya Venus bingung. Pasalnya dia tidak mengenali gadis itu, atau mungkin dia lupa.

"Gue Aldwinda sahabatnya Tasya yang lo ajakin berantem di ulang tahun Cakrawala kemarin"

Venus tertegun, bukan karena memikirkan siapa nama gadis itu. Tapi karena ada nama lain yang Aldwinda sangkut pautkan.

"Lo tau dia dimana?" tanya Venus serius.

"Dia? Tasya maksud lo? Ada apa lo nyariin dia?"

"Jawab aja" desak Venus.

"Gue tahu tapi gue ngga mau kasih tau lo" jawab Aldwinda meledek.

Tersenyum miring "Lo lupa kalau belanjaan lo tadi gue yang bayarin?" tanya Venus mengancam.

Meniup poninya pasrah "Oke , ikut gue." ajak Aldwinda sambil berjalan mendahului Venus.

Setelah mengunci motornya, Venus segera berjalan mengikuti gadis yang ada di depannya. Tak butuh waktu lama Venus melihat Aldwinda naik ke sebuah lift.

"Bentar gue panggilin Tasya dulu." ucap Aldwinda sambil mempersilahkan Venus masuk.

Venus segera duduk di sebuah sofa yang tersedia di ruang tamu. Matanya menjelajahi ruangan itu dan dia melihat banyak sekali foto Aldwinda dengan Tasya menandakan bahwa keduanya bersahabat cukup dekat.

"Siapa sih tamunya Win? Gue lagi goreng jamur nih"

"Udah lo temuin aja. Jamurnya biar gue yang urus"

"Yaudah"

Setidaknya percakapan itu yang terdengar di telinga Venus sebelum seorang gadis datang menghampirinya. Tasya sedikit terkejut melihat siapa yang dikatakan Aldwinda sebagai tamunya.

Dengan sedikit ragu Tasya menghampiri Venus dan duduk di sofa agak jauhan dari laki-laki itu "Ada apa?"

"Itu cara lo buat nerima tamu? Ngga diajarin sopan santun sama orang tua lo?" tanya Venus agak menyindir dengan tatapan sinis.

"Gue ngga pernah diajarin sama orang tua, kenapa? Beda ya sama lo yang bisa diajarin sama mama dan papa lo?" balas Tasya tak kalah sinis.

"Beda dong. Secara nyokap sama bokap gue kan selalu ada buat gue. Tentunya mereka bakal ngajarin yang terbaik buat gue"

"Mau pamer? Sorry gue ngga iri. Mending lo pulang aja, gue ngga punya banyak wakty buat ngladenin manusia kayak lo. Pintunya masih kebuka dan belum pindah" Tasya menunjuk pintu menandakan agar laki-laki itu pergi dari hadapannya.

"Slow santai adik manis , gue bakal pulang kok. Di rumah udah ada mama sama papa yang udah nungguin gue, oiya ada juga kak Geo . Gue cuma mau bilang menyedihkan sekali ya jadi lo yang ngga pernah dianggap?!"

"Makasih. Lo pilih keluar sendiri atau gue yang nyeret lo buat keluar?!!" tanya Tasya mengancam.

"Ngga usah. Gue bisa sendiri. Satu lagi ngga usah bilang kalau kita ada saudaraan karena gue males punya saudara kayak lo" tutur Venus sebelum berdiri.

Menyeret Venus keluar "Tanpa lo minta gue juga ngga bakal ngomong ke siapa-siapa. Jangankan lo, gue yang lebih malu punya saudara kayak lo"

Brak !! Tasya membanting pintu dengan wajah memerah. Terlihat Venus yang sedang menyungginkan senyuman miring sebelum pergi dari depan pintu.

Tubuh Tasya merosot ke bawah seiring air matanya yang mulai mengalir deras. Dengan kasar dia menghapus air matanya "Gue bukan cewek manja"

"Air mata adalah pedang terampuh untuk menghunus hatimu sendiri"

Continue Reading

You'll Also Like

64.4K 3.6K 57
[[Sebagian Part Di Private]] "Ini pembuktian lo kan?" tanya Netta sambil berusaha menahan air matanya yang sebentar lagi ingin keluar. "Netta...." uc...
157K 12K 47
(COMPLETED) PLAK "SUDAH PUAS KAU HAH?! KARIR KAMI HANCUR,DAN ITU SEMUA SALAH MU!" Bentak jenni memandang lisa garang "Omo! Lisa-ah kau tak apa? " ros...
753K 60.9K 41
Aku menerima semua rasa sakit, aku merelakan hatiku terluka berkali-kali hanya agar aku tetap bisa berada disampingmu, aku tak peduli dengan diriku s...
27.1K 2.5K 62
( Tamat+Lengkap+Versi revisi) Sebuah insiden kecil yang mempertemukan seorang siswi pindahan, Nathalia Anastasya dengan jajaran pria tampan SMA Garud...