Dengan gusrak-gusruk Langit berusaha menyari barang yang seingatnya dia taruh di dalam saku jaketnya. Namun sekarang barang itu tidak ada di sana.
'Ck. Di mana sih? Ngga mungkin hilang juga kali? Seingat gue ada di sini. Siapa juga yang mau nyolong?' Batin Langit kesal setengah mati.
Ya coba saja dipikir gimana ngga kesal, udah susah-susah kemarin nyari barang itu hingga dia memasuki hampir seluruh toko perhiasan di mall dan sekarang barang itu entah berada di mana. Belum lagi harganya yang menguras dompet dan tabungannya di bank. Dia juga harus berbohong kepada papanya saat beliau menanyakan mengapa pengeluaran Langit yang sangat banyak.
"Nyari apa sih Lang kayaknya kesal banget gitu?" Tanya Adit yang merasa terganggu dengan aktivitas Langit yang terkesan buru-buru membuat jajan yang dia taruh di dekat kaki Langit tumpah tak beraturan.
Langit masih mencari di dalam tasnya tanpa menoleh pada Adit, "Cincin."
Adit menegakkan badannya karena memang tadi dia sedang tiduran sambil membaca cerita di wattpad, "Cincin? Gue ngga pernah lihat lo pakai cincin."
"Emang ngga gue pakai. Itu sengaja gue beli buat Tasya. Seingat gue kemarin ada di jaket ini deh. Masa iya ada yang nyolong?"
"Emang cincinnya kayak gimana sih? Kok gue jadi penasaran.. Mahal pasti, dilihat dari muka lo yang ngga ikhlas kalau barang itu sampai hilang." Adit membantu mencari di bawah tempat tidur mereka sambil melipat selimut yang masih berantakan. Udah pernah bilang belum kalau Adit itu ibunya anak-anak GILA?
Memberantakan rambutnya sendiri karena frustasi barang yang dia cari belum ditemukan juga, "Itu cincin ada permatanya warna merah delima. Kalau dibilang mahal ya iya sih. Tabungan gue terkuras buat beli tuh barang. "
"Bokap lo tahu?"
"Ck. Nanya yang bobot kali ah. Ya tahunya kalau gue ngeluarin duit banyak. Tapi kalau buat beli apa ngga gue kasih tahu."
"Elang juga dikasih tabungan ngga sama bokap lo?"
Langit menggeram kesal mendengar pertanyaan Adit yang kelewat ngga guna, "Sekali lagi lo nanya yang ngga penting, gue jitak lo. Itu tabungan dari oma, mamanya papa sebelum meninggal. Ya ngga punyalah, beliau meninggal pas gue masih SD dan tuh anak kan ke rumah pas mau masuk SMA. Jaraknya jauh kali. Kenapa lo nanya aneh banget sih?!"
"Lo ngga mikir apa yang gue pikirin?" Tanya Adit menatap Langit sambil memicingkan matanya.
Langit bingung menangkap arah pembicaraan Adit, "Maksu... Shit ! Gue cabut dulu."
Setelah melempar jaketnya asal Langit segera berlari menuju tempat di mana dia bertemu Tasya tadi. Matanya mengkilat memerah menandakan bahwa dia sedang marah besar.
Dilihatnya Venus yang asyik sendiri dengan hpnya tanpa ada siapa-siapa di dekatnya. Langit segera pergi menghampirinya.
Venus mendongak melihat Langit yang sedang berjalan mendekatnya. Dia mengernyitkan bingung melihat kehadiran laki-laki itu.
"Elang mana?! " Tanya Langit tidak santai.
Mendapat pertanyaan dengan nada tak mengenakkan dari Langit membuat Venus enggan menjawabnya. Dia memilih melanjutkan permainannya yang sempat tertunda.
"Lo budeg apa bisu?!"
"Lo nanya apa mau malak? Bisa kali nadanya biasa aja." Sahut Venus enteng.
"Elang mana?!" Belum bisa dikatakan dengan nada biasa saja namun yang ini terdengar lebih baik dari sebelumnya.
"Elang tadi bilang ke gue mau buang air. Lagian ngapain lo nyari Elang, bukannya lo ada urusan sama Tasya? Sekarang di mana dia?"
Langit menaikkan sebelah alisnya bingung. Dia tadi ke sini niatnya selain mencari Elang juga mencari Tasya.
"Gue emang mau ada urusan sama Tasya, makanya gue ke sini. Terakhir ketemu tadi, gue sama Tasya ya di sini. Gue minta dia buat nungguin dia, tapi nyatanya dia ngga ada. Ketemu sama Elang dia?!"
Tentu saja Venus terkejut mendengar ucapan Langit, "Tolong ya Lang lo jangan bercanda.."
Langit makin tidak mengerti dengan ucapan Venus, "Maksud lo apa sih?! "
"Bukannya tadi lo yang kirim pesan ke Tasya buat nemuin lo di tempat yang kemarin?"
Menggeleng sambil meraba kantongnya untuk mencari hpnya, "Hp gue ngga ada."
Venus segera berdiri dari duduknya lalu mencoba untuk menghubungi nomor Tasya, "Shit ! Ngga diangkat. Buruan kita harus nyari Tasya ke tempat yang kemarin. Waktu lo sama Tasya. Dan kalau sampai Tasya kenapa-napa, lo bakal habis sama gue."
Meski bingung dengan maksud ucapan Venus, tapi Langit tetap mengikutinya sambil mensejajarkan langkah mereka. Dapat Langit rasakan betapa khawatir Venus kepada Tasya membuatnya merasa semakin tak pantas memperjuangkan gadis itu.
Di tengah jalan Venus mendadak berhenti sambil memungut sesuatu yang tergeletak di tanah. Itu hp Tasya. Pikiran buruk sudah menyergap di benak mereka membuat keduanya segera mempercepat langkah mereka.
Selain itu di lain tempat di waktu yang sama...
Tasya berjalan semakin jauh dari tempat camping, kakinya terasa sedikit kesemutan karena sudah cukup lama berjalan. Rasa takut mulai menyergap karena dia pergi sendirian, karena meski pernah ke tempat itu tapi kemarin dia pergi ramai-ramai walau akhirnya dia ditinggal bersama Langit dan dia juga ditinggal oleh Langit.
Semakin memasuki hutan suasana semakin mencekam. Ditambah penerangan yang kurang karena rimbunnya pepohonan yang ada di kanan-kirinya meski waktu masih pagi. Saat mengambil hpnya untuk penerangan dia mulai gelisah karena hpnya tidak ada di kantongnya.
Nyali Tasya semakin menciut saat melihat sekelebat bayangan yang semakin mendekati tempat tujuannya. Namun Tasya tetap memberanikan dirinya siapa tahu itu Langit yang sudah menunggunya lama.
Saat Tasya tiba di tempat yang kemarin dia bertemu dengan Langit. Bayangan itu datang lagi di belakangnya, namun saat dia menoleh bayangan itu hilang lagi.
"Duhh kenapa jadi berasa kayak di film horor gini sih." Tasya memegangi tengkuknya, dia merasa bulu kuduknya merinding.
"Lang..Langit.. Plis ya jangan bercanda."
Srekk... Srekk.. Ada langkah kaki yang semakin mendekat, membuat Tasya mengeratkan jaketnya meski itu tidak berpengaruh.
"Tasya.."
Tasya menghembuskan napas lega saat mengetahui siapa yang datang. Namun dia juga heran bagaimana gadis itu sampai di tempat seperti ini?
"Syaffa? Lo ngapain di sini? Sama siapa?" Tanya Tasya mencari sosok yang dia tunggu di belakang Syaffa. Mungkin saja Langit mengajak Syaffa untuk meminta Syaffa jadi pacarnya lagi, dan dia menjadi saksinya mungkin.
"Sya.. Mending kita cabut dari tempat ini yukk..." Ajak Syaffa memegang tangan Tasya.
"Kenapa? Gue ada janji sama Langit."
"Plis Sya.. Kita pergi sekarang sebelum dia datang." Pinta Syaffa memohon.
Tasya menggeleng, "Tapi gue ke sini buat nunggu kedatangan dia."
Syaffa menggeleng, "Bukan.. Kedatangannya ngga lo tunggu. Plis kal.."
"Hei Sya.." Sapa seseorang ramah membuat mereka menolehkan kepala.
"Gar..ra? Lo ngapain di sini?" Tanya Tasya bingung.
Gara berjalan mendekat sambil tersenyum dan memberi tatapan aneh kepada Syaffa sehingga membuat gadis itu berjalan agak menjauh.
"Gue kira lo tadi Langit. Kok pada kebetulan banget sih, kalian ada di sini? Perasaan tadi gue disms Langit deh." Tasya mengernyitkan keningnya.
"Bukan kebetulan kok Sya." Ucap Gara misterius.
Gara mengeluarkan sesuatu dari kantongnya dan disodorkan pada Tasya. Dia menunduk sambil membuka kotak yang ada di tangannya.
"Sya.. Gue sayang sama lo. Plis terima gue."
Tasya membelalakan matanya tak percaya saat mengetahui apa yang dibawa Gara. Itu cincin yang diperlihatkan Langit padanya. Bagaimana bisa ada di tangan Gara?
Menggeleng, "Ra.. Gue udah bilang kan tadi. Plis jangan kayak gini. Lagian ini cincin punya Langit, lo ada niat apa bisa ambil barangnya dia?"
Gara berdiri sambil tersenyum miring, "Oh jadi lo udah tahu kalau ini milik Langit? Bagus deh."
Selama kenal Gara, baru kali ini Tasya melihat wajah Gara yang begitu menyeramkan. Memang biasanya Gara akan berwajah datar, tapi tidak semenakutkan ini.
"Gue udah suka sama lo sejak pertama kita ketemu pas pendaftaran. Gue selalu coba berbagai cara biar lo bisa lihat gue. Tapi apa? Lo cuma suka sama Langit. Ya gue sadar kalau dia lebih segalanya dari gue. Tapi gue punya rasa yang tulus buat lo Sya."
"Ra.. Dari awal gue cuma anggap kita ini sahabat, dan akan selamanya seperti ini. Bukan karena Langit lebih segalanya dari lo, tapi hati ngga bisa dipaksa. Walaupun sejahat apa dia ke gue, kalau hati gue udah milih dia, gue bisa apa. Lagian apa susahnya sih lo buka hati lo buat Winda? Dia tuh tulus sama lo. "
Gara menarik rambut Tasya hingga gadis itu meringis kesakitan, "Sama. Sama kayak lo yang ngga bisa nerima gue."
"Sssshh.. Ra lepas, sakit." Tasya merasa kulit kepalanya hendak lepas begitu saja. Jujur ini pertama kalinya dia mendapat perlakuan seperti ini.
"Gara ! Lepasin Tasya." Teriak Syaffa berteriak sambil berusaha menggapai tanga Tasya namun dengan cepat dihentakkan Gara.
"Syaffa ! " Teriak Tasya saat melihat badan Syaffa terhempas ke tanah.
Tasya menatap Gara penuh amarah, "Lo bukan Gara. Iblis apa yang udah masuk ke tubuh lo Ra? Kenapa lo lakuin ini? Cara lo banci tau ngga?! Dan sampai kapanpun gue ngga bakal sudi buat nerima iblis kayak lo."
Plak.. Tasya merasakan pipinya terlempar ke samping saat Gara menamparnya. Terasa begitu panas, namun airmatanya tak kunjung keluar.
"Menjijikkan ! Bahkan gue ngga sudi kalau airmata gue jatuh cuma karena perlakuan kasar cowok bajingan kayak lo. Cuihh.." Tasya meludah mengenai pipi Gara hingga membuat laki-laki itu tersenyum miring.
Gara mengelap air liur di pipinya dan menjilatnya, "Manis. Bagaiamana kalau merasakan langsung dari bibirnya. Mungkin lo ngga keberatan."
Tasya bergidik jijik dan menjauhkan wajahnya saat melihat wajah Gara yang semakin mendekat, "Gue ngga bakal sudi."
"Ra.. Kayaknya dia bakal ke sini sama pasukannya."
Tasya semakin membulatkan matanya saat mengetahui siapa yang datang, "Adit? Gimana bisa? Lo?"
Adit tersenyum miring, "Kenapa? Kaget? Ya ini gue, Adit."
"Kenapa kalian tega?" Tanya Tasya tak percaya.
Berjalan mendekati Tasya yang sedang dicengekeram Gara, "Apa yang tega? Ini juga karena lo. Andai lo ngga memengaruhi Langit agar baik dengan Elang, gue juga ngga akan ikut turun. Langit itu mesin ATM buat kami, kalau dia udah terpengaruh Elang pastinya dia tidak mau mengeluarkan uangnya." Jawab Adit jujur.
"Jadi lo cuma manfaatin gue?! "
Tentu saja mereka terkejut mengetahui siapa yang datang. Di sana sudah berdiri Langit, Venus, Elang, Izzan dan Winda. Mereka tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.
Airmata Tasya tumpah seketika melihat masih ada yang perduli padanya. Tak kecuali Winda yang mulai menangis meratapi penampilan Tasya yang cukup mengenaskan.
"Langit.." Lirih Tasya yang semakin dicengkeram Gara.
"Wahh pahlawannya pada datang nihh.." Ledek Gara membawa Tasya semakin mundur.
"Kalian kok tega ya sama Langit? Emang dia selama ini salah apa? Gue pikir persababatan kita ini tulus, tapi ngga tahunya. Coba kalian ingat, apa yang udah Langit kasih buat kita? Masih belum cukup?" Izzan geleng-geleng kepala tak percaya melihat dua orang sahabatnya yang berkhianat.
"Kalau ana nih cewek ngga nyuruh Langit buat baikan sama Elang, gue juga ngga bakal ngikut kayak gini. Semenjak putus sama nih cewek, Langit berubah menjadi cowok lembek yang dikit-dikit galau." Tutur Adit dengan lantang.
"Kalau gue sih karena emang dari awal gue cuma cinta sama Tasya, tapi nih cewek malah milih Langit yang jelas-jelas sering nyakitin dia. Dan dia ngenalin gue sama cewek lain biar bisa move on sama dia." Kini Gara mengutarakan alasannya sambil melirik Winda remeh.
Winda yang merasa tersindir mendongakkan wajahnya, "Ra.. gue ngga masalah kalau ngga bisa dapetin lo, tapi tolong lepasin Tasya."
"Kalau alasan lo berbuat kayak gini cuma karena dia ngga bisa buat milikin Tasya, lo beneran udah ngga punya akal Ra. Biarkan dia dengan pilihannya karena cinta ngga harus memiliki." Elang ikut bersuara. Jujur dia lebih memilih Tasya bersama Langit daripada Gara yang ternyata seorang psychopath itu.
Gara tersenyum meremehkan ucapan Elang, "Heh lo pernah dengar ngga kalau cuma seorang pecundang yang mempercayai kalimat menjijikkan itu? Dan gue sampai kapanpun ngga akan sudi buat jadi pecundang."
Langit geram, dia berjalan mendekat untuk berusaha membebaskan Tasya namun tentu saja Gara sudah bisa membaca situasi. Gara nengeluarkan sebuah pisau lipat dari sakunya lalu ditempelkan pada leher Tasya.
Venus yang melihat hal itu merasa tidak berguna menjadi seorang kakak. Dia mengucapkan maaf kepada Tasya tanpa suara.
"Selangkah aja lo mendekat.. Bakal abis Tasya sama gue." Ancam Gara tidak mmain-main
Venus mengepalkan tangannya berusaha meredam emosi karena jika sampai emosinya tidak terkendali maka Tasya yang akan jadi korbannya, "Jadi apa lo ada penawaran?"
Gara tersenyum puas mendengar pertanyaan dari Venus, "Kenapa ngga ada yang nanya dari tadi? Ini nih yang gue tunggu-tunggu. Bagus. Oke gue kasih penawaran buat Tasya, kalau lo mau bebas itu artinya lo harus sama gue sampai kapanpun. Gimana? Kita sama-sama dapat keuntungan, gue dapetin apa yang gue mau dan lo bisa hidup. Lo tenang aja, karena kalau lo sama gue bakalan gue pastiin ngga akan ada airmata kesedihan yang keluar. Gimana?"
Mereka yang ada di situ harap-harap cemas menunggu jawaban dari Tasya, tak terkecuali Langit. Dia sangat ingin Tasya tetap ada di antara mereka, walaupun artinya dia tidak bisa memilikinya sampai kapanpun.
Tasya menatap orang-orang di sekitarnya yang sedang menunggu jawabannya. Dia berdoa dan memohon maaf dalam hati supaya pilihannya tidak salah. Dapat dilihat wajah Langit yang sepertinya berharap agar Tasya tetap hidup yang mungkin artinya dia tidak bisa bersamanya.
"Gimana Sya?"
Menghirup napas panjang, "Sampai kapanpun gue ngga bakal sudi buat bersama orang kayak lo. Sorry Ra tapi cinta ngga bisa dipaksa, apa lo bakal bisa hidup tenang kalau bersama orang yang ngga cinta sama lo? Dan gue ngga yakin bisa bahagia sama lo sedangkan lo itu bukan cinta sama gue, tapi ini tuh obsesi."
Srett.. Tess..
"Tasya ! " teriak mereka bebarengan saat melihat leher Tasya mengeluarkan darah dari guratan kecil.
Tasya memejamkan matanya merasakan rasa perih di lehernya. Dia juga merasakan sesuatu yang kental menetes perlahan.
"Berani-beraninya lo nolak gue?! " Cerca Gara tidak terima. Namun dengan cepat dia mengecup leher Tasya yang dia lukai tadi.
Venus sudah tidak bisa menahan emosinya lagi, dia berjalan cepat menghampiri Tasya namun dengan cepat Gara menikam bahu Venus dan menyabutnya dengan cepat. Membuat Tasya membulatkan matanya.
"Bang Venus ! Issh lepasin gue." Pinta Tasya meronta.
Langit juga ikut berlari mendekat namun belum sampai sudah dihadang lebih dahulu oleh Adit. Dan terjadilah adu jotos pada keduanya.
Elang berusaha untuk tetap tenang berjalan mendekat pada Gara karena percuma saja dengan emosi, laki-laki itu tidak berpengaruh sama sekali.
"Gue minta lepasin Tasya.. Atau lo masuk penjara. Gue udah telepon polisi tadi." Ancam Elang sambil memperlihatkan hpnya.
"Silahkan saja. Gue ngga takut. Tapi sebelum merema datang, udah gue pastiin kalau Tasya ngga akan selamat."
Gara membawa Tasya mendekati jurang. Mereka membulatkan mata mengetahui tindakan Gara yang tidak main-main.
Tanpa Gara ketahui dari arah samping Syaffa datang sambil membawa batu untuk dia lemparkan ke kepala Gara. Tentu saja Gara dapat mengendalikan situasi, dengan cepat dia beralih lalu menikam tangan Syaffa dan menendangnya hingga tersungkur ke tanah.
Biasanya Langit akan menjadi pahlawan pertama ketika Syaffa terluka, namun kini dia yang juga sudah terluka melawan Adit hanya memikirkan keselamatan Tasya. Ya dia tadi memang menang melawan Adit tapi dengan luka pisau di tangannya, tak terkecuali Izzan yang berusaha membantunya tadi.
"Kalau gue ngga bisa dapetin Tasya, maka ngga ada satupun yang bisa dapetin dia. Dan Tasya, lo jangan khawatir karena kita akan segera menikah di surga. Big thanks buat Syaffa udah mau ngambil hp Langit buat smsin Tasya dan Adit karena sudah mau bantuin acara gue sama Tasya. Please say goodbye, babe."
Setelah mengucapkan kalimat perpisahan itu, Gara mendekap Tasya dan menerjunkan diri mereka ke dalam jurang, namun sebelumnya dia melempar kotak cincin yang dia pegang ke tanah agar tidak ikut jatuh ke jurang. Sontak mereka yang masih di situ berlari menuju tepi jurang. Dapat mereka lihat badan Tasya dan Gara berguling-guling ke bawah dengan posisi Gara yang memeluk tubuh Tasya.
"Tasya ! " Pikiran Langit benar-benar kalut. Dia merasakan tubuhnya ikut sakit melihat Tasya di bawah sana, hingga tak sadar dia berniat ikut terjun dari sana.
Namun dengan cepat Elang menarik lengannya dan menahan tubuhnya, "Lo gila ! Lo bisa mati kalau terjun."
Langit meronta-ronta untuk melepaskan diri, "Kalau gue aja bisa mati, gimana sama Tasya. Dia ada di bawah, nyawanya dipertaruhkan. Brengsek ! "
Izzan membantu Elang untuk menahan tindakan gila Langit.
"Tapi ngga gini cara lo ! "
Langit berhasil lepas dari Elang dan Izzan setelah memukuli keduanya, kini dia berjalan mendekati Adit. Dihajarnya teman pengkhianatnya itu dengan membabi buta, kalau saja anak-anak yang lain datang bisa dipastikan Adit hanya tinggal nama.
Anak-anak yang ikut camping itu datang bersama para guru dan polisi. Mereka segera bertindak saat mendengar laporan dari Elang namun nyatanya mereka terlambat. Anggota polisi segera bertindak untuk mencari Gara dan Tasya menggunakan peralatan seadanya.
"Puas lo ?! Harusnya sekarang lo yang ada di bawah sana. Dasar pengkhianatan ! " Maki Langit pada Adit yang sudah babak belur.
"Sorry Lang.. Gue ngga ngira kalau sampai sejauh ini." Ujar Adit lirih.
Langit berdecih, "Sorry lo bilang? Itu bisa balikin Tasya sekarang?"
Dengan gerakan brutal Langit menyambar Syaffa yang sedang berada di pelukan seseorang sedang ketakutan. Dia mulai mencekik leher Syaffa tanpa ampun hingga membuat gadis itu megap-megap. Mereka segera menolong Syaffa yang dihempas ke tanah begitu saja oleh Langit.
"Gue beneran ngga nyangka sama lo ! Apa yang ada di otak lo hingga berbuat kayak iblis gini?! Tasya udah baik banget sama lo, dan ini balasan lo sama dia? Bahkan gue ngerasa jijik pernah cinta sama lo."
Langit benar-benar berbeda perlakuannya pada Syaffa. Dia merasa sangat benci dengan gadis yang pernah dia cintai itu. Membuat airmata Syaffa tak berhenti menetes, karena dia tidak percaya dengan perubahan sikap Langit padanya.
"Aku ngga ngira kalau bakal kayak gini Lang. Aku udah berusaha buat gagalin ini semua tapi ngga berhasil."
"Bullshit ! Anggap kita ngga pernah kenal."
"Lo ikut buat nyari mereka ngga?" Tanya Elang menghampirinya.
Mendengar nama Tasya membuat emosi Langit redup seketika. Dia mengangguk lalu berjalan mengikut anggota polisi yang siap turun untum mencari mereka, Venus juga ikut andil dalam pencarian ini.
'Sya.. gue minta lo bertahan..'
Kalau suka silahkan divote, kalau ngga suka berarti ngga perlu dibaca. Kan ngga suka? Buat apa baca? Buang-buang waktu entar.