Nampaknya, selama Arinda menjalani masa-masa bersekolah, baru kali ini dia benar-benar merasa bingung, lelah dan juga risau. Jika biasanya dia akan kebingungan dalam menjawab soal dan hanya dengan mencontek milik temannya, semuanya terasa benar dan selesai namun kali ini jabatan ketua Acara Akhir Tahun terasa memberatkan. Acaranya sendiri memang masih tiga bulan lagi namun segala persiapan harus sudah selesai akhir bulan ini, memikirkannya saja membuat Arinda gila. Arinda jadi lemas, susah tidur dan selalu merasa mengantuk. Kemarin Bu Mina bertanya padanya sudah sejauh mana perkembangan acara secara garis besar untuk kelas mereka namun Arinda hanya bisa menggelengkan kepalanya.
Arinda menendang-nendang garis tepi lapangan futsal itu. Pikirannya penuh, pelajaran olahraga saja tak dipedulikannya, tendangan kakinya dari tadi hanya asal tanpa adanya tenaga yang keluar. Lila yang melihat itu tau jika temannya tengah memiliki masalah dengan Acara Akhir Tahun.
"Rin, kamu gak usah bingung masalah Akhir Tahun itu. Nanti aku bantuin tanya-tanya sama Kak Dio gimana aja acaranya."
"Ini. Aku udah mintain dokumentasi acara akhir tahun sebelumnya." Lila menyerahkan sebuah flashdisk pada Arinda kala istirahat tiba ketika mereka berada di Student Corner.
Arinda mengambil flashdisk itu. "Dapet dari mana lo?" Dia menatap Lila dengan kedua mata berbinar senang.
"Dari Kak Dio," jawab Lila pelan.
"Iya juga. Kok gue lupa kalo ada Dio." Arinda mulai mencolokkan flashdisk tersebut ke port USB. "Dari tahun berapa aja emangnya?"
"Itu tiga tahun terakhir ini katanya."
"Makasih banget, La."
Arinda mulai melihat data-data dari flashdisk milik Lila. Di bukanya folder berjudul gebyar akhir tahun, di sana tersedia beberapa video. Sedang seriusnya Arinda melihat video tiba-tiba wajah Seno muncul dari balik laptopnya. Arinda terkejut luar biasa.
"Gila ya. Lo buat gue jantungan!" maki Arinda kesal.
Seperti biasa Seno nyengir. Tanpa dosa tentunya. Dia bahkan segera duduk di sebelah Arinda.
"Tumbenan sibuk. Biasanya juga nyantai." Seno tanpa seizin keduanya mengambil sebungkus makanan ringan di atas meja dan membukanya.
"Mau ngapain lo ke sini?"
"Silaturahmi. Gak boleh?"
Arinda memutar bola matanya jengah.
"Hai, La. Ada lo juga ternyata," kekeh Seno. Ntah benar atau tidak jika dia tak melihat Lila yang duduk di seberang. Lila membalas sapaan Seno itu.
"Gue cariin di kantin gak ada, di kelas juga gak ada taunya di SC." Seno kembali memasukkan makanan ke dalam mulutnya. "Pantesan aja kantin jadi gelep. Kalo ada lo kan jadi rame."
Apa hubungannya gelap dengan ramai?
"Kenapa ya lo kalo gue perhatiin jadi gak mirip sama... Raisa?"
Arinda mendesis, lalu menatap Seno. Dia malah kaget karena Seno tengah bertopang dagu seraya menatap wajahnya lekat dan dekat. Sontak Arinda mendorong cowok itu.
"Sejak Nyokap gue ngelahirin gue, emang gue kagak mirip Raisa. Gue ya gue, bukan Raisa."
"Rian gak ke sini?"
"Ngapain dia ke sini? Gak penting banget." Arinda menggeser laptopnya ketika melihat Seno malah semakin mendekat. "Lo bisa jauhan gak, sih? Ganggu konsentrasi orang aja."
"Emangnya lo bisa konsen gitu? Setau gue lo malah suka tidur di kelas."
Berurusan dengan cassanova sekolah memang harus sabar, apalagi berurusan dengan makhluk bernama Seno, harus dua kali lipat lebih sabar. Oleh karena itu Arinda hanya bergumam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari untuk Arinda ??
Teen FictionMAU DIREKAYASA LAGI Amazing cover made by @radicaelly ***sinopsis*** Sedari SD Arinda hampir tidak pernah lepas dari pengawasan sang kakak, Adrian. Hal itu membuat cewek blasteran Belanda-Indonesia itu memilih untuk mengubah semuanya dengan masuk ke...