抖阴社区

MUA : Bagian Lima Puluh Satu

52 5 0
                                        

Eza tidak pernah memikirkan apa akibat dari membiarkan Arinda menunggunya di mal. Hari Minggu kala itu, Eza tidak sepenuhnya tidak datang. Dia datang ke mal itu, hanya saja dia tidak mendatangi Arinda ketika melihat cewek itu berjalan sendirian membunuh waktu. Namun Eza sama sekali tak berniat menghampiri, dia hanya berniat menyuruh Arinda agar datang dan ingin melihat apakah Rian akan datang. Tapi satu panggilan dari Mamanya terus saja menginterupsi hingga Eza harus pergi dari sana.

Mengetahui adanya akibat dari perbuatannya, membuat Eza penasaran. Sungguh dia tidak tau apa yang terjadi pada Arinda karena cewek itu sama sekali tidak membalas pesannya dan juga tidak mengangkat seluruh panggilannya. Melihat jika usahanya hanya akan berbuah sia-sia, maka Eza memutuskan untuk menunggu Arinda keesokan harinya. Sejak pukul setengah tujuh, Eza sudah duduk di kursi panjang di depan lobby sekolah, menunggu kedatangan Arinda. Pukul tujuh lewat lima, orang yang dia cari akhirnya datang ditemani oleh Adrian.

Badannya sudah berdiri menghadang jalan Arinda, sejenak Arinda berdiri diam di sana. Tapi dua detik selanjutnya, Arinda berjalan melewati Eza tanpa berkata sepatah kata pun.

"Arinda, tunggu!" Eza mencekal satu tangan Arinda hingga cewek itu berhenti berjalan dan berbalik menghadapnya.

"Lepasin gue!" desis Arinda tajam. Ditepisnya tangan Eza kasar dan hendak berlalu dari sana sebelum Eza kembali mencekalnya.

"Dengerin gue dulu, Rin. Gue minta maaf soal Minggu itu, gue tau gue salah," ucap Eza parau.

Arinda diam seribu bahasa, hanya kakinya yang mulai bergerak tapi sebelum melakukan yang jauh, Eza kembali menahan tangannya.

"Now what? Lo udah ngomong, kan?"

"Arinda, lo harus dengerin gue dulu."

"Apa lagi yang harus gue dengerin? Lepasin gue!" seru Arinda geram seraya melepaskan cekalan tangan Eza.

"Arinda! Lo jangan kayak gini lah, lo harus dengerin dulu. Gue minta maaf sama lo soal kejadian itu. Jujur gue gak tau ada apa sama lo."

"Kenapa gak lo tanya sama diri lo sendiri?"

"Please, Arinda. Kalo bisa, bukan Rian yang ada buat lo, tapi gue. Bukan cowok brengsek itu, Rin!" Cekalan Eza di tangan Arinda kian mengetat hingga Arinda meringis pelan.

"Tau apa lo soal Rian?! Cukup ya Za, gue gak mau ada masalah lagi sama lo. Cukup hari itu aja." Arinda memberontak keras, akan tetapi Eza makin giat mengetatkan cekalannya.

"Remember what I said, huh?"

Pandangan Eza beralih pada pemilik tangan yang menyentak tangannya secara kasar hingga cekalannya terlepas dari tangan Arinda. Orang itu tak lain tak bukan adalah Rian. Bukan hanya menyentak tangannya, tapi Rian juga menarik tubuh Arinda ke balik punggung, berusaha menutupi cewek itu dari pandangan Eza.

"Urusan gue sama Arinda, bukan sama lo!" seru Eza kemudian setelah dia berhasil mengendalikan diri. "Lebih baik lo minggir!"

"Mundur lo!" bentak Rian keras. "Gue yakin lo gak bego dan gak budek."

Tak berselang lama, Hans, Seno dan Reki datang. Mereka segera berdiri di pihak Rian.

"Ada apaan nih? Pagi-pagi udah tubir aja," celetuk Reki.

"Anter Arinda ke kelas, Ki," perintah Rian langsung pada Reki yang segera disambut anggukan.

"Urusan gue belom selesai sama Arinda, Brengsek!" maki Eza keras begitu melihat Reki membawa Arinda pergi dari sana. Badannya merangsak maju, namun ditahan oleh Hans.

"Wets, calm Dude!"

"Arinda itu punya gue. Lo tau itu, kan?"

Eza mendecih mendengar penuturan Rian. Sampai kapanpun, Eza tak akan menyerahkan Arinda semudah itu. "Gue gak peduli. Lo cuma ngakuin secara sepihak," tandasnya.

Matahari untuk Arinda ??Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang