抖阴社区

Matahari untuk Arinda 鉁旓笍

By tiagivanka

7.2K 455 34

MAU DIREKAYASA LAGI Amazing cover made by @radicaelly ***sinopsis*** Sedari SD Arinda hampir tidak pernah lep... More

Info dari Penulis
Para Pemain
MUA : Prolog
Mua : Bagian Satu
Mua : Bagian Dua
Mua : Bagian Tiga
Mua : Bagian Empat
Mua : Bagian Lima
Mua : Bagian Enam
Mua : Bagian Tujuh
Mua : Bagian Delapan
Mua : Bagian Sembilan
Mua : Bagian Sepuluh
Mua : Bagian Sebelas
Mua : Bagian Dua Belas
Mua : Bagian Tiga Belas
MUA : Bagian Empat Belas
Mua : Bagian Lima Belas
Mua : Bagian Enam Belas
Mua : Bagian Tujuh Belas
MUA : Bagian Delapan Belas
MUA : Bagian Sembilan Belas
MUA : Bagian Dua Puluh
MUA : Bagian Dua Puluh Satu
MUA : Bagian Dua Puluh Dua
MUA : Bagian Dua Puluh Tiga
MUA : Bagian Dua Puluh Empat
MUA : Bagian Dua Puluh Lima
MUA : Bagian Dua Puluh Enam
MUA : Bagian Dua Puluh Tujuh
MUA : Bagian Dua Puluh Delapan
MUA : Bagian Dua Puluh Sembilan
MUA : Bagian Tiga Puluh
MUA : Bagian Tiga Puluh Satu
MUA : Bagian Tiga Puluh Dua
MUA : Bagian Tiga Puluh Tiga
MUA : Bagian Tiga Puluh Empat
MUA : Bagian Tiga Puluh Lima
MUA : Bagian Tiga Puluh Enam
MUA : Bagian Tiga Puluh Tujuh
MUA : Bagian Tiga Puluh Delapan
MUA : Bagian Tiga Puluh Sembilan
MUA : Bagian Empat Puluh
MUA : Bagian Empat Puluh Satu
MUA : Bagian Empat Puluh Dua
MUA : Bagian Empat Puluh Tiga
MUA : Bagian Empat Puluh Empat
MUA : Bagian Empat Puluh Lima
MUA : Bagian Empat Puluh Enam
MUA : Bagian Empat Puluh Delapan
MUA : Bagian Empat Puluh Sembilan
Cuma Chat Kurang Jelas
MUA : Bagian Lima Puluh
MUA : Bagian Lima Puluh Satu
MUA : Bagian Lima Puluh Dua
MUA : Bagian Lima Puluh Tiga
MUA : Bagian Lima Puluh Empat
MUA : Bagian Lima Puluh Lima
MUA : Bagian Lima Puluh Enam
MUA : Bagian Lima Puluh Tujuh
MUA : Bagian Lima Puluh Delapan
MUA : Bagian Lima Puluh Sembilan
MUA : Bagian Enam Puluh
MUA : Bagian Enam Puluh Satu
AKHIR

MUA : Bagian Empat Puluh Tujuh

53 5 0
By tiagivanka

Dengan keadaan sangat terpaksa, Arinda akhirnya mendatangi rumah Rian setelah terlebih dahulu menelpon cowok itu. Rian dengan santainya berkata jika proposal itu terbawa olehnya dan menyuruh Arinda mengambilnya di rumah. Demi apapun, Arinda ingin sekali menenggelamkan wajah Rian ke dalam air sekarang juga karena begitu menyusahkan.

Dia turun dari ojek online dan menatap pada tembok setinggi tiga meter bercat putih yang menjadi penghalang antara dunia luar. Pagar hitamnya tertutup rapat tanpa ada celah untuk melihat ke dalam. Dicocokkannya alamat yang berada di tangannya dengan nomor yang tertera di tembok.

"Bang, seriusan ini tempatnya?" Arinda menatap pada ponsel dan tembok itu bergantian.

"Iya, Mba. Ini di hape saya bener lokasinya," jawab sang tukang ojek online.

Arinda ragu. Apa benar ini rumah Rian? Dari luar saja sudah terlihat seperti istana nan megah.

"Mba helm saya."

Arinda mengode dengan tangan pada tukang ojek agar diam. Dia tidak berniat melepas helm itu sebelum memastikan jika tempat yang dituju sudah benar.

"Mba, saya masih mau narik lagi nih," keluh tukang ojek dengan wajah cemberut.

Arinda berdecak dan berjalan menghampiri tukang ojek. "Tunggu bentar, Bang. Nanti kalo saya salah rumah, gimana? Kalo saya diculik, gimana? Abang mau tanggung jawab?"

"Lho ya gak lah, Mba. Tapi ini udah bener lokasinya, Mba."

"Tunggu sini dulu, Bang." Arinda berbalik dan berjalan menuju pagar yang tertutup rapat. Dia hendak mencari tombol bel ketika bagian kecil dari pagar itu terbuka membuat Arinda kaget.

"Cari siapa, Mba?" tanya sebuah suara dari celah berbentuk persegi. Wajah seorang laki-laki yang nampaknya seorang satpam terlihat di sana.

"Saya lagi nyari Rian," jawab Arinda setengah menunduk karena celah itu yang berada sedikit lebih rendah.

"Rian siapa ya, Mba?"

Arinda mengernyit. Jangan-jangan dia memang salah rumah. Dia hendak pergi, tapi bagian dalam dirinya menolak. "Matahari Angkasa yang sekolah di Global."

"Ooh, Den Ari." Kepala laki-laki itu mengangguk. Ternyata Rian memiliki panggilan lain di rumah. "Mba ini siapanya Den Ari?"

"Saya... adek kelasnya. Arinda."

"Sebentar ya, Mba."

Wajah satpam itu kemudian menghilang.

Tak berselang lama, gerbang itu terbuka. Sosok satpam yang terlihat hanya wajahnya kini sepenuhnya berdiri tegak lengkap dengan pakaian khas satpam. Bukan hanya satu melainkan dua orang satpam.

"Mba udah ditunggu di dalem sama Den Ari," kata satpam itu.

Arinda mengangguk dan berbalik menghampiri tukang ojek online yang sudah jengkel. Dilepasnya helm dan diserahkannya pada tukang ojek, kemudian dia mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu dari dalam tasnya.

"Duit pas aja, Mba," kata tukang ojek. Tangannya tak terulur untuk mengambil uang yang disodorkan oleh Arinda. "Gak ada kembaliannya."

"Ambil aja semuanya." Arinda menyodorkan uang itu lagi. "Itung-itung uang nunggu."

Dengan wajah berbinar, sang tukang ojek online mengambil uang itu. "Wah, makasih ya, Mba. Kalo mau ke mana-mana lagi pesen aja sama saya."

Arinda tersenyum tipis dan berbalik.

***

Arinda melongo kaget begitu berjalan memasuki gerbang. Ternyata rumah Rian masih berada jauh dari gerbang, jaraknya sekitar lima puluh meter. Rumah Rian sederhana, bergaya country dengan keseluruhan berwarna putih. Di halaman depan banyak dihiasi dengan tanaman bonsai dan juga beberapa tanaman hias lainnya. Rumah yang sungguh asri, Arinda seakan bisa merasakan udara yang berbeda antara di sini dan di luar gerbang. Ada sebuah pohon yang menjulang di sisi kanan rumah.

Arinda tak henti-hentinya menatap takjub pada bagian halaman rumah Rian. Padahal Mamanya juga penyuka tumbuhan dan ahli menata halaman, namun Arinda harus berdecak kagum. Pasti Rian menyuruh seorang pengatur taman untuk hal ini.

Satpam itu mengarahkan Arinda pada undakan tangga menuju pintu utama. Arinda mengalihkan pandangannya ke kanan dan ke kiri yang terdapat carport di masing-masing sisi. Satu sisi terdapat tiga mobil dan dua motor sport, motor yang biasa dipakai Rian, sedang dibagian kiri terdapat dua mobil.

Gila, itu mobil beneran apa boongan? Arinda berkata dalam hati.

"Mba masuk aja. Den Ari sudah menunggu di dalam."

Arinda menoleh pada satpam yang sudah membukakan pintu utama untuknya. Dianggukannya kepala kemudian dia berjalan masuk. Lagi-lagi Arinda dibuat tercengang, interior rumah itu sungguh indah. Dibagian depan terdapat beberapa foto dan pernak-pernik. Seakan dijadikan sebagai ucapan selamat datang dan sekaligus mengenalkan siapa saja keluarga yang ada di rumah ini. Arinda berjalan lebih dalam hingga bertemu dengan Rian yang sedang duduk di sebuah sofa sambil membaca majalah dengan kacamata bertengger di wajahnya.

"Ehem," Arinda berdeham keras agar Rian mendengarnya.

Rian mendongak dari majalah yang dibacanya dan menatap pada Arinda dengan satu alis terangkat. "Kenapa?"

"Pake nanya lagi, gue mau ngambil proposal yang kebawa lo."

"Nih." Rian menyerahkan proposal di atas meja di sebelahnya pada Arinda. "Siapa yang buatin proposal?"

Arinda duduk di bangku kosong di sebelah Rian lalu menjawab, "Eza. Kenapa lo natep gue gitu? Dia nawarin buatin ya gue terima aja."

"Lo bisa bergantung sama gue, kenapa masih ke dia?"

"Ya karena gue..." Arinda menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ya karena dia mau bantu masa gue tolak gitu aja. Kalo gitu gue balik ya."

"Tunggu." Rian dengan cepat menahan satu tangan Arinda yang sudah berdiri itu. "Gue anter."

"Gak usah deh, gue bisa pesen ojek."

"Sekalian gue mau beli rujak."

"Hah? Rujak?" Arinda setengah berseru kaget. "Yaelah, kalo rujak doang mah gue bisa buat. Lo ada buahnya gak?"

"Ada kayaknya." Lalu Rian berdiri, Arinda mengekorinya sampai ke dapur. "Ada nanas terus mangga ada di pohon."

"Sini deh gue buatin. Ambil mangga-nya dulu."

"Gue panggil Pak Hidan dulu."

"Et gak usah!" Arinda menahan gerakan Rian. "Gue juga bisa, masalah manjat pohon mah kecil."

Rian hanya bisa melongo begitu melihat Arinda dengan cekatan memanjat dan mengambil dua buah mangga muda dari pohon. Rian tidak mengerti bagaimana bisa cewek itu menaiki pohon tanpa adanya hambatan sedangkan dirinya saja masih sering merasa ketakutan?

Setelah selesai mengambil mangga, keduanya kembali memasuki rumah dan tak lama mereka sudah menikmati rujak buah di halaman belakang.

"Rumah lo enak banget, ada kolam renangnya segala, halaman belakang luas, ada trampolin. Wih, gue mah bisa guling-guling nih di sini," ungkap Arinda disela mulut penuhnya, sesekali dia memejamkan mata karena rasa asam dari mangga. "Gue yakin deh pasti tiga temen lo sering ke sini."

"Ya gitu."

"Ya iyalah pasti, rumah lo adem gini. Gue juga mau kalo dateng tiap hari."

"Gak masalah kalo lo mau dateng tiap hari."

"Nyewa kamar di rumah lo buat kos bisa gak?"

"Mau harian, bulanan apa tahunan?"

Arinda tertawa. "Sa ae lu. Btw, lo kayak cewek aja demen sama rujak."

Rian meminum es jeruk miliknya. "Ini makanan untuk semua gender, bukan cewek doang."

"Iya deh gue becanda doang."

"YAAAAN! I'M COMING!"

Arinda yang tengah meminum es jeruk itu melirik ke belakang Rian dengan sebelah alis terangkat. "Itu Seno?" tanyanya. Rian mengangguk. "Aduh, anjir! gue gak mau nyampe keliatan mereka, ntar gacor! Sembunyiin gue tolong!"

Rian mengangguk lalu segera mengajak Arinda ke sebuah ruangan di bagian kiri rumah, ruangan itu ternyata terhubung dengan ruang tengah dan kini mereka sampai di bawah tangga. Keduanya melanjutkan kembali berjalan ke lantai dua. "Tunggu di kamar gue aja," kata Rian seraya membuka pintu kamarnya.

Arinda mengangguk kemudian melangkah memasuki kamar, pintu di belakangnya kini tertutup kembali dan Arinda dibuat terpesona dengan kamar Rian. Semuanya terasa... wow! Di bagian kanan terdapat televisi datar dengan PS 4 tersaji di sana. Arinda semakin berdecak kagum dibuatnya, belum lagi dengan desain interior yang mewah, kasur yang luas dengan pinggiran bercorak emas, dan di salah satu sudut terdapat seperangkat komputer gaming. Kedua mata Arinda hampir melotot dibuatnya, bukan hanya komputer namun juga laptop gaming dan juga sebuah laptop biasa dengan logo apel yang sedikit terkoyak ujungnya.

Arinda tidak bisa mengira seberapa kaya sebenarnya keluarga Rian ini. Ketika matanya kembali menjelajah, dia melihat foto yang terbingkai. Foto Rian yang sedang memegang piala dengan seorang wanita yang tersenyum senang. Arinda tau itu adalah Mama Rian, wanita itu terlihat ramah dengan dua lesung pipit yang menghias wajahnya. Setelah melihat foto, Arinda menuju bagian balkon, dibukanya pintu geser itu. di balkon, terdapat empat kursi santai dengan masing-masing meja kecil di sebelahnya. Balkon itu cukup luas dengan suasana yang nyaman tidak terkena sinar matahari sore.

"Arinda, lo ngapain di sini?"

Continue Reading

You'll Also Like

12.3K 2.5K 39
[Galaxy Series - 1] | WAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA YA! | 鈥 Cover wattpad by: @ceevector_ (ig) "Semoga hari lo Senin terus!" Raina pun memutuskan un...
2.8M 164K 57
High rank 1 #mostwanted (08 nov 2020) 1 #coldprince (13 nov 2020) 1 #remajabaper (15 nov 2020) 1 #wattpadstory (15 nov 2020) 1 #manis (20 nov 2020) 1...
268K 17.7K 40
Bukan cerita badboy ataupun badgirl. Bercerita tentang Faizah, gadis nakal yang rela berpindah sekolah hingga keluar kota, hanya untuk berubah menjad...
1.6M 99.7K 62
FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA馃槂 [SUDAH TERBIT] 掳掳掳 鈥he Velouiz Geng Series 1鈥 Eleos Arsenio Serd, laki-laki gagah, kejam, bengis, dan tentunya tampan...