抖阴社区

CHAPTER 1 - 2 : Jarak yang Tak Terucap

3 0 0
                                    


Rooftop Saint Arcadia terasa lebih dingin dari biasanya.

Langit Valleria berwarna kelabu pucat, seolah matahari terlalu malas menembus awan. Angin tipis menyusup di antara celah pagar besi, menambah sunyi yang semakin tajam.

Di sudut rooftop itu... ada dua orang berdiri.

Revan dan Savina.

Meski secara fisik mereka berada dekat, ada sesuatu yang lebih besar di antara mereka — sesuatu yang tak terlihat, namun nyaris terasa.

Jarak emosional.

Savina masih berdiri tegak di belakangnya. Rambut cokelat tuanya yang panjang masih bergerak pelan tertiup angin. Ia menatap Revan — pria yang hanya berjarak beberapa langkah darinya.

"Jika aku pergi, apakah itu akan mengubah sesuatu?" Suara Savina lembut... namun penuh makna.

Revan tidak menjawab.

Hanya diam, membiarkan pertanyaan itu membeku di udara.

Seolah kalimat Savina bukan hal yang butuh balasan, melainkan kenyataan pahit yang tak pernah bisa ia sangkal.

Revan duduk di kursi tua dengan pandangannya yang kosong—mengarah pada pagar besi di ujung rooftop. Seolah pemandangan halaman sekolah di bawah sana jauh lebih menarik daripada Savina yang masih berdiri di belakang dalam berjarak beberapa inci darinya.

Savina tetap menunggu.

Namun, Revan tetap diam.

"Diam?" Suara Savina kembali memecah keheningan.

Lembut... namun tajam.

Ada kemarahan halus di sana — bukan karena Revan diam, tetapi karena diam adalah jawaban yang sudah terlalu sering ia dengar.

Savina menatapnya — teduh, namun tak tergoyahkan. Dan akhirnya, ia melanjutkan perkaraannya.

"Kau selalu begitu, Revan." Sederhana, namun setiap kata itu menikam tepat di tempat terdalam. "Apa dunia ini terlalu kejam untukmu? Atau kau yang terlalu kejam memperlakukan duniamu sendiri."

Jantung Revan seketika jatuh.

Udara di sekitarnya mendadak menjadi hampa. Napasnya tercekat di tenggorokan, dan dada yang semula lapang kini terasa sesak—seolah ada beban tak kasat mata yang tiba-tiba menghimpitnya.

Kata-kata Savina sederhana, tetapi menikam tepat di bagian terdalam dirinya.

Seperti belati kecil yang menusuk perlahan—tidak cukup untuk membunuh, tapi cukup untuk membuatnya berdarah.

Matanya membelalak sesaat, lalu segera menyipit. Dingin. Kosong.

Detak jantungnya menggema di kepala, begitu keras hingga ia sendiri tak yakin apakah Savina bisa mendengarnya. Tapi tampak dari luar, Revan tetap terlihat kokoh—seolah tak ada satu pun kata Savina yang mampu meruntuhkan dinding tinggi yang selama ini ia bangun.

"Tch." Sebuah dengusan pelan lolos dari bibirnya.

Seharusnya dia tak terguncang.
Seharusnya dia tak peduli.
Seharusnya...

Tapi Savina masih berdiri di sana. Diam, menatapnya lekat, menunggu sesuatu—jawaban, reaksi, atau bahkan sekadar tanda bahwa Revan masih memiliki sisa-sisa perasaan.

Dan saat itu juga, sesuatu dalam diri Revan meledak.

Seketika.

Dalam satu gerakan cepat, Revan mencengkeram kedua pundak Savina dan mendorongnya.

"Revan—" Suara Savina tersangkut di tenggorokan.

Begitu cepat... hingga Savina bahkan tak sempat menarik napas.

Luka di Atas LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang