Lorong belakang gedung tua Saint Arcadia terasa semakin sunyi. Bayangan jendela memanjang di lantai, sementara udara dingin menyelinap di antara dinding bata tua.
Revan bersandar di salah satu jendela, dasinya longgar, kemejanya sedikit kusut, dan sorot matanya kosong—seolah pikirannya melayang jauh dari tempat itu.
Dari kejauhan, langkah kaki terdengar. Berat. Terukur.
Nathaniel Gryson.
Sosok President Student Council itu berhenti beberapa langkah dari Revan. Punggungnya tegak, rahangnya mengeras, dan sorot matanya tajam—memancarkan wibawa yang biasa ia tunjukkan dalam setiap rapat.
"Aku sudah menduganya," kata Nathan, suaranya tenang tapi menusuk. "Kau selalu ada di tempat seperti ini. Tersembunyi. Jauh dari semua orang."
Revan tak bereaksi. Matanya masih menatap kosong ke luar jendela. "Dan kau selalu punya waktu untuk mencariku, ya?" balasnya, datar.
Hening sejenak.
Nathan menghela napas, meski ketegangan di bahunya tak berkurang sedikit pun. "Aku hanya ingin memastikan satu hal, Revan." Ia melangkah lebih dekat. "Kau tahu betul kekacauan malam Valentine telah menjatuhkan reputasi Student Council. Dan kehadiran seseorang... yang bukan bagian dari kami, justru memperkeruh semuanya."
Kata-kata itu terucap tegas, namun terukur. Setiap suku katanya seperti dipilih dengan hati-hati.
Revan tersenyum tipis—bukan karena senang, melainkan getir. "Jadi, kau mau bilang semuanya salahku?"
Nathan tidak menjawab. Tapi sorot matanya cukup memberi jawaban.
"Kau benar," lanjut Revan, suaranya tetap dingin. "Aku bukan bagian dari Student Council. Dan aku tidak pernah minta untuk jadi bagian dari kekacauan itu. Aku membantu karena..." Ia terhenti, sekilas bayangan Savina muncul di pikirannya, membuat dadanya terasa sesak. "Karena aku ingin. Itu saja."
Nathan semakin mempersempit jarak di antara mereka. "Itu masalahnya, Revan," katanya pelan tapi tajam. "Kau bertindak sesuka hatimu. Tanpa memikirkan konsekuensi. Dan sekarang? Kami yang harus memunguti serpihan reputasi yang hancur."
Revan akhirnya menoleh, matanya gelap namun hampa. "Lucu," gumamnya. "Kau bicara seolah aku sengaja menghancurkan semuanya. Padahal aku hanya berusaha memperbaiki apa yang orang-orangmu sendiri kacaukan."
Keduanya saling bertatapan—seperti dua kutub berlawanan.
Nathan, dengan aura wibawa dan kendali. Revan, dengan kelelahan dan ketidakpedulian yang mematikan.
"Jaga jarakmu, Revan," kata Nathan akhirnya, suaranya rendah namun tegas. "Student Council tak butuh seseorang sepertimu."
Revan terkekeh pelan—tawa pahit. "Percayalah, Nathan," balasnya, suaranya hanya sebatas bisikan. "Aku juga tak butuh tempat di antara kalian."
Setelah itu, Revan berbalik, melangkah pergi tanpa menoleh sedikit pun.
Dan Nathan hanya berdiri di sana, rahangnya mengeras—menyaksikan sosok yang semakin jauh, namun bayangannya terasa masih tertinggal.
------------------------------------------------------------

KAMU SEDANG MEMBACA
Luka di Atas Langit
Romance"Luka di Atas Langit" Revan Everheart pernah bersinar - sampai waktu menghapus sinarnya, meninggalkannya berdiri sendirian di rooftop Saint Arcadia. Savina Callista berjalan di jalur sebaliknya. Dari gadis sederhana menjadi sosok yang bers...