"Ku dengar hubunganmu dan An tidak baik?"
Shaka memulai pembicaraan baru pada Adi yang kembali membuka-buka album foto. Ejekan Shaka sama sekali tidak mempengaruhinya.
"An yang mengatakannya?"
Sangsi Adi.
"Semua orang juga tahu, Ce."
"Kalau tidak dariku dan An tidak usah dipercaya, sebagai orang berpendidikan Abang harusnya lebih tahu soal hoax." Sindir Adi terang-terangan. Ia bukannya bodoh, Shaka masih menggilai An seperti dahulu. Pria itu masih lajang di saat usianya hampir menginjak kepala empat.
"Sha, kita bicara di ruang belakang saja." Ujar An tanpa menunggu jawaban Shaka berjalan ke belakang rumah. Di sana terdapat kursi dan meja, tempat biasa bersantai Adi dan An waktu sore sebelum musim dingin menyapa mereka.
"Kamu ngapain ikut?"
Tanya An melihat suaminya yang tiba-tiba duduk di bangku taman belakang seolah mengawasinya.
"Udah lama nggak ke sini sore-sore, biasanya kita kan kita lihat sunset di sini?"
Pria itu masih setia membawa album foto kesukaannya. Membolak-balik tiap halaman seraya ekor matanya mencuri pandang ke arah An dan Shaka.
Matanya memicing saat melihat tangan Shaka berusaha merapikan rambut An yang menutupi mata. Adi terbatuk kencang sehingga An mendongak dan refleks membenahi rambutnya sendiri demi melihat dengan jelas apa yang terjadi pada suaminya.
"Kamu mau air dingin, nggak An?"
Adi berpura-pura haus untuk sekedar menawari An minum.
"Kamu tadi buat es kuwut ya, aku mau itu aja." Sejujurnya An sedikit aneh mendengar Adi menawarinya minum, tidak biasanya.
...
"Sudah puas bertemu mantan?" Adi menunggui An di sebelah kamar wanita itu. Ia menyender dengan melipat kedua tangannya.
"Bukankah kita impas sekarang?" Tantang An, ia tersenyum mengejek hingga Adi tak tahan untuk tak menarik wanita itu masuk ke kamar. Mereka harus bicara berdua, pembicaraan yang memicu pertengkaran ini tidak pantas didengar orang lain, termasuk Lua dan Caesar.
Tangan Adi tergesa mencari folder dan ponselnya. Adi tidak akan bicara panjang lebar, ia menunjukkan video cctv di ruangannya sehingga jelas kebenaran dari peristiwa kemarin.
"Tidak penting." An melepaskan cekalan Adi pada tangan beralih duduk di kasur. Ia lelah.
"Kita perlu bicara." Putus Adi. Ia menarik kursi rias An agar dapat berhadap-hadapan dengan istrinya.
"Kita sedang bicara." An nampak acuh, tetapi ia menunggu suaminya bicara.
"Kita harus bicara."
"Kau sedang bicara." Acuh An.
"Kita nggak bisa terus-terus diam seperti ini, An. Kita harus bicara." Adi mengutarakan kegelisahannya.
"Lucu ya?" Ujar An diakhiri kekehan mengejek. "Kau yang memulai, tapi kau juga yang merasa paling benar."
Adi terdiam, menundukkan kepalanya. Ia mengingat setelah hari dimana kamar mereka terpisah, ia tidak berusaha mengajak An bicara. Ia tidak menanyakan apakah An terluka akibat kehilangan anak mereka. Pria itu malah larut dalam lukanya sendiri, tidak berusaha menangani luka mereka bersama.
Melihat suaminya tak berkutik, An berdiri menghampiri prianya. An mengambil tangan kanan Adi yang dingin."Puisi-puisi mu, semuanya memintaku agar lebih mengertimu. Kau memintaku jadi tanganmu, tetapi tidakkah kau mencoba meraih tanganku, Ce?" Lekat-lekat ia mengangkat dagu suaminya, ia penasaraan raut seperti apa yang tengah disembunyikan Adi.
Perlahan Adi menurunkan tangan An dari dagunya. Sekilas ia menatap matanya beruraian air mata, air mata yang jarang ditunjukkan wanita itu pada siapapun. Selalu hanya Adi yang dapat melihatnya, sialnya hari ini karena ulahnya. "Apakah selalu harus saya yang mengerti kamu, An?" Adi memalingkan wajahnya tidak ingin melihat wajah menangis An, "Apakah harus saya selalu mengalah pada egomu?"
Wanita itu tergugu mendengar pertanyaan retoris suaminya. Ia melangkah mundur sampai terduduk di ujung kasur kembali.
"Tapi waktu itu kamu bisa di rumah sakit untuk menemani Kia, kenapa tidak menemaniku?"
"Saya sudah mengatakan saya tidak menemaninya, kami hanya bertemu karena kami berkonsultasi pada dokter yang sama."
"Kau sakit?" An terlihat cemas.
"Apakah harus saya katakan?" Adi terlihat ragu-ragu, matanya memandang raut khawatir An yang semakin membuat ia merasa bersalah akan jawaban yang sebenarnya.
"Saya berkonsultasi tentang cara agar kamu dan janinmu kuat apabila mengandung lagi?"
An terhenyak ditempat duduknya, air matanya semakin deras mengalir membasahi pipinya yang tirus. Matanya yang tajam terlihat sendu, tangannya meremas selimut kasurnya menahan jerit perasaannya yang telah dibohongi.
"Kau bilang kau tidak masalah jika aku tidak mau mengandung. Jadi kau diam-diam masih mengharapkannya?"
"Dokter bilang masih ada harapan, An." Bela Adi.
Inkompatibilitas rhesus, bayi mereka menderita inkompatibilitas rhesus. Kasus ini disebabkan karena perbedaan rhesus sel darah ibu dan bayi. An berdarah O rhesus negatif sementara si bayi memiliki rhesus positif seperti ayahnya. Sistem antibodi An mendeteksi adanya anomali berupa rhesus yang berbeda sehingga An yang tidak sempat menyadari hal tersebut mengalami keguguran.
Ia tidak akan menyalahkan Adi dalam persoalan ini. Rhesus negatif sangatlah langka di dunia, apalagi di daerah negara mereka yang tropis. Wanita itu mengingat darah Ibunya yang berasal dari negara empat musim itu jelas mengalir dalam dirinya. An tidak lantas membenci ibunya.
Dia dan Adi yang tidak seharusnya bersama. Dokter sudah memberikan alternatif untuk mereka berdua, tetapi An berkaca akan kesibukan keduanya yang tak ada hentinya. Jabatan baru Adi yang membuat pria itu lebih sibuk dari biasanya karena penyesuaian sana sini, rasanya ia hanya merepotkan pria itu tanpa henti.
"Aku minta maaf, An," ucap Adi sebelum melangkah pergi meninggalkan kamar An. Isak tangis wanitanya mengiringi langkah kakinya yang terasa berat. Tangis yang biasanya ia rengkuh dalam peluk itu terasa menyakitkan di telinga.
Adi tak sengaja menatap foto pernikahan mereka seusai keluar dari kamar An. Janji bahagia, menjaga dan menemani An hingga akhir masa terdengar sumbang.
An, benar ia hanya omong kosong. Tidak ada kebohongan yang baik.
White Lie, pernahkah kalian berbohong demi kebaikan?
Lebih baik berbohong atau mengakui kesalahan?
Terima kasih sudah mampir
Jangan lupa vote dan komentar
Sincerely, aprcloudly

KAMU SEDANG MEMBACA
LUA : Unconditional Love (END)
RomanceLUA mengajak Caesar pergi ke masa depan demi menyelematkan istrinya. Siapa duga hubungan percintaannya di ujung perceraian. Mampukah Caesar muda menyelematkan pernikahannya di masa depan?
Chapter 17
Mulai dari awal