Hari-hari Lyle semakin terasa membosankan. Tertidur lama, makan, tidur lagi—hidupnya berjalan dengan sangat nyaman. Ia mulai merasa bahwa segala sesuatu yang dilakukannya, meskipun tanpa usaha yang berarti, selalu berakhir dengan cara yang tepat. Keberuntungan tampaknya selalu berpihak padanya. Namun, di balik kenyamanan itu, Lyle merasa ada kekosongan yang perlahan menyusup dalam dirinya.
Suatu pagi, ketika Lyle tengah tidur dengan nyaman di istananya yang besar, seorang utusan tiba di depan pintu kamarnya. Alric yang menerima utusan itu menggelengkan kepala, merasa keheranan. "Yang Mulia," utusan itu berkata dengan cemas, "ada masalah besar yang membutuhkan perhatian Anda segera."
Lyle mengerang pelan, tidak senang diganggu saat sedang tidur. "Apa lagi, Alric? Bukankah aku sudah bilang kalau masalah kerajaan itu harus diselesaikan olehmu?"
Alric menghela napas, tetapi dengan ragu ia membuka pintu kamar tidur Lyle. "Yang Mulia," katanya dengan nada lebih serius, "tampaknya kita tidak bisa menghindarinya lagi. Pasukan musuh mulai bergerak ke perbatasan timur. Mereka sangat kuat, dan jika kita tidak bertindak sekarang, kita bisa kehilangan wilayah penting. Saya tahu Anda malas, tapi ini... ini bukan hal yang bisa diselesaikan dengan hadiah."
Lyle menatap Alric dengan malas, lalu mengalihkan pandangannya ke jendela kamar, melihat langit yang mendung. Sepertinya cuaca sedang tidak bersahabat. "Aku tidak ingin repot-repot, Alric. Aku sudah bilang, urus saja semuanya sendiri. Aku ingin tidur," jawabnya dengan suara mengantuk.
"Yang Mulia," Alric berkata dengan tegas, "ini lebih besar dari sekedar masalah biasa. Kita sedang terancam."
Lyle menguap besar, kemudian bangkit dari tempat tidur. "Kamu selalu membuat segalanya tampak lebih rumit dari yang sebenarnya, Alric. Kalau aku harus turun tangan, biarkan aku tidur dulu. Semua orang tahu aku lebih cerdas saat tidur."
Alric menatap Lyle dengan pandangan yang sulit dimengerti. Ia telah lama mengikuti setiap langkah Lyle, melihat bagaimana tiran yang tidak bertanggung jawab ini selalu menghindari kerja keras dan selalu mendapatkan hasil yang luar biasa. Namun kali ini, ada ketegangan yang lebih dalam—apa yang akan terjadi jika keberuntungan ini habis?
Namun, akhirnya Lyle memutuskan untuk keluar dari kamarnya setelah satu jam lebih tidur. Dengan langkah santai, ia turun ke ruang rapat kerajaan. Sementara itu, para pejabat dan jenderal kerajaan menunggu dengan cemas.
Lyle duduk di kursinya, meluruskan tubuhnya yang masih setengah terbangun. "Jadi, ada masalah besar yang harus kita selesaikan?" tanyanya dengan suara serak, masih terganggu dengan tidur panjangnya.
Alric dan para pejabat kerajaan berdiri di depan meja, melihat Lyle dengan perasaan campur aduk antara harapan dan kecemasan. Seorang jenderal melangkah maju, "Yang Mulia, pasukan musuh sudah dekat. Kami membutuhkan keputusan Anda untuk bagaimana kita bertahan dan melawan mereka."
Lyle memandangi peta yang terletak di meja, melihat posisi pasukan musuh yang bergerak maju. Ia menarik napas dalam-dalam. "Hmm... Perang ya?" katanya pelan, lebih kepada dirinya sendiri. "Bagaimana kalau kita coba cara lain?"
Alric dan yang lainnya saling berpandangan bingung. "Cara lain? Apa maksud Anda, Yang Mulia?"
Lyle melanjutkan, "Kenapa harus berperang? Bukankah lebih baik kita mengundang mereka ke sini, memberi mereka makan, minum, dan beristirahat di istana? Bagaimana kalau kita adakan pesta besar? Semua masalah bisa selesai dengan makan enak dan tertawa bersama."
Semua orang terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Ini bukan solusi yang mereka harapkan. Mereka sudah mempersiapkan pasukan, menyiapkan strategi bertahan hidup, dan kini Lyle malah mengusulkan pesta?
"Tapi, Yang Mulia," seorang penasihat berkata dengan hati-hati, "pesta... mungkin itu tidak akan menyelesaikan masalah. Mereka membawa tentara yang kuat. Jika kita tidak bertindak cepat..."
"Tidak perlu terburu-buru," Lyle memotong, "berikan mereka makanan enak dan pastikan mereka merasa nyaman. Kalau mereka merasa dihargai, mungkin mereka akan berhenti berperang. Percayalah, ini akan berhasil."
Alric merasa bingung, tetapi di sisi lain, ada perasaan aneh yang muncul. Lyle tidak pernah gagal sebelumnya, meskipun dengan pendekatan yang sangat tidak konvensional. "Baik, Yang Mulia. Kami akan mengatur pesta."
Beberapa hari kemudian, pasukan musuh tiba di perbatasan kerajaan dan, seperti yang Lyle usulkan, mereka diundang untuk hadir di istana kerajaan. Mereka disambut dengan hidangan terbaik, hiburan, dan kenyamanan yang belum pernah mereka alami sebelumnya. Penuh dengan ketidakpastian, namun juga rasa penasaran yang besar, pasukan musuh menerima undangan tersebut.
Hari-hari berlalu dengan suasana yang sangat tidak biasa—perang digantikan dengan kebersamaan di meja makan istana. Pasukan musuh, yang awalnya datang dengan tekad untuk merebut wilayah, mulai melupakan tujuan mereka setelah menikmati jamuan yang disajikan Lyle. Percakapan tentang perang dan strategi perlahan digantikan dengan obrolan ringan dan tawa. Mereka merasa lebih seperti tamu, bukan musuh.
Dan pada akhirnya, setelah beberapa hari bersantai, pasukan musuh memutuskan untuk mundur tanpa ada pertempuran yang terjadi. Mereka tidak lagi merasa perlu untuk menyerang, setelah merasakan keramahan dan kebaikan yang tidak mereka duga dari kerajaan Lyle.
Alric berdiri di balkon istana, menatap pasukan musuh yang mundur dengan perasaan campur aduk. "Yang Mulia, saya tidak tahu harus mengatakan apa. Anda... benar-benar menyelesaikan masalah ini dengan cara yang tidak terduga."
Lyle hanya tersenyum, berjalan menuju balkon untuk bergabung dengan Alric. "Kadang-kadang, masalah besar bisa diselesaikan dengan cara yang paling sederhana. Tidak perlu terlalu keras kepala, Alric. Dunia ini lebih mudah jika kita tahu cara menikmatinya."
Alric hanya bisa menggelengkan kepala. Apa yang baru saja terjadi adalah sesuatu yang tidak akan pernah dia bayangkan. Lyle mungkin memang malas, tetapi sepertinya ada lebih banyak kebijaksanaan dalam dirinya daripada yang terlihat.
Dan dengan cara yang sangat tidak biasa ini, kerajaan yang dipimpin oleh Lyle terus berkembang dan makmur—meskipun tetap dengan cara yang santai, tidak tergesa-gesa, dan penuh dengan keputusan yang tampaknya mengabaikan logika.
Namun, siapakah yang bisa menolak kenyataan bahwa kerajaan ini justru lebih kuat dan lebih damai daripada yang pernah dibayangkan siapa pun?

KAMU SEDANG MEMBACA
The Lazy Tyrant
FantasySeorang pria malas yang hobi tidur transmigrasi ke dalam tubuh tiran kuat di dunia fantasi. Namun, alih-alih memerintah dengan tangan besi, dia lebih suka tidur sepanjang hari dan menghindari pekerjaan berat. Anehnya, melalui kombinasi keberuntung...