抖阴社区

Frankness 11

63 4 0
                                    


Waktu terus berlalu, dan kerajaan yang dipimpin oleh Lyle semakin makmur dengan cara-cara yang tidak biasa. Para pejabat kerajaan mulai menyadari bahwa metode tiran mereka yang tidak konvensional membawa hasil yang mengejutkan. Keberuntungan tampaknya selalu berpihak padanya, namun semakin lama, mereka mulai merasakan bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar kebetulan yang terjadi di balik keberhasilan tersebut.

Suatu pagi, Lyle duduk di kursinya yang besar di ruang tahta, masih mengantuk dan lebih suka menikmati ketenangan istana daripada terlibat dalam urusan kerajaan. Alric datang, kali ini dengan wajah yang sedikit cemas. "Yang Mulia, ada beberapa laporan yang datang dari wilayah selatan. Pemberontak mulai berkumpul dan berencana untuk menyerang," katanya dengan nada serius.

Lyle menguap panjang. "Pemberontak, huh? Kenapa tidak ada yang berhenti mengganggu kita? Apa lagi yang harus mereka lakukan, mengirimkan undangan pesta juga?" katanya dengan nada acuh tak acuh.

Alric menggelengkan kepala, sedikit putus asa. "Yang Mulia, kita tidak bisa menyelesaikan semuanya dengan pesta. Kami harus merencanakan serangan balik atau setidaknya membuat mereka mundur."

Lyle menghela napas. "Serangan balik... Ah, lebih baik kita biarkan mereka datang dan lihat apa yang terjadi. Tapi, bagaimana kalau kita coba cara lain? Panggil saja mereka ke sini. Beri mereka makanan enak dan hiburan, buat mereka merasa nyaman. Kita lihat apakah mereka masih tertarik untuk berperang setelah itu."

Alric terdiam sejenak, menatap Lyle dengan pandangan bingung. "Yang Mulia, apakah Anda serius? Ini bukan masalah kecil. Pemberontakan ini bisa menghancurkan seluruh kerajaan."

Lyle tersenyum santai. "Kita sudah berurusan dengan masalah yang lebih besar, Alric. Tenang saja. Kalau kita undang mereka, beri mereka hiburan, mereka mungkin saja berubah pikiran. Keberuntungan selalu berpihak pada kita, ingat?"

Alric menghela napas berat, tapi akhirnya ia menyerah. "Baik, Yang Mulia. Kami akan mengatur semuanya seperti yang Anda inginkan."

Beberapa hari kemudian, para pemberontak yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang terkenal keras kepala, datang ke istana setelah menerima undangan dari Lyle. Mereka datang dengan ekspresi curiga dan penuh perasaan waspada. Namun, begitu mereka memasuki istana dan disambut dengan jamuan makan yang luar biasa, wajah mereka mulai melunak.

Lyle, yang duduk santai di singgasananya, memandangi mereka dengan senyum lebar. "Selamat datang, saudara-saudara. Nikmatilah hidangan kami, jangan sungkan-sungkan. Kita semua manusia, jadi kenapa tidak menikmati hidup?"

Para pemberontak itu saling berpandangan, merasa canggung. Mereka datang dengan niat untuk menuntut perubahan dan menggulingkan Lyle, namun suasana yang hangat dan ramah di istana ini membuat mereka ragu. Hidangan yang disajikan begitu lezat, dan hiburan yang disediakan membuat mereka merasa seperti tamu terhormat, bukan musuh.

Sementara mereka makan, Lyle berbicara dengan tenang, "Aku tahu kalian datang dengan tujuan tertentu. Tapi, lihatlah sekeliling kalian. Tidakkah kalian merasa lebih baik hidup dalam kedamaian? Kenapa harus berperang? Bukankah lebih baik kita menikmati hidup dengan makanan enak, musik indah, dan kebersamaan?"

Satu per satu, para pemberontak mulai merasa bingung. Pemimpin mereka, yang awalnya sangat teguh dengan niatnya untuk menggulingkan Lyle, mulai melunak. "Kami datang dengan kemarahan dan keinginan untuk memperjuangkan keadilan," katanya perlahan, "tapi... ini... ini benar-benar berbeda dari yang kami bayangkan."

Lyle tersenyum puas. "Keberuntungan datang kepada mereka yang tahu bagaimana menikmati hidup. Jangan buang waktu kalian dengan kekerasan dan kebencian. Pikirkanlah, ada banyak hal indah di dunia ini yang bisa kita nikmati bersama."

Setelah beberapa jam berlalu, dan setelah banyak makanan, tawa, serta percakapan yang mengalir, para pemberontak itu akhirnya membuat keputusan yang mengejutkan. Mereka mundur tanpa melakukan perlawanan lebih lanjut. "Kami akan mempertimbangkan kembali niat kami," kata pemimpin pemberontak itu. "Terima kasih, Yang Mulia, atas jamuannya."

Lyle mengangguk dengan senyum puas. "Tidak perlu berterima kasih. Itu hanya cara kita hidup di sini. Kami semua berhak bahagia."

Setelah pertemuan itu, Alric kembali mendekati Lyle dengan ekspresi bingung. "Yang Mulia, Anda benar-benar berhasil lagi. Tapi... bagaimana Anda melakukannya? Tidak ada perang, tidak ada pertempuran, hanya... makanan dan hiburan. Ini... ini sangat tidak masuk akal."

Lyle tertawa kecil. "Inilah yang kubilang, Alric. Terkadang masalah besar bisa diselesaikan dengan cara yang paling sederhana. Tak perlu serangan atau kekuatan. Cukup beri mereka kenyamanan, buat mereka merasa dihargai, dan lihat apa yang terjadi."

Alric terdiam, meresapi kata-kata Lyle. Ia mulai menyadari sesuatu—mungkin, cara Lyle yang malas ini sebenarnya lebih efektif daripada yang bisa dia bayangkan. Keberuntungan, ketenangan, dan kebijaksanaan yang tidak terduga bisa mengatasi tantangan yang paling sulit sekalipun.

Di tengah istana yang damai itu, Lyle kembali tidur siang, menikmati kenyamanan hidupnya. Kerajaan yang tampaknya dibangun atas malas dan ketidakpedulian ini, secara misterius, terus berkembang dengan pesat. Tak seorang pun bisa menjelaskan mengapa—termasuk Lyle sendiri. Namun satu hal yang pasti: di dunia yang penuh dengan perang dan konflik, kekuasaan yang sebenarnya sering kali tidak tampak jelas. Kadang-kadang, yang terpenting bukanlah menjadi tiran yang kuat, tetapi seorang penguasa yang tahu kapan harus menyerah, menikmati hidup, dan membiarkan dunia berjalan dengan cara yang sangat tidak terduga.

The Lazy TyrantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang