Waktu terus berjalan, dan meskipun Lyle lebih sering tertidur daripada memerintah, kerajaan yang ia pimpin semakin makmur. Seluruh kerajaan mulai mempercayai metode unik Lyle dalam memimpin, meskipun itu tampak aneh di mata banyak orang. Orang-orang di luar kerajaan mulai berbicara tentangnya, dan meskipun mereka tidak sepenuhnya mengerti, mereka tidak bisa menyangkal bahwa kerajaan yang dipimpin oleh tiran malas ini benar-benar berkembang pesat.
Suatu hari, seorang pedagang kaya datang dari wilayah utara untuk menemui Lyle. "Yang Mulia," katanya dengan rendah hati, "saya mendengar tentang kemakmuran kerajaan ini yang dipimpin oleh Anda yang terkenal... tidak konvensional. Saya ingin menawarkan sebuah kesempatan bagi kita untuk bekerja sama. Saya memiliki banyak barang langka yang dapat diperdagangkan, tetapi saya mendengar ada banyak pajak yang harus dibayar di sini. Saya ingin Anda menurunkan tarif pajak supaya perdagangan bisa lebih berkembang."
Lyle menguap panjang dan melihat pedagang itu dengan setengah terpejam. "Pajak? Ah, itu hal lama. Mengapa kita harus mempersulit hidup kita dengan pajak? Kenapa tidak kita biarkan perdagangan berjalan bebas, tanpa banyak aturan?" kata Lyle dengan santai, seperti sedang berpikir keras tentang pertanyaan yang diajukan.
Pedagang itu terkejut, bingung apakah ini benar-benar saran dari seorang tiran. "Tapi Yang Mulia... pajak adalah cara kita mendanai kerajaan, membayar pasukan, dan membangun infrastruktur."
Lyle mengangkat bahunya. "Ah, biarkan saja. Jika ada yang mau membayar pajak, biarkan mereka. Kalau tidak, ya sudah, kita tidak akan paksa. Bukankah hidup lebih baik tanpa banyak peraturan? Saya lebih suka tidur daripada menghitung uang."
Pedagang itu terdiam sejenak, mencoba memahami keputusan Lyle. Namun, dia merasa bahwa ada suatu kebijaksanaan tersembunyi di balik cara yang tidak biasa ini. "Jika Anda mengatakan demikian... maka saya akan membawa lebih banyak barang untuk diperdagangkan tanpa perlu membayar banyak pajak. Ini mungkin akan membuka lebih banyak kesempatan bagi kita semua," katanya, akhirnya menyetujui saran Lyle, meskipun ragu.
Lyle mengangguk malas. "Bagus, kita lihat apa yang terjadi. Yang penting, jangan sampai kita terlalu stres dengan hal-hal kecil."
Dalam beberapa minggu berikutnya, pedagang-pedagang lain mulai mengikuti jejak pedagang utara, membawa barang-barang dagangan mereka tanpa terbebani pajak yang berat. Perdagangan pun berkembang pesat, dan kerajaan Lyle mendulang keuntungan besar dari lonjakan aktivitas ekonomi. Tak ada yang benar-benar memahami mengapa hal itu terjadi, tetapi semuanya bekerja.
Namun, meskipun kerajaan ini semakin makmur, ada satu masalah besar yang belum terselesaikan: hubungan luar negeri dengan kerajaan tetangga. Beberapa penguasa kerajaan tetangga mulai merasa cemas dengan kemakmuran yang cepat ini, dan mereka mulai merencanakan langkah-langkah untuk mengekang pertumbuhan kerajaan Lyle.
Suatu hari, seorang utusan kerajaan tetangga datang dengan tujuan untuk berbicara dengan Lyle. "Yang Mulia, kami telah mendengar tentang kemajuan yang sangat pesat di kerajaan Anda. Kami khawatir hal ini akan mengancam keseimbangan kekuasaan di kawasan ini. Kami ingin membahas kesepakatan damai antara kerajaan kita," kata utusan itu dengan penuh kewaspadaan.
Lyle menatap utusan itu dengan mata setengah tertutup. "Oh, jadi kalian ingin berdamai, ya? Bagus. Tapi, apakah kalian bawa makanan? Kalau tidak ada makanan, saya tidak bisa berbicara serius," katanya sambil meregangkan tubuhnya, siap untuk tidur lagi.
Utusan itu terkejut dengan tanggapan Lyle, tapi mencoba tetap profesional. "Kami membawa beberapa hadiah sebagai tanda niat baik kami. Kami berharap Anda bisa mempertimbangkan kesepakatan damai ini."
Lyle mengangkat tangan, menandakan bahwa dia tidak ingin terlibat dalam pembicaraan serius. "Kesepakatan damai? Ah, kita tidak perlu berdebat soal itu. Semua orang hanya ingin hidup damai, kan? Tapi, saya sudah cukup lelah untuk mendengar banyak omong kosong. Cobalah berbicara dengan saya setelah kalian makan. Kalau kalian lapar, makan dulu, baru kita bicarakan lagi."
Utusan itu terdiam, tidak tahu harus berbuat apa. Sementara itu, Lyle berjalan menuju tempat tidur, berbaring di kursinya dengan nyaman. "Kalian bisa bicara tentang perdamaian, tapi saya lebih memilih tidur," katanya sambil menutup matanya, meninggalkan utusan itu bingung dan kebingungan.
Namun, yang mengejutkan adalah, beberapa hari setelah pertemuan itu, kerajaan tetangga mulai mengubah sikap mereka. Mereka tidak jadi menyerang, dan malah mengirimkan hadiah-hadiah mewah sebagai tanda persahabatan. Meskipun Lyle tidak melakukan apapun selain tidur, ia tiba-tiba menjadi sosok yang dihormati, bukan karena kekuatannya atau kebijaksanaannya, melainkan karena ketidakpeduliannya yang sangat aneh. Mungkin, dunia ini memang dipenuhi dengan kebetulan dan keberuntungan yang tidak terduga.
Setelah beberapa waktu, kerajaan yang dulunya tampak rentan dan penuh masalah, kini menjadi tempat yang damai dan berkembang pesat. Lyle terus tidur, tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya, dan kerajaannya terus tumbuh subur.
Orang-orang mulai berbicara tentang "tirani malas" ini sebagai contoh yang menginspirasi. Mereka tidak tahu bagaimana Lyle berhasil mengubah kerajaan menjadi makmur, tetapi mereka tahu satu hal: terkadang, keajaiban datang dari cara yang paling tak terduga. Dan siapa yang bisa menyangkalnya? Lyle, sang tiran malas, telah membuktikan bahwa terkadang, yang dibutuhkan hanyalah sedikit keberuntungan, ketenangan, dan sedikit lebih banyak tidur untuk membuat segalanya berjalan dengan baik.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Lazy Tyrant
FantasySeorang pria malas yang hobi tidur transmigrasi ke dalam tubuh tiran kuat di dunia fantasi. Namun, alih-alih memerintah dengan tangan besi, dia lebih suka tidur sepanjang hari dan menghindari pekerjaan berat. Anehnya, melalui kombinasi keberuntung...