Gadis itu tak melakukan hal intim apapun. Ia hanya mencium bibir Dylan, namun berhasil membuat kejantanannya berdenyut sesak. Untuk pertama kalinya, ia menidurkan miliknya menggunakan tangan. Untuk pertama kalinya, ia merasakan pelepasan yang begitu hebat.
Dylan murka. Ia mengutuk gadis itu yang dengan berani-beraninya membangunkan miliknya. Yang berani membuatnya kehilangan kendali. Berani membuatnya tak bisa tidur.
Setelah pertemuan mereka di hotel tersebut, ia tak pernah bisa tidur nyenyak. Saat berusaha tidur, ia akan memimpikan gadis itu mengerang di bawahnya dengan peluh dimana-mana. Lalu, keesokan harinya ia akan terbangun dengan miliknya yang basah.
Sial. Gadis itu benar-benar bajingan.
Demi Tuhan, ia bukanlah laki-laki cabul. Jangankan cabul, memiliki keinginan untuk melakukan hal berbau intim saja tidak sudi. Akan tetapi, gadis itu seolah mengubah segalanya. Gadis itu datang dengan membawa bom yang siap meledakkan isi kepala Dylan.
Ia berusaha melupakan gadis itu. Lagi. Semesta mengujinya. Ia bertemu gadis itu di sekolah. Tempatnya menuntut ilmu. Betapa sialannya.
Gadis pirang itu membawanya pergi. Mengancamnya macam-macam seolah bisa membuat Dylan takut. Padahal, ia hanya menikmati raut frustasi itu.
Hal yang tak terduga adalah gadis itu telah bertunangan dengan Harvey. Demi apapun, saat itu rasanya ia ingin memecahkan kepala Harvey. Bajingan itu merebut miliknya.
"Eum—"
Dylan tersadar. Lelaki itu melepaskan ciumannya, membiarkan Joanna kembali bernapas.
"Bajingan sialan—" Dylan kembali menautkan bibir mereka. Kali ini, ia mengangkat tubuh Joanna, menggendongnya ala koala dengan satu tangan. Tangannya yang lain ia gunakan untuk menekan tengkuk si gadis. Ia menutup mata, menikmati ciumannya.
Untuk pertama kalinya, ia menginginkan sesuatu. Ia menginginkan gadis dalam gendongannya. Ia menginginkan jiwa dan raga Joanna. Ia menginginkan segalanya yang ada padanya.
"Pegang leherku." Dylan menyempatkan diri untuk memberikan peringatan kala Joanna menggeliat. "Atau kamu akan jatuh." Berhasil. Gadis itu memegang lehernya, sedangkan kakinya membelit pinggang Dylan.
Joanna meremat tengkuk Dylan kala lelaki itu mulai membelit lidahnya. Ia memejamkan mata, menahan desahan. Demi Tuhan, mengapa selama di sini ia tidak bisa lepas dari ciuman? Mengapa para bajingan ini suka sekali menciumnya?!
Gadis pirang itu menjatuhkan wajahnya di bahu si lelaki kala ciuman keduanya terlepas. Napasnya memburu, menerpa leher Dylan yang membuat lelaki itu menahan napas.
Tangan kekarnya meremat paha Joanna. "Jangan di sana." Peringatnya dengan suara serak. Ia mulai tegang dan merasakan wajahnya memanas. Sial!
"Hm? Kenapa?" Joanna mulai bisa bernapas dengan baik. Gadis itu menahan tawa setelah menyadari sesuatu. Bibirnya mendekati telinga si lelaki. "Lo turn on?" Bisiknya, lalu menjilat cuping telinga Dylan.
"Fuck!" Dylan menggeram. Lelaki itu berusaha menjauhkan napas Joanna dari telinganya, namun gagal sebab ia takut apa yang ia lakukan justru membuat Joanna jatuh. "Jangan mancing."
"Why? Lagipun lo nggak akan bisa lakuin apapun." Joanna membalas dengan berani. Ia pernah memohon pada Harvey untuk tak menyentuhnya, namun nafsu bajingan itu justru semakin meningkat. Sekarang, ia akan mencoba melakukan sebaliknya. Laki-laki tidak akan menyukai perempuan centil, kan?
"Mengapa kamu percaya diri sekali?" Dylan menggigit bibir. Netranya memerah menahan sesuatu yang mulai berdenyut nyeri. Ia bahkan sedikit bergetar. "Aku bisa melakukan apapun padamu. Jangan lupa jika di sini hanya ada kita. Hanya kita." Lelaki itu akhirnya duduk di ranjang dengan Joanna berada dalam pangkuannya. Tidak lucu jika mereka jatuh karena ia tak bisa mengendalikan nafsunya.
"Turn on beneran?" Joanna berceletuk, lalu menangkup rahang Dylan. Gadis itu jelas tengah menahan tawa.
Fuck! Fuck! Fuck!
Dylan memaki dalam hati. Cara gadis itu memandangnya benar-benar menyentil egonya. Gadis pirang ini mengejeknya. Sial.
Tatapan Dylan menajam. Lelaki itu mencengkeram pangkal paha si gadis. Ia tak berkedip menatap Joanna. Meskipun demikian, napasnya jelas memburu. Lelaki ini tengah melawan dirinya sendiri.
"Let's making love. I'll—what is this?" Lelaki itu kehilangan kata-kata setelah tangannya menyentuh milik Joanna yang masih tertutup oleh celana. "Anne ..." Ia pucat pasi.
"Yes, I'm on my period." Joanna menjawab dengan lembut. Sedetik kemudian, tawa gadis itu meledak.
Di sisi lain, Dylan masih diam. Lelaki itu tengah kehilangan jiwanya.
-
to be continued.
a/n: viewers-nya banyak tapi kenapa yang vote cuma sedikit ya, hmmm ... effortku menulis seperti tidak dihargai
komen sebanyak-banyaknya untuk lanjut and have a nice day <3
-

KAMU SEDANG MEMBACA
THE PLOT : ADORE YOU
FantasyJoanna terlempar ke novel buatannya sendiri dan memasuki tubuh Joanna Avery, tunangan pemeran utama pria kedua yang akan mati seminggu setelah pertunangan. Joanna harus menyelamatkan nasibnya. Akan tetapi, bukan nyawanya yang terancam, namun kewaras...
21. His First Wish
Mulai dari awal