"Siapa sih yang nggak tau dia, Ra? Mahasiswa berprestasi yang mukanya muncul dimana-mana, jujur gue juga penasaran sih gimana orangnya kalau dilihat secara langsung," kata Celine menanggapi sambil melirik ke sekitar untuk mencari oknum yang sedang mereka bicarakan.
"Bener banget, gue jadi nggak sabar. Kalo perlu nanti setelah acara ini selesai gue mau minta foto dan tanda tangan dia deh," kata Nora bersemangat.
"Ada-ada aja lo pada, belum tentu juga tamunya mau lo ajak foto," sambung Zelina.
"Yeuu ngerusak momen banget sih lo!" balas Nora tak terima, "Oh iya btw, semalem lo kemana, Zel? Balik duluan kok nggak bilang gue?" tanya Nora penasaran, sementara Celine ikut menyimak.
"Oh, itu..." Zelina terlihat berpikir sebentar, memijat pelan luka di jidatnya yang terbalut plester, "Gue ngerasa nggak enak badan makanya pulang duluan, sorry main cabut gitu aja," alibinya merasa tidak enak. Hanya itu satu-satunya alasan yang bisa dia berikan.
"Oh syukur lah kalo gitu, yaa gapapa sih, semalem gue ketemu Dito sama ceweknya, mereka ngajak gabung, gue kaget aja tiba-tiba lo ngilang, gue takutnya lo diculik om-om gadun doang," ucap Nora dengan santai, sontak Zelina menyikut cewek itu yang justru malah cengengesan.
"Ngaco lu!" Zelina berakhir terlihat kesal, membuat Celine tertawa kecil melihat tingkah kedua temannya.
Celine sendiri tidak ikut acara konser itu karena ia sibuk menyambut keluarganya yang datang dari kota tetangga. Lagipula, gadis lugu seperti Celine merasa kurang cocok berada di tempat seperti itu.
Zelina beruntung Nora langsung percaya dengan kebohongannya, namun di satu sisi dia sendiri tidak mengerti kenapa harus menyembunyikan hal yang sebenarnya terjadi. Padahal sebetulnya tidak perlu ada yang ditutupi dari kejadian semalam. Toh peristiwa itu terjadi atas ketidaksengajaan.
Seperti saat ini. Di saat dirinya mulai fokus mendengarkan pemateri, namun justru sudut matanya tak sengaja menangkap sesuatu yang membuat sekitarnya hening seketika. Zelina mengedipkan matanya berulang kali, berharap apa yang ia lihat hanya ada di dalam bayangannya saja.
Tetapi tidak. Zelina masih cukup sadar jika dia tidak sedang berada di dalam mimpi. Laki-laki itu. Seseorang yang menariknya dari ratusan manusia dan sekaligus menciptakan luka pada dahinya tadi malam, terlihat duduk tenang di tempat yang hanya berjarak empat kursi saja di samping kirinya.
Zelina tidak berniat untuk menatap pemuda itu cukup lama, tapi ada sesuatu yang menganggu benaknya ketika melihat lelaki itu sedikit berbeda. Zelina masih ingat bagaimana raut wajah datar pria di seberang sana menatap ke arahnya dengan penuh khawatir semalam. Meski samar, dia juga ingat bagaimana senyum manis lelaki itu tercipta ketika menyambut uluran tangan temannya untuk kembali bergabung di lautan manusia tadi malam.
Namun saat ini, justru yang gadis itu lihat adalah tatapan kosong pria itu yang menatap lurus ke depan, seakan raga dan jiwanya berada di tempat yang berbeda. Zelina pikir dia salah orang, tapi setelah pemuda itu membalas menatap ke arahnya. Zelina panik tak karuan. Dia tertangkap basah.
***
Warung Bu Asri jadi tempat paling ramai jika sudah memasuki jam makan siang seperti sekarang. Bakso telur dan sate ayam jadi menu favorit tiga sekawan yang saat ini sudah duduk manis dengan makanan masing-masing di atas meja.
Seperti biasa, Celine Naviera jadi satu-satunya perempuan yang paling anggun dalam hal apapun di antara mereka bertiga. Perempuan setenang dia yang menjadi incaran banyak cowok di sekolah, juga jadi yang paling cantik di team cheerleader menurut kawannya, sayangnya harus berteman dengan Nora yang punya sifat galak dan ceriwis, juga Zelina yang tak banyak berbicara tapi perhatian.
Berbeda dengan Nora yang terus mencebik karena gagal mendapat foto dan tanda tangan idolanya dari kampus impian. Gadis itu tak tanggung-tanggung untuk makan dua tusuk sate dalam sekali suap.
"Ada yang cabut dari konser tau-tau palanya udah plesteran aja, nabrak apaan tuh?"
Mereka bertiga serempak mengangkat kepala, melihat siapa yang baru saja datang dan bergabung di depan mereka.
"Nabrak tiang listrik dia, Dit," sahut Nora sambil mengunyah beberapa potong sate di mulutnya.
Pemuda itu tertawa pelan, mulai menyantap makan siangnya setelah mendapat posisi nyaman di hadapan Zelina. Saat ini Dito Mahawira jadi satu-satunya yang paling tampan di antara mereka berempat. Dito berasal dari kelas IPA 2 yang juga jadi teman mereka dari kelas sepuluh. Kini pertemanan mereka sangat kontras dengan kehadiran pria extrovert itu.
Sementara Zelina hanya menghela napas pasrah, tak menanggapi lebih. Celine cuma bisa tersenyum ketika Zelina selalu menjadi sasaran empuk untuk jadi mangsa ejekan Dito dan Nora.
"Gua mau infoin besok kalo kalian free, dateng ke exhibition-nya cewek gue ya," Dito membuka percakapan baru ketika tiga perempuan di depannya sudah berhenti makan.
"Lagi, Dit? Udah yang ke berapa kalinya ini?" tanya Celine yang masih amaze dengan kemampuan kekasih temannya.
"Kok ada ya orang sekeren dia? Sejauh ini gue nggak pernah tuh dapet tawaran main solo piano, kan gue juga mau ya dapet banyak penggemar kaya cewek lo," kata Nora dengan nada kecewanya yang dibuat-buat.
"Gimana mau solo konser dan dapet penggemar kalo latihannya aja cuma sebulan sekali?" tanggap Zelina mencibir, dari tempat duduknya terlihat jelas Nora tidak terima.
"Ya daripada lo kebanyakan baca buku fantasi, mau bangun sekolah khusus penyihir atau ngalahin Voldemort, ha?"
Celine tidak bisa menyembunyikan tawanya melihat perdebatan kedua temannya yang lagi-lagi tak terelakkan, menciptakan gelengan kepala dari si satu-satunya pria yang ada di sana.
"Udah-udah, intinya kalo kalian mau dateng, jam empat sore udah ada di tempat, oke?" ucap Dito menengahi.
"Gak bisa gue jam segitu," timpal Zelina cepat setelah meneguk tuntas jus jeruk miliknya.
"Lah, kenapa?" Nora bertanya skeptis.
"Biasa, ritual mingguan," jawabnya singkat dengan tawa remeh di sela kalimatnya. Tawa yang sama sekali tidak lucu bagi ketiga orang lain di antara dirinya. Tawa yang menyiratkan banyak makna.
Mereka pun hanya mengangguk mengerti, seakan paham kegiatan apa yang akan dilakukan gadis itu.
"Kalo gitu langsung ketemuan di tempat aja," final Nora sebagai keputusan akhir.
Seketika suasana menjadi hening, tidak ada lagi keributan yang beberapa menit lalu mereka lakukan, seperti ada sesuatu yang sengaja menghentikan mereka. Membuat mereka semua diam setiap kali pembahasan 'itu' terselip di antara perbincangan mereka. Pembahasan yang mereka harap tidak pernah ada di dunia.

KAMU SEDANG MEMBACA
We're Not Really Different
Teen FictionZelina pikir, perselingkuhan, pelecehan seksual, aksi teror, dan kehilangan adalah insiden paling gila yang pernah terjadi dalam hidupnya. Anak tunggal sepertinya tentu tahu bahwa hidup adalah tempatnya luka tercipta. Tapi di sisi lain dia keliru, Z...
01. pria itu
Mulai dari awal