抖阴社区

28 | Jejak Yang Tersimpan

14.2K 791 70
                                    

Barangkali yang runtuh tak dapat kembali tumbuh, tetapi yang rapuh semoga kelak berujung sembuh

•••

Matahari siang mulai condong ke barat, menyisakan cahaya keemasan yang menyelimuti jalanan. Udara di dalam mobil terasa tenang, hanya ditemani suara lembut musik dari radio yang mengisi sela-sela keheningan mereka.

Selepas berbelanja, Zelina yang duduk kursi samping pengemudi hanya diam sambil menatap ke luar jendela. Namun, pikirannya jauh melayang, lebih dalam dari sekadar pemandangan yang melintas di luar. 

Ucapan Kiara beberapa saat lalu berhasil membuat gadis itu overthinking, Zelina berusaha keras untuk memahami semuanya namun hasilnya tetap sama, tidak ada jawaban atau petunjuk apapun yang ia dapatkan.

Kecuali satu.

"... setidaknya gue ngerti sesuatu yang nggak lo ngerti!"

Kalimat itu terus terngiang, Zelina bisa menyimpulkan bahwa itu artinya, Kiara tau sesuatu yang tidak ia ketahui, dan sialnya itu menyangkut pria yang saat ini sedang duduk di sebelahnya sambil bersenandung ria.

Zelina diam-diam melirik laki-laki itu, selama yang dia tahu, Aldo adalah pria yang baik hati, perhatian, peka, dan selalu mengusahakan yang terbaik untuknya meskipun sampai saat ini hubungan antara mereka belum ada yang pasti. Namun, ia mulai menyadari satu hal sekarang, bahwa pada kenyataanya pria itu terlalu misterius, terlalu tertutup.

Kepala Zelina mendadak pusing, ia tidak tahu apakah selama ini Aldo punya sisi tertentu yang tak pernah ia tahu, atau Kiara yang hanya tidak suka melihat kedekatannya dengan Aldo, mengingat hubungannya dengan Kaisar yang tidak bisa disangkal.

Kebingungan Zelina tampaknya tertangkap oleh indra penglihatan pemuda di sebelahnya, lantas dengan gerakan yang teramat hati-hati, Aldo mengusap pelan pucuk kepala gadis itu, “Mikirin apa, sih?” tanyanya seraya menoleh sekilas, memastikan perempuan itu baik-baik saja.

"Gue tau gue ganteng, nggak perlu diliatin segitunya kali."

Mendapat perlakuan secara tiba-tiba seperti itu Zelina sontak mengerjap lalu relfek menjauhkan tangan pria itu dari kepalanya. Tetapi, karena ia sudah tertangkap basah sedang memikirkan sesuatu, Zelina memutuskan untuk membicarakan keresahannya.

“Do...” suaranya pelan, nyaris seperti bisikan. 

Aldo melirik sekilas sambil tetap memegang kendali setir. “Hm? Ada apa?” 

Zelina mengatur napas, mencoba merangkai kata-kata di benaknya. “Gue mau nanya sesuatu.” 

Aldo mengangkat alis, sedikit tersenyum. “Kenapa? Masih ngambek gara-gara gue nggak bolehin lo beli coklat tadi? Kan gue udah bilang, lo harus kurangin makan makanan manis, coba minggu ini udah berapa kali makan tiramisu? Latte? Kemaren juga katanya beli pisang goreng madu ‘kan sama bokap? Terus-” 

“Nggak, Do, bukan soal itu,” pungkasnya. Aldo melirik Zelina sekilas, ia dapat melihat keseriusan dari wajah gadis itu.

“Lo pernah punya masa lalu kelam, Do?” tanyanya ragu-ragu. “Gue nggak punya maksud apa-apa selain karena gue mau tau tentang lo, sebagaimana lo tau tentang gue.”

Aldo tidak langsung menjawab, ia hanya tersenyum kecil, seolah-olah pertanyaan itu ringan, meskipun jemarinya yang menggenggam setir tampak sedikit mengencang. Pandangannya tetap fokus ke jalan, sementara bayangan-bayangan seseorang di masa lalunya melintas begitu saja di pikiran.

We're Not Really DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang