Jangan menyerah hanya karena kehilangan arah, karena yang tau jalan, belum tentu bisa sampai ke tujuan.
•••
Waktu yang ditunggu-tunggu akhirnya datang, para murid mulai berbondong-bondong, berebut untuk keluar dari ruang kelas setelah bel pulang sekolah berbunyi beberapa menit yang lalu.
"Ah, dasar manusia biadab! Pokoknya gue nggak bakal biarin dia hidup tenang!" umpat Nora sesaat gadis itu melangkah keluar melewati pintu kelas, bersama dengan teman sejati yang setia berada di sampingnya.
Sedari pagi, gadis itu selalu misuh-misuh, mengeluarkan segala sumpah serapah. Ia masih belum bisa meredakan emosinya sendiri, apalagi saat guru sempat membahas tentang keadaan Celine yang mereka anggap hanya 'sakit' biasa saja di kelas tadi. Tentu mereka tidak terima.
"Gue pengen banget temuin tuh orang sekarang juga! Pengen hajar mukanya sampe bonyok! Kalau perlu sampe dia kapok!" Gadis itu meninju telapak tangannya sendiri, menyalurkan emosinya karena geram.
"Dia pasti tau kita nggak bakal diem aja, makanya tuh anak kabur sekarang!" cibirnya masih dengan bibir mengerucut sebal.
"Liat aja sendiri, nggak ada tanda-tanda dia muncul, kan? Dasar brengsek! Nggak punya otak!" cecarnya.
Gadis itu terus mengomel sendirian sambil berjalan menuju gerbang sekolah melewati koridor, namun setelahnya ia sadar jika sejak tadi celotehan itu tidak ditanggapi sama sekali oleh perempuan yang berjalan di sebelahnya.
"Lo kenapa diem aja sih daritadi?"
Zelina menoleh sekilas, "Gue lagi mikirin gimana caranya supaya dia mau tanggung jawab atas perbuatannya," jawabnya.
"Orang kayak dia minimal harus dikeluarin dari sekolah, kalau bisa kita jeblokin dia ke penjara, meskipun menurut gue hukuman apapun gak akan pernah setimpal," lanjutnya dengan nada sarat akan keresahan.
"Gue yakin sekolah pasti bakal lama banget nanganin kasus ini, Zel. Lo setuju, kan? Lo inget nggak dulu pernah ada kasus yang sama juga? Terus hasilnya apa? Si bangsat itu bisa bebas gitu aja!" ungkap Nora mengingat kembali masa-masa kelam yang pernah terjadi pada temannya dahulu.
Memang tidak separah seperti kasus Celine saat ini, tetapi tetap saja apa yang dilakukan pria itu tidaklah pantas untuk dibiarkan, apalagi ini bukan yang pertama kalinya.
"Lo mikir nggak sih kalo dia punya power di sekolah ini? Atau jangan-jangan kepala sekolah itu nyokap dia?" tanya Nora skeptis.
"Tck, plot twist basi, Ra, kebanyakan nonton film lo," balas Zelina tak setuju.
Pasalnya, yang ia tahu kepala sekolah mereka bahkan belum menikah, bagaimana bisa pemuda itu menjadi anaknya?
"Ah elah, terus ini kita harus cari tuh anak kemana coba?" Nora terlihat gusar, mencebik beberapa kali sebab frustasi.
Sejak kejadian di gudang itu, Zelina memang tidak pernah melihat lagi keberadaan Leon. Biasanya cowok itu akan terlihat di sekeliling kelas atau akan tampak di pojok kantin sambil bermain kartu bersama teman-temannya.
Tapi Zelina ingat satu hal.
"Gue yakin secepatnya dia pasti bakal muncul," kata gadis itu setelah menimang cukup lama banyak kemungkinan yang bisa terjadi.

KAMU SEDANG MEMBACA
We're Not Really Different
Teen FictionZelina pikir, perselingkuhan, pelecehan seksual, aksi teror, dan kehilangan adalah insiden paling gila yang pernah terjadi dalam hidupnya. Anak tunggal sepertinya tentu tahu bahwa hidup adalah tempatnya luka tercipta. Tapi di sisi lain dia keliru, Z...