抖阴社区

06. target baru

Mulai dari awal
                                    

"Lo tau? Setahun terakhir ini gue nggak pernah hidup tenang, karena bukan cuma di sekolah aja, Leon juga sering neror gue lewat chat."

Kaisar membelalak tak percaya, tak pernah sangka pria bejad itu sudah melakukan sejauh hal yang dimaksud, namun dia tidak memberikan judge apa-apa, ia masih ingin menyimak cerita Zelina yang menurutnya keluar dari hati paling tulus.

"Gue nggak punya jalan untuk mengindar. Kasih tau gue Kai, gue harus apa?" Entah pertanyaan itu tersirat nada putus asa di telinga Kaisar.

Kaisar tampak berpikir sejenak, memikirkan sesuatu apa yang pantas ia berikan pada gadis rapuh di sampingnya itu. Secara naluriah, tangannya terulur meraih milik gadis itu, ia usap punggung tangan tersebut dengan hati-hati.

"Lo hebat, Zel," ungkapnya.

"Beberapa orang nggak bisa ngungkapin apa yang dia rasain dan nyimpen semuanya sendiri seolah-olah bisa nyelesain semuanya sendirian, tapi berakhir putus asa karena nyatanya mereka nggak mampu untuk menampung semua bebannya," ujar pria itu seraya mengunci manik satu sama lain-

"Tapi lo hebat, lo mau dan berani ngungkapin semua yang lo rasain." -Seraya mengeratkan genggamannya pada tangan halus itu.

"Lo nggak perlu balas apapun ke orang-orang yang berusaha bikin lo jatuh, lo cuma harus jadi kuat supaya nggak gampang dijatuhin."

Kalimat itu sontak membuat Zelina menoleh, menatap mata sang lawan bicara lekat-lekat. Tatapan itu masih sama persis seperti pada saat pertama ia melihatnya, teduh dan menghangatkan.

Mereka saling memandang satu sama lain dalam waktu yang cukup lama, seakan saling berbicara lewat tatapan mata, lantas Zelina memutuskan kontak matanya terlebih dahulu setelah memberikan senyum tulusnya. Ada yang tidak beres dengan gemuruh di dadanya.

Setelah selesai makan, Kaisar berniat untuk mengantarkan gadis itu pulang, Zelina pun setuju saja tanpa membantah. Namun ketika hendak menghampiri motor itu, kakinya tak sengaja terkilir saat kakinya melangkah turun dari trotoar. Dengan gerakan impulsif cowok itu langsung menangkap tubuh kecil itu ke dalam dekapannya, membuat posisi mereka tanpa sadar berpelukan.

"Lo gapapa?" tanya Kaisar memastikan keadaan gadis itu.

"Eh? Iya gapapa, makasih."

Zelina segera membenarkan posisinya, bergerak melirik ke sekitar, pada apa saja yang bisa ia jadikan alasan untuk tidak melihat wajah pria itu, yang tanpa ia ketahui sedang tersenyum melihat kelakuannya.

***

"Bangsat!"

Kedatangan laki-laki itu sontak membuat dua orang yang lain terlonjak kaget, pintu itu nyaris patah oleh tendangan seseorang yang baru saja masuk.

"Wets kenapa nih bos kita dateng-dateng marah-marah?" tanya pria berambut ikal dengan koas hitam polos dan celana abu SMA-nya dari dalam ruangan itu

"Arghh!"

Bukannya menjawab, pria itu justru berteriak sambil mengusap wajah dan rambutnya dengan kasar, mereka berdua yang menyaksikan itu tentu bisa menebak bagaimana seseorang yang mereka panggil 'bos' itu sedang marah besar.

"Apa lagi kali ini, Le? Gagal lagi?" tanya pria lain dengan lebih santai, seraya membenarkan kaca mata minusnya yang sedikit turun.

"Bacot!" tekan Leon, tak menerima bentuk candaan apapun saat ini.

"Tapi bener, kan?" pria berkacamata itu kembali bertanya.

"Dia punya cowok anjing! Brengsek!" umpat Leon dengan urat lehernya yang tercetak jelas, pria itu mengambil langkah untuk duduk di tengah-tengah mereka berdua.

"Udah gue bilang dia itu nggak gampang buat dimainin," kata pria berkacamata itu lagi, kali ini diselingi dengan tawa ringan.

"Sekarang kesempatan lo cuma ada dua," lanjutnya, ia menatap Leon dan satu kawannya dengan intens sebelum melanjutkan, "Lo langsung lakuin ke 'inti'nya, atau lo ganti target baru."

"Maksud lo target baru apaan nyet?" tanya Leon tak sabaran.

"Wets, calm bro, maksud gue, kalo lo nggak bisa bikin cewek itu tunduk dengan cara kaya gini, lo bisa pake orang lain yang jadi kelemahan dia," jelas pria berkacamata itu dengan seringai tipis di wajahnya.

"Maksud lo gue harus deketin cewek galak itu?" Leon mencoba memastikan pikirannya tidak salah.

"Come on bro, lu tau siapa yang gue maksud."

"Kayanya gue tau deh," kata pria berambut ikal sambil mengangguk mantap.

Melihat itu, Leon tahu siapa yang mereka berdua maksud sebagai 'target baru', lalu begitu saja emosinya mereda, sebelah alisnya naik menciptakan guratan licik di wajahnya, pria itu tersenyum culas seakan melihat sebuah trophy kemenangan di depannya.

"Hhh, liat aja, lo nggak akan bisa lepas dari gue."

***

Seusai latihan cheerleader bersama timnya, Celine tampak terburu-buru berjalan menuju gerbang sekolah, cewek itu terlihat kerepotan dengan buku-buku yang ia bawa dan ponsel yang terselip antara baju dan telinganya.

"Iya, ma, ini Celine udah mau ke depan kok."

"Iya-iya mama nggak usah khawatir,"

"Oke, udah dulu ya, dah ma."

BRUKK

Buku-buku itu berjatuhan ke lantai, setelah sambungan telfon terputus Celine langsung mengangkat wajahnya dan menemukan seorang laki-laki yang tak begitu asing di matanya.

"Eh? Sorry-sorry gue nggak sengaja."

"Biar gue bantu." Laki-laki itu langsung berjongkok membantu Celine merapikan buku-bukunya.

"Gapapa gapapa, gue bisa sendiri kok," tolak gadis itu secara halus.

Setelah buku itu kembali pada pemiliknya, mereka pun kembali berdiri dan berhadapan, lantas cowok itu menyadari suatu hal.

"Lo, cewek yang tadi siang rib-"

"Lo...?" potong Celine cepat, dia menerka-nerka apakah cowok itu salah satu komplotan dari geng Aryo atau bukan.

"Eh santai-santai, gue bukan kacungnya si Aryo kok," ucap pria itu seakan tahu apa yang sedang Celine pikirkan. Lantas mengulurkan tangannya.

"Gua, Bima."

Celine cukup terkesiap, dia memandang uluran tangan itu beberapa detik sebelum membalasnya.

"Gue, Celine."

Pria itu menganggukkan kepalanya beberapa kali, merasa canggung. Merasa cukup dengan perkenalan singkat itu, Celine segera menyadari bahwa dirinya sudah memiliki janji dengan orang lain, kemudian perempuan itu pamit untuk pergi.

"Kalo gitu duluan."

Bima hanya bisa memandang punggung yang lama-kelamaan menjauh dari pandangannya, perkenalan super singkat barusan sepertinya membuat ia sedikit tertarik dengan perempuan itu.

We're Not Really DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang